Mendorong Pertumbuhan Investasi Energi Terbarukan di Jawa Tengah
Penulis : Kennial Laia
Energi
Jumat, 07 Juli 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Jawa Tengah memiliki potensi energi terbarukan yang melimpah dan belum dimanfaatkan secara penuh. Menurut Wakil Gubernur Provinsi Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, pihaknya berencana menggenjot penggunaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) serta membuka peluang investasi hijau di provinsi tersebut.
Pada 2022, capaian bauran energi di Jawa Tengah melebihi target sebesar 15,76% dari total target 21,82% pada 2025. Taj Yasin mengatakan capaian ini mendorong pemerintah provinsi Jawa Tengah untuk proaktif membuka pintu investasi untuk energi terbarukan.
“Jawa Tengah mempunyai daya saing yang potensial, baik dari dukungan infrastruktur, tenaga kerja, dan komitmen kuat dalam investasi. Sektor energi terbarukan menjadi peluang investasi baru di Jawa Tengah,” kata Taj Yasin dalam acara “Central Java Renewable Energy Investment Forum” oleh Institute of Essential Reform Services (IESR) 2023, Selasa, 4 Juli 2023.
“Hal ini mengingat kebutuhan tumbuhnya ekosistem manufaktur yang membutuhkan alternatif energi untuk memenuhi produksinya. Potensi tersebut perlu dikelola bersama-sama,” tambahnya.
Sejak 2019, pemerintah provinsi Jawa Tengah melalui Dinas Energi Sumber Daya Mineral memasang PLTS di setiap kantor organisasi perangkat daerah (OPD), termasuk DPRD Jawa Tengah dan beberapa lembaga pendidikan. Penggunaan PLTS tersebut tidak hanya untuk menurunkan emisi karbon, tetapi juga memiliki manfaat ekonomis seperti pengeluaran listrik yang bisa dipangkas sekitar 30-40%.
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, mengatakan, berdasarkan studi IESR, jika 9 juta bangunan rumah memasang PLTS atap maka mampu menghasilkan 100 ribu megawatt (MW). Kemudian apabila 35 kantor bupati dan walikota se-Jawa Tengah memasang PLTS atap maka akan menghasilkan sekitar 5 megawatt (MW) dari energi surya.
Fabby mengatakan, potensi energi terbarukan di Jawa Tengah mencapai 198 megawatt (MW). Di antaranya pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB), pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH), pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm). Potensi ini di luar pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di provinsi tersebut.
“Ketersediaan energi terbarukan saat ini menjadi faktor utama daya tarik investasi. Untuk itu, apabila kita ingin meningkatkan daya saing investasi di Jawa Tengah maka perlu meningkatkan ketersediaan pasokan energi hijau, ini menjadi indikator baru bagi investor. Potensi sumber energi terbarukan yang besar tidak akan tercapai jika tidak ada pendanaan untuk pengembangannya,” terang Fabby.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Jawa Tengah, Sakina Rosellasari menuturkan, Jawa Tengah memiliki rencana umum penanaman modal (RUPM). Salah satunya menjadi arah kebijakan penanaman modal yang berwawasan lingkungan (green investment).
Berdasarkan catatan DPMPTSP, terdapat 690 izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri (IUPTLS). Dari angka ini, terdapat 17 IUPTLS atap dan uap hingga Juni 2023.
“Terdapat beberapa proyek yang siap ditawarkan dalam sektor energi terbarukan di Jawa Tengah. Di antaranya pembangunan pembangkit listrik tenaga minihidro Banjaran dan Logawa di Kabupaten Banyumas, pembangunan PLTS terapung Waduk Wadaslintang, pengembangan pembangkit listrik tenaga geothermal di Candi Umbul Telomoyo, dan Baturaden, Kabupaten Banyumas,” kata Sakina.
“Realisasi investasi di Jawa Tengah diharapkan menjadi peningkatan pendapatan masyarakat, dengan penyerapan tenaga kerja,” tambahnya.
Cahyo Purnomo, Direktur Promosi Wilayah Asia Timur, Asia Selatan, Timur Tengah dan Afrika, Kementerian Investasi/BKPM, menyebut bahwa proses transisi energi memerlukan waktu dan komitmen. Pengembangan EBT menjadi salah satu upaya menuju ekonomi rendah karbon. Dus penciptaan iklim investasi yang kondusif diperlukan.
“Misalnya saja dalam proses perumusan regulasi, dalam aspek prediktabilitasnya menjadi hal penting bagi investor. Kami mendorong investasi langsung, yang tentu semuanya berawal dari pandangan jauh ke depan, bukan hanya untuk 1-2 tahun saja. Maka dari itu, penting iklim investasi stabil dan perumusan regulasi perlu melibatkan seluruh stakeholder, tidak ada pihak yang menjadi penonton saja,” papar Cahyo.