Persidangan Janggal Dugaan Kriminalisasi Warga Pakel

Penulis : Aryo Bhawono

Hukum

Jumat, 07 Juli 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Kejanggalan persidangan terjadi dalam pengkhususan pemeriksaan saksi secara online yang ditempatkan di ruang kantor kejaksaan. Penasihat hukum menganggap pemeriksaan semacam ini merupakan pembangkangan terhadap KUHAP dan Perma 4/2020.

Sidang tiga warga pakel, Mulyadi, Suwarno, dan Untung, atas dugaan menyebarkan berita bohong yang digelar Selasa lalu (4/6/2023) di PN Banyuwangi dirasai janggal oleh penasihat hukum. Agenda sidang yang seharusnya hanya putusan sela justru dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi tanpa pemberitahuan kepada penasihat hukum.

Pemeriksaan saksi ini pun dilakukan secara daring, saksi berada dalam ruangan jaksa di kantor kejaksaan.

Sidang dilanjutkan pemeriksaan saksi yang seharusnya tidak masuk agenda sidang hari ini. Terdapat pengkhususan Pemeriksaan saksi dilakukan secara online yang ditempatkan di ruang kantor Jaksa Penuntut Umum,” tulis rilis pers yang diterima redaksi. 

Warga Pakel, Banyuwangi, Jawa Timur, memberikan dukungan tiga warga, Mulyadi, Suwarno, dan Untung, yang didakwa atas dugaan menyebarkan berita bohong. Sumber foto: walhi

Pemeriksaan saksi yang tidak dihadirkan dalam ruang sidang jelas bentuk pembangkangan terhadap KUHAP dan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No 4 Tahun 2020 Tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik. 

Dalam pasal 11 ayat 3 Perma No 4 Tahun 2020 menyebutkan ‘Pemeriksaan Saksi dan/atau Ahli dilakukan dalam ruang sidang Pengadilan meskipun persidangan dilakukan secara elektronik.’

Penasihat hukum keberatan karena sidang perkara pidana, hakim mencari kebenaran materil. Kebenaran materiil ini tak dapat dilakukan secara online. 

“Jadi ini jelas melanggar dan mempersulit penggalian fakta di persidangan karena saksi ada di ruangan jaksa disambungkan secara online dengan persidangan. Bagaimana kalau saksi didikte, kan tidak ketahuan,” keluh Moh Soleh dari LBH Surabaya ketika dihubungi redaksi.. 

Penasihat hukum menekankan selama proses persidangan hak terdakwa harus dijamin, termasuk menjamin hak terdakwa untuk dibela dan berkomunikasi langsung dalam proses persidangan. Persidangan secara online tentu akan mempersulit tim penasihat hukum komunikasi dengan Para Terdakwa untuk mendiamkan strategi pembelaan sebelum sidang dimulai.

Penasihat hukum menuntut PN Banyuwangi untuk menggelar peradilan offline, tidak ada pembatasan sehingga warga bisa mengikuti sidang sesuai kapasitas pengadilan. Mereka meminta Komisi Yudisial mengawasi persidangan serta menindak jika ditemukan pelanggaran etik. 

“Kami mendorong Kementrian ATR BPN untuk segera menindaklanjuti penyelesaian konflik agraria, sebagaimana Pakel merupakan salah satu prioritas kasus yang diselesaikan. Kami berharap proses penyelesaian konflik di Pakel segera dilakukan, tentu proses evaluasi dan pencabutan HGU sebagai tahapan Reforma Agraria segera dijalankan,” lanjut rilis tersebut. 

Dugaan kriminalisasi ini sendiri diduga merupakan buntut dari sengketa lahan petani Pakel. Warga mengantongi Akta 1929 tertanggal 11 Januari 1929 era pemerintahan kolonial Belanda, yang memberikan memberikan izin kepada warga Pakel untuk membuka lahan seluas 400 bahu.

Namun, dalam perjalanannya, kawasan Akta 1929 tersebut dikuasai oleh Perhutani dan PT Bumi Sari saat Orde Baru berkuasa – yang terus berlangsung hingga saat ini.

Surat Keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri, nomor SK.35/HGU/DA/85, dijelaskan PT Bumi Sari hanya mengantongi HGU seluas 1189,81 hektare, terbagi dalam 2 Sertifikat, yakni Sertifikat HGU nomor 1 Kluncing dan Sertifikat HGU nomor 8 Songgon. Seharusnya PT Bumi Sari tidak memiliki HGU di Pakel. 

Warga mengupayakan berbagai cara untuk mendapatkan haknya kembali. Pada 24 September 2020, bersamaan dengan lahirnya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), ribuan warga sepakat melakukan aksi reklaiming di lahan leluhur mereka yang dikuasai PT Bumi Sari. Mereka tergabung dalam organisasi Rukun Tani Sumberejo Pakel (RSTP)

Namun aksi tak seperti yang mereka harapkan, hingga November 2021, 11 warga mendapat surat panggilan dari kepolisian dan dua diantarnya jadi tersangka atas tuduhan menempati lahan secara ilegal.