Suku Awyu Ajukan 50 Bukti di Persidangan Gugatan Lingkungan Hidup

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Hukum

Senin, 10 Juli 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Gugatan masyarakat adat suku Awyu soal izin kelayakan lingkungan hidup perusahaan sawit PT Indo Asiana Lestari (IAL) disidangkan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura, Kamis (6/7/2023) kemarin. Dalam sidang tersebut kuasa hukum masyarakat adat suku Awyu mengajukan 50 dokumen bukti sekaligus.

Dokumen-dokumen dimaksud di antaranya, Peta Partisipatif Marga Woro, Peta Potensi Sungai dan Kali Terdampak Pembangunan Indo Asiana Lestari, Surat Lembaga Masyarakat Adat Kabupaten Boven Digoel Nomor 06/LMA-BD/XI/2018 Tanggal 08 November 2018 perihal Penolakan Perusahaan Kelapa Sawit PT Indo Asiana Lestari yang ditujukan kepada Bupati Boven Digoel Benediktus Tambonop, dan lain-lain.

Berkas-berkas tersebut dianggap sebagai bukti terjadinya kesalahan Pemerintah Provinsi Papua dalam menerbitkan izin lingkungan hidup untuk PT IAL yang tak mengindahkan hak-hak masyarakat adat dan ancaman krisis iklim saat ini.

“Dokumen yang kami ajukan menunjukkan bahwa izin yang diterbitkan akan berdampak kepada hilangnya hutan adat masyarakat Awyu, menyebabkan kerusakan lingkungan dan memperparah perubahan iklim, juga melanggar hak-hak penggugat sebagai masyarakat adat,” kata Tigor Gemdita Hutapea, salah satu kuasa hukum masyarakat Awyu, dalam keterangan resminya, Kamis (6/7/2023).

Para hakim dan pengacara memeriksa surat-surat dalam persidangan antara masyarakat adat Awyu melawan perusahaan kelapa sawit PT IAL di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura di Jayapura, Papua. Foto: Gusti Tanati/Greenpeace

Di pihak lain, lanjut Tigor, Pemerintah Provinsi Papua sebagai tergugat dan PT IAL sebagai tergugat intervensi, belum mengajukan alat bukti. Keduanya meminta waktu untuk menyodorkan berkas-berkas bukti pada sidang pekan depan, Kamis, 13 Juli 2023. Kuasa hukum PT IAL sempat meminta majelis hakim agar berkas-berkas mereka tak bisa diakses oleh pihak penggugat karena bersifat rahasia.

“Hal yang disebut bersifat rahasia itu hanya versi tergugat, sifat kerahasian harus sesuai dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Hukum acara tata usaha negara pun mengatur seluruh pembuktian bersifat terbuka. Kami berharap majelis hakim mengecualikan permintaan tersebut,” ujar Tigor.

Sementara persidangan berlangsung, dukungan untuk masyarakat Awyu mengalir di luar pengadilan. Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa, Pemuda, dan Rakyat (Ampera) Papua melakukan aksi damai di depan PTUN Jayapura. Mereka menggelar mimbar bebas dan aksi teatrikal sebagai bentuk solidaritas kepada perjuangan suku Awyu.

Perwakilan masyarakat adat suku Awyu, Hendrikus ‘Franky’ Woro, sebelumnya mengajukan gugatan lingkungan hidup dan perubahan iklim ke PTUN Jayapura. Gugatan ini menyangkut izin kelayakan lingkungan hidup yang dikeluarkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terbuka Satu Pintu Provinsi Papua untuk PT IAL di Boven Digoel–kini Papua Selatan.

Penerbitan izin kelayakan lingkungan hidup PT IAL diduga melanggar peraturan perundang-undangan, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyusunan Amdal, dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pemberian izin untuk perusahaan sawit ini juga tak sejalan dengan janji pemerintah mengatasi perubahan iklim. Dalam Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC), pemerintah berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen dengan kemampuan sendiri dan 43,20 persen dengan dukungan internasional pada 2030.

Sedangkan, menurut berbagai informasi resmi menyatakan, salah satu sumber emisi terbesar Indonesia berasal dari alih fungsi lahan dan deforestasi. Izin lingkungan PT IAL diperkirakan akan memicu deforestasi di area yang mayoritas lahan hutan kering primer seluas 26.326 hektare, dengan potensi emisi karbon yang terlepas setidaknya sebesar 23 juta ton CO2.