Konflik Warga dan PT BJAP, LBH: Akumulasi Kemarahan Warga
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Sawit
Rabu, 12 Juli 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangka Raya, menilai bentrok warga Desa Sukamandang, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah (Kalteng), dengan PT Bangun Jaya Alam Permai (BJAP), Kamis (6/7/2023) pekan lalu, adalah akumulasi kemarahan warga atas situasi yang tidak memihak kepada warga.
Menurut LBH Palangka Raya, bentrok warga dan perusahaan besar swasta perkebunan sawit itu dilatari atas tuntutan warga kepada perusahaan soal realisasi plasma sawit sebesar 20 persen. Bentrok semakin parah diduga karena terjadi perlakukan kekerasan terhadap dua warga oleh aparat kepolisian.
"Seakan tidak pernah selesai atau memang tidak pernah ada yang mau berkomitmen menyelesaikan persoalan mengenai plasma ini. Secara faktual kita bisa melihat kondisi seluruh wilayah penjuru Kalimantan Tengah yang telah menjadi samudera sawit," kata Aryo Nugroho, Direktur LBH Palangka Raya, Jumat (7/7/2023) kemarin.
Menurut data dari Badan Pusat Stastistik (BPS), lanjut Aryo, luas kebun sawit di Kalteng pada 2020 lalu seluas 2.018.700 hektare dan merupakan provinsi dengan perkebunan sawit terluas ketiga di Indonesia. Namun luasnya perkebunan sawit di provinsi berjuluk Tambun Bungai itu tidak memberikan kesejahteraan untuk masyarakatnya.
"Hal ini ditandai dengan maraknya tuntutan realisasi plasma seluas 20 persen dari kebun inti perusahaan," ujar Aryo.
Aryo melanjutkan, di Kabupaten Seruyan pada 2011 tidak kurang dari 2.000 warga dari 5 kecamatan 28 desa mengelar aksi di Kantor Bupati, warga menuntut pengembalian tanah dari PT Agro Mandiri Perdana (Sinar Mas Group) dan tuntutan 20 persen kebun plasma. Pada waktu itu warga sampai menginap dan mendirikan tenda di halaman DPRD Kabupaten Seruyan.
Sebelas tahun kemudian, tepatnya pada 2022, ribuan warga Seruyan yang dimotori oleh Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) menuntut realisasi kebun plasma 20 persen PT Tapian Nadengan (Sinarmas Group). Pada Juni 2023 yang lalu, ribuan warga di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) melakukan aksi di depan Kantor Bupati Kotim menuntut hal yang sama, yakni realisasi kebun plasma sawit 20 persen.
Tuntutan warga berujung jeruji besi juga banyak terjadi di Kalteng. Tahun ini, ungkap Aryo, tercatat 13 warga Kalteng ditahan oleh Kepolisian Daerah Provinsi Kalteng, yaitu 7 warga Desa Bukit Raya Kabupaten Lamandau yang berkonflik lahan dengan PT Satria Hasupa Sarana, 4 orang warga Desa Babual Baboti Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) yang berkonflik dengan PT Usaha Agro Indonesia, dan 3 warga Desa Kinjil Kobar yang berkonflik dengan PT Bumitama Gunajaya Abadi (Harita Group).
"Tipe konflik terjadi karena sengketa lahan dan persoalan plasma. Sedangkan para warga dijebloskan ke jeruji besi karena dianggap mencuri buah sawit milik perusahaan di mana lahannya diklaim sebagai milik warga. Sedangkan di kasus Desa Suka Mandang dan Rantau Pulut pihak kepolisian telah mengamankan 6 orang warga," terang Aryo.
Menurut Aryo, tuntutan warga mengenai realisasi 20 persen kebun sawit dari perusahaan, merupakan tuntutan yang sangat mendasar, karena telah habisnya lahan warga dan telah menjadi kebun sawit skala luas oleh pihak swasta. Tuntutan warga didasarkan oleh aturan hukum, sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kalimantan Tengah No.5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Usaha Perkebunan, Pasal 18 Ayat 3.
Berdasarkan catatan ringkas di atas, kata Aryo, LBH Palangka Raya memberikan respon atas terjadinya bentrokan warga yang terjadi di Desa Suka Mandang dan Rantau Pulut. Bentrok itu terjadi karena lemahnya peran dari pemerintah daerah dalam memenuhi hak-hak dasar warganya, serta adanya dugaan kuat bahwa sejumlah warga mendapatkan aksi kekerasan dari personel Kepolisian.
Dalam hal ini LBH Palangka Raya menyatakan sikap, mendesak Pemerintah Provinsi Kalteng untuk mengevaluasi seluruh perizinan sawit dan mengimplementasikan secara serius Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Usaha Perkebunan, khususnya Pasal 70 Ayat (3) dan Ayat (4), yaitu memberikan sanksi administratif dan sampai pencabutan izin jika perusahaan sawit tidak memberikan kebun plasma 20 persen kepada masyarakat sekitar.
"Mendesak Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah untuk mengevaluasi cara-cara pendekatan hukum pidana dalam kasus-kasus yang berlatar-belakang sengketa tanah antara warga dan perusahaan sawit. Serta mengevaluasi cara-cara pengamanan yang berlebihan di perusahaan sawit di Kalteng, karena bukan merupakan objek vital negara," ucap Aryo.
Sebelumnya, pada Kamis pekan lalu, ratusan warga Seruyan mengalami bentrok dengan dengan PT BJAP dan aparat kepolisian. Bentrok itu dipicu oleh tuntutan plasma 20 persen kepada perusahaan. Dalam bentrok tersebut, belasan mobil perusahaan dirusak warga. Bahkan kendaraan dinas kepolisian yang ada di lokasi juga ikut dirusak warga.
Terbaru, pihak PT BJAP disebut akan memenuhi tuntutan warga soal plasma sawit itu. Pihak perusahaan bersedia untuk membangun kebun plasma seluas 20 persen, dari total luas kebun inti atau usaha produktif sesuai aturan yang berlaku. Kesediaan perusahaan tersebut merupakan hasil pertemuan antara manajemen PT BJAP, Pemerintah Kabupaten Seruyan dan unsur forum komunikasi pimpinan daerah Seruyan, Sabtu (8/7/2023) lalu.
Sementara itu, masyarakat enam desa dan satu kelurahan di Kecamatan Seruyan Tengah, yang berada di sekitar PT BJAP, juga meminta kepada pemerintah daerah untuk melakukan pengukuran ulang areal perizinan perkebunan PT BJAP. Tujuannya untuk menentukan luas kebun plasma yang harus dibangun oleh perusahaan.