BMKG: Perubahan Iklim Bisa Ancam Ketahanan Pangan

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Perubahan Iklim

Kamis, 13 Juli 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Hal yang paling menakutkan dan mengancam bagi seluruh masyarakat dunia bukanlah pandemik ataupun perang, melainkan perubahan iklim global. Yang terakhir disebutkan itu, bahkan diprediksi mengancam ketahanan pangan dunia, menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati.

"Organisasi pangan dunia FAO bahkan memprediksi pada 2050 mendatang, dunia akan menghadapi potensi bencana kelaparan akibat perubahan iklim, sebagai konsekuensi dari menurunnya hasil panen dan gagal panen," kata Dwikorita, Selasa (11/7/2023), dikutip dari Antara.

Menurut Dwikorita, aksi mitigasi dan adaptasi perubhan iklim perlu dilakukan dengan menekankan tiga aspek, yakni ekonomi, sosial dan ekosistem atau bentang alam. Langkah-langkah strategis, katanya, harus dilakukan untuk mencegah risiko yang lebih fatal.

Dwikorita mengatakan, seluruh negara di Dunia saat ini mengalami dampak perubahan iklim dengan tingkat yang berbeda-beda, contohnya cuaca ekstrim, bencana alam, penurunan keanekaragaman hayati, krisis air, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, perlu tindakan konkret seluruh negara untuk menekan laju perubahana iklim ini.

Ilustrasi perubahan iklim. (Sandy Indra Pratama| Betahita)

Berdasarkan laporan yang dirilis World Meteorological Organization (WMO) atau Organisasi Meteorologi Dunia, lanjut Dwikorita, 2022 menempati peringkat keenam tahun terpanas Dunia. Periode 2015-2022 menjadi delapan tahun terpanas dalam catatan WMO.

Pada awal Desember 2020 juga menempatkan 2016 sebagai tahun terpanas, alias peringkat pertama, dengan 2020 sedang on the track menuju salah satu dari tiga tahun terpanas yang pernah dicatat.

Di Indonesia, masih kata Dwikorita, berdasarkan pengamatan yang dilakukan BMKG di 91 stasiun BMKG menunjukkan suhu permukaan rata-rata pada 2022 lebih tinggi 0,9 derajat Celcius dibandingkan tahun 1981-2020. Itu menandakan fenomena peningkatan suhu juga terjadi secara lokal dan global.

Dwikorita bilang, pemanasan global memicu pergeseran pola musim dan suhu udara yang mengakibatkan peningkatan frekuensi, durasi dan intensitas bencana hidrometeorologi. Salah satunya adalah kejadian kebakaran hutan dan lahan yang tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi kekeringan yang ekstrim, tapi juga menyebabkan peningkatan emisi karbon dan partikulat ke udara.

"BMKG terus melakukan berbagai aksi mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Di sektor pertanian, BMKG rugin menggelar sekolah lapang iklim (SLI) dengan sasaran penyuluh pertanian dan petani dari berbagai komoditas unggulan. Langkah ini juga untuk memperkuat literasi cuaca dan iklim mereka," kata Dwikorita.

Dalam pembukaan Training of Trainers (ToT) Climate Field School (CFS) atau pelatihan bagi pelatih sekolah lapang iklim untuk negara-negara anggota Colombo Plan, Senin (10/7/2023) kemarin, Dwikorita juga menguraikan, peningkatan suhu rata-rata global yang terus menerus ini mengakibatkan percepatan proses siklus hidrologi, yang mengakibatkan berbagai bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor baik di negara maju, di negara berkembang, di negara kepulauan, apapun kondisi negaranya. Berbagai bencana yang terjadi, imbuh Dwikorita, berakibat pada global water hotspot, yang berarti terjadinya krisis air. Krisis air juga memberi dampak yakni tantangan bagi ketahanan pangan.