Investasi Energi Terbarukan Meningkat, Indonesia Masuk Daftar

Penulis : Gilang Helindro

Energi

Jumat, 14 Juli 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) mengatakan dalam report investment 2023, investasi energi terbarukan meningkat hampir tiga kali lipat karena Perjanjian Paris atau Paris Agreement 2015 lalu.

Dalam laporan, UNCTAD menyebut, sebagian besar uang mengalir ke negara-negara maju. Sementara negara-negara berkembang membutuhkan sekitar $1,7 triliun setiap tahun dalam investasi energi terbarukan termasuk untuk jaringan listrik, jalur transmisi, dan penyimpanan mereka hanya menarik sekitar $544 miliar pada tahun 2022.

Laporan UNCTAD menunjukkan lebih dari 30 negara berkembang masih belum mendaftarkan proyek investasi internasional yang besar dalam energi terbarukan.

Sebagian besar dari 10 negara berkembang dengan tingkat investasi internasional tertinggi dalam energi terbarukan, investasi dalam energi terbarukan mewakili antara sepersepuluh dan sepertiga dari total FDI.

Energi bersih dan terbarukan seperti tenaga angin dan matahari semakin murah, dan memungkinkan dunia untuk mencapai target 1.5C dengan target dan kebijakan yang tidak mendukung energi fosil. Dok IEA

“Biaya modal merupakan penghalang utama untuk investasi energi di negara berkembang, yang dipandang lebih berisiko. Kemitraan antara investor internasional, sektor publik, dan lembaga keuangan multilateral dapat sangat mengurangi biaya modal,” tulis UNCTAD.

Mendatangkan investor internasional, misalnya, menurunkan penyebaran pembiayaan utang sebesar 8 persen. Menambahkan bank pembangunan multilateral (MDB) menurunkannya sebesar 10 persen. Dan menggabungkan keduanya dengan pemerintah dalam kemitraan publik-swasta menguranginya hingga 40 persen.

Dari 2015 hingga 2022. UNCTAD menghimpun 10 negara berkembang yang memberikan investasi terbesar untuk energi terbarukan. 

Indonesia berada di posisi sembilan, dengan nilai investasi sebesar US$36,7 miliar. Adapun share investasi dari total nilai proyeknya adalah 11 persen menjadi yang paling kecil di antara 10 negara berkembang.

Urutan pertama, Brasil dengan nilai proyek investasi sebesar US$114,8 miliar. UNCTAD menyebut, Brasil memiliki pangsa energi terbarukan 32 persen dari total nilai proyek energi terbarukan.

Kedua, Vietnam dengan nilai US$106,8 miliar. Adapun proporsi pangsa diproyeksikan mencapai 31persen. Ketiga, Chili, dengan nilai US$84,6 miliar dan proporsinya mencapai 54 persen. Keempat, India, dengan nilai investasi sebesar US$77,7 miliar dan proporsinya mencapai 14 persen.

Kelima, Kazakhstan dengan nilai investasinya sebesar US$56,3 dan proporsinya 31 persen. Setelahnya disusul Taiwan posisi enam, dengan nilai investasi US$48,7 miliar dan proporsi pangsanya mencapai 63 persen. 

Posisi ketujuh, Mesir US$45,8 miliar, proporsi 14 persen. Posisi delapan, Meksiko US$37,8 miliar, proporsi 13 persen. Dan, posisi sepuluh Maroko US$29,7 miliar, proporsi 34 persen. “Ini menjadi proporsi pangsa yang paling besar di antara 10 negara berkembang ini,” tulis UNCTAD.

UNCTAD menambahkan, meskipun sebagian besar negara berkembang telah menetapkan target untuk beralih ke sumber energi berkelanjutan, hanya sepertiga dari mereka yang mengubah target tersebut menjadi informasi persyaratan investasi.

"Laporan tersebut menyoroti pentingnya menurunkan modal untuk investasi energi bersih di negara berkembang dan lebih mendukung mereka dalam perencanaan investasi dan persiapan proyek," tulis UNCTAD.