Koalisi: Korupsi Minyak Goreng Bukti Sengkarut Industri Sawit

Penulis : Gilang Helindro

Sawit

Rabu, 19 Juli 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Koalisi Transisi Bersih menilai kasus korupsi minyak goreng yang menyeret Musim Mas Group (MMG), Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan serta dalam kasus Surya Darmadi Duta Palma Group, membuktikan hulu-hilir industri sawit mempunyai banyak masalah dan rentan korupsi. 

“Perlu upaya perbaikan tata kelola dan tata niaga industri sawit harus segera dilakukan,” kata Uli Arta Siagian, juru bicara Koalisi Transisi Bersih.

Uli menjelaskan, penyitaan aset yang dilakukan Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) pada 6 Juli 2023 lalu, merupakan bagian dari penetapan tiga perusahaan tersebut sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi minyak goreng. 

Penetapan itu hasil penyidikan korporasi setelah hakim pada perkara tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada Januari 2021 hingga April 2022, hakim memandang perbuatan terpidana merupakan aksi korporasi.

Konferensi Pers Korupsi Minyak Goreng. foto: gilang/Betahita.id

Aset Perusahaan Musim Mas Group (MMG) yang disita berupa tanah seluas 14.620,48 hektare. Aset Wilmar Group, seluas 43,32 hektare. Sedangkan aset PT Permata Hijau Group seluas 23,7 hektare. Kemudian mata uang rupiah sebanyak 5.588 lembar dengan total Rp 385.300.000. Selain itu juga mata uang dolar USD sebanyak 4.352 lembar dengan total USD435.200, mata uang ringgit Malaysia sebanyak 561 lembar dengan total RM52.000, dan mata uang dolar Singapura sebanyak 290 lembar dengan total SGD250.450. 

Andi Muttaqien, Direktur Satya Bumi mengatakan, penetapan tersangka korporasi ini merupakan langkah maju yang dilakukan penegak hukum, selain sebagai momentum perbaikan tata kelola, pemidanaan korporasi juga mampu memberi efek jera pada korporasi. “Dimungkinkannya pidana tambahan terhadap korporasi melalui perampasan, atau pengambilalihan korporasi oleh negara, bahkan pencabutan izin usaha,” katanya.

Mansuetus Darto, Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menambahkan bahwa salah satu akar masalah rantai pengusahaan industri sawit adalah lemahnya pengawasan terhadap pasar CPO yang cenderung oligopoli, sehingga perilaku kartel kerap terjadi di pasar minyak goreng. Untuk itu, transparansi data dan penguatan penegakan hukum menjadi kunci pengawasan pasar.

Menurut Darto, pemerintah harus serius membenahi tata kelola sawit Indonesia, salah satunya dengan kembali memberlakukan moratorium pemberian izin, serta melakukan audit korporasi sawit secara transparan. “Desakan ini sudah berkali-kali disampaikan kelompok masyarakat sipil, termasuk lewat gugatan kelangkaan minyak goreng terhadap Presiden Joko Widodo dan Menteri Perdagangan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta,” ungkap Darto.

Achmad Surambo, Direktur Eksekutif Sawit Watch juga mengingatkan, bahwa banyak hal kebijakan dan institusi telah dikeluarkan dan dicanangkan pemerintah, tetapi semuanya belum menyentuh akar pokok masalah dalam tata kelola perkebunan sawit. 

Menurutnya, ketimpangan penguasaan akan terus berlanjut, dan tidak adanya transparan terus berlanjut, bahkan partisipasi publik pun minim. Pemerintah harus memulai untuk membalik semuanya lewat mengoreksi kebijakan dalam ketimpangan penguasaan. “Membuka data HGU untuk publik, membuka hasil audit perkebunan sawit yang telah dilakukan, dan lainnya merupakan langkah awal dalam mencari solusi,” ungkapnya.