Indonesia Butuh Strategi Baru Capai 23% Bauran Energi Terbarukan

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Energi

Rabu, 02 Agustus 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Indonesia dinilai membutuhkan strategi baru untuk mencapai 23% target bauran energi terbarukan pada 2025. Sebab, berdasarkan data Kementerian Enegi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), capaian pemanfaatan energi terbarukan pada 2022 baru mencapai 12,3 persen.

Menurut Institute for Essential Services Reform (IESR) akselerasi pengembangan energi terbarukan menjadi sebuah keharusan. Pemerintah Indonesia, melalui Kebijakan Energi Nasional (KEN), sudah mencanangkan target peningkatan bauran energi primer mencapai 23% di 2025 sebagai salah satu tolak ukur.

Berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) , diperlukan 45,2 GW listrik yang bersumber dari energi terbarukan pada 2025. Namun, pengembangan energi terbarukan masih lambat dengan pertumbuhan hanya sekitar 400-500 MW per tahunnya selama lima tahun terakhir. Pertumbuhan tersebut juga jauh dari target pemerintah untuk meningkatkan energi terbarukan 2-3 GW per tahun dalam lima tahun terakhir.

Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Energi IESR mengungkapkan, Pemerintah Indonesia perlu menyiapkan strategi baru untuk segera mencapai target 23% bauran energi terbarukan pada 2025 serta secara konsisten meningkatkan target pencapaian energi terbarukan.

Capaian bauran energi terbarukan di Indonesia masih rendah. Foto: Bidakara

Cita-cita Kebijakan Energi Nasional (KEN), kata lanjut Deon, adalah untuk mencapai kemandirian dan ketahanan energi nasional yang mendukung pembangunan berkelanjutan. Sehingga Indonesia harus tetap optimis dan ambisius dalam meningkatkan bauran energi terbarukannya. Bahkan dalam proses pemutakhiran dokumen KEN, target bauran energi terbarukan ini butuh dijaga atau malah ditingkatkan.

"Yang diperlukan adalah strategi baru yang menimbang perkembangan teknologi, pertumbuhan ekonomi saat ini dan dapat diimplementasikan dalam waktu singkat, misalnya bagaimana mengakselerasi PLTS atap seoptimal mungkin dalam dua tahun kedepan,” ujar Deon dalam acara Road to Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2023, Expert Discussion Webinar, Kamis (27/7/2023).

His Muhammad Bintang, Peneliti Teknologi Penyimpanan Energi dan Materi Baterai, IESR menuturkan, berdasarkan studi IESR (2023), pembangkit listrik berkontribusi lebih dari 40% dari total emisi sektor energi di Indonesia. Untuk mendukung capaian bauran energi terbarukan sebesar 23%, dan mempertimbangkan realisasi pertumbuhan permintaan energi yang lebih rendah dari proyeksi RUEN dibutuhkan setidaknya 24 GW kapasitas pembangkit energi terbarukan terpasang yang perlu terpasang pada 2025, atau harus meningkat sebesar 13 GW lebih dalam kurun waktu 2 tahun kedepan.

"Yang berarti, pertumbuhan pembangkit energi terbarukan perlu mencapai 5-7 GW per tahunnya. Untuk mencapai target net zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat, diperlukan beberapa strategi konkret," katanya.

Berdasarkan studi IESR, masih kata Bintang, beberapa strategi yang teridentifikasi pada sektor ketenagalistrikan di antaranya meningkatkan keberhasilan Commercial Operation Date (COD) PLTP sebesar 1,4 GW dan PLTA/PLTM sebesar 4,2 GW, peningkatan kapasitas program dedieselisasi PLTD tersebar 588 MW menjadi PLTS 1,2 GWp dan baterai, pembangunan 4,7 GW PLTS dan 0,6 GW PLTB. Kemudian, implementasi co-firing biomassa pada PLTU PLN dengan porsi rata-rata 10% untuk PLTU Jawa-Bali dan 20% untuk PLTU di luar Jawa-Bali dan adanya rencana pensiun dini PLTU.

"Dari beberapa pilihan teknologi yang ada, penambahan kapasitas PLTS sebenarnya dapat menjadi solusi untuk mengejar target bauran 23% dalam waktu singkat karena dibandingkan teknologi pembangkit lain, pembangunan PLTS relatif lebih cepat,” papar Bintang.

Bintang bilang akselerasi pengembangan energi terbarukan menuntut kesiapan, fleksibilitas sistem energi listrik untuk meningkatkan penetrasi macam energi terbarukan (variable renewable energy-VRE). Untuk memenuhi target NZE, peran pembangkit VRE perlu ditingkatkan, dari saat ini 0,4% menjadi sekitar 4% pada 2025 dan meningkat hingga 77% pada 2060. Selain itu, investasi dibutuhkan tidak hanya untuk pembangunan pembangkit tetapi juga pengembangan infrastruktur untuk mengakomodasi penetrasi VRE.

IESR mendorong Indonesia untuk memuluskan dan mempercepat transisi energi. Melalui penyelenggaraan Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2023, IESR akan melibatkan banyak pakar untuk mengupas lebih dalam upaya mentransformasi operasi sistem kelistrikan sebagai satu strategi peningkatan bauran energi terbarukan. IETD 2023 merupakan IETD yang keenam sejak pertama kali diselenggarakan pada 2018.