Laut Tembus Rekor Suhu Tertinggi, dan Diprediksi Naik Lebih Jauh

Penulis : Kennial Laia

Perubahan Iklim

Senin, 07 Agustus 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Suhu permukaan lautan dunia telah mencapai tingkat tertinggi. Ini terjadi karena kerusakan iklim yang dipicu pembakaran bahan bakar fosil menyebabkan lautan menjadi panas.

Minggu ini, suhu permukaan laut harian rata-rata global (SST) mencapai 20,96C. Angka ini memecahkan rekor 20,95C yang dicapai pada 2016, menurut layanan pemodelan iklim Copernicus.

Para ilmuwan mengatakan kemungkinan besar rekor tersebut akan terus dipecahkan, karena biasanya lautan berada pada titik terpanas secara global pada bulan Maret, bukan Agustus.

"Fakta bahwa kami telah melihat rekornya sekarang membuat saya gugup tentang seberapa hangat lautan antara sekarang dan Maret mendatang (2024)," kata Dr Samantha Burgess dari Copernicus, dikutip Guardian, Jumat, 4 Agustus 2023. 

Laut Barents Utara disebut ilmuwan sebagai area yang mengalami pemanasan suhu paling tinggi di Kutub Utara. Foto: Alister Doyle/Reuters File Photo

Kemungkinan suhu sebagian didorong oleh fenomena cuaca El Niño. Sebagai catatan, 2016 juga merupakan tahun El Niño. Namun, pola cuaca ini mungkin diperparah oleh gangguan iklim dan pemanasan atmosfer.

"Semakin banyak kita membakar bahan bakar fosil, semakin banyak panas berlebih yang akan diambil oleh lautan. Ini berarti semakin lama waktu yang diperlukan untuk menstabilkannya dan mengembalikannya ke tempat asalnya," kata Burgess.

Minggu ini, perdana menteri Inggris, Rishi Sunak, mengumumkan lebih dari 100 lisensi minyak dan gas baru di Laut Utara. Kebijakan ini bertentangan dengan saran para ahli iklim.

Lautan memiliki peran yang sangat penting dalam mengatur iklim dunia. Selain itu, lautan juga menyerap panas, menggerakkan pola cuaca, bertindak sebagai penyerap karbon dan memberikan kelonggaran karena hembusan udara sejuk dari laut dapat membuat suhu daratan yang panas lebih dapat ditahan. 

Namun, dampak yang bermanfaat ini berkurang karena lautan memanas, dan air hangat juga memiliki kemampuan yang lebih kecil untuk menyerap karbon dioksida. Artinya, akan ada lebih banyak gas rumah kaca di atmosfer. Pemanasan lautan juga berkontribusi pada pencairan es, yang menyebabkan kenaikan permukaan laut.

Pengukuran suhu permukaan laut yang dibuat dari kapal dilakukan lebih dari 150 tahun yang lalu dan merupakan beberapa catatan instrumen terpanjang yang tersedia untuk memahami iklim. Selama 40 tahun terakhir, terdapat juga pengukuran yang tersedia dari satelit dan pelampung.

Dari data ini, para ilmuwan telah menemukan bahwa selama periode penuh catatan tersebut, suhu permukaan laut rata-rata global telah meningkat mendekati 0,9C, dan peningkatan selama empat dekade terakhir sekitar 0,6C. Rata-rata lima tahun terakhir adalah sekitar 0,2C di atas rata-rata antara tahun 1991 dan 2020.

Beberapa daerah dengan pemanasan tercepat adalah bagian dari Samudra Arktik, Laut Baltik, Laut Hitam, dan bagian dari Pasifik ekstra tropis.

Tahun ini, sejumlah gelombang panas laut terjadi di seluruh dunia. Ini termasuk di Inggris dan Irlandia awal musim panas ini. Pekan lalu, perairan Florida, Amerika Serikat, mencapai suhu 38C yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Studi pada 2019 mengungkap, gelombang panas laut menjadi lebih sering, dengan jumlah hari gelombang panas meningkat tiga kali lipat dalam beberapa tahun terakhir. Jumlah hari gelombang panas meningkat lebih dari 50 persen dalam 30 tahun hingga 2016, dibandingkan dengan 1925-1954. 

Para ilmuwan mengatakan pada saat itu panas menghancurkan sebagian besar kehidupan laut "seperti kebakaran hutan yang menghabiskan area hutan yang luas".

Kerusakan yang disebabkan oleh titik panas ini juga berbahaya bagi umat manusia, yang bergantung pada lautan untuk oksigen, makanan, perlindungan badai, dan penghilangan karbon dioksida yang memanaskan iklim di atmosfer.