Babat Duluan Revisi RTRW Belakangan

Penulis : Tim Liputan Kolaborasi

Hutan

Kamis, 17 Agustus 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  “Anda Memasuki Areal PT Permata Borneo Abadi. Luas: +- 49.000 hektare”

Plang nama perusahaan itu terpampang di sebuah jalan sekitaran Desa Long Nyelong menuju area penebangan kayu di dalam hutan. Pada papan pemberitahuan itu, tercantum juga informasi ihwal Surat Keputusan Menteri Kehutanan Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) tahun 2011. Area tempat plang ini berdiri masuk ke dalam Kecamatan Busang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Dari pantauan tim liputan kolaborasi betahita dan mkotan tempo, hampir ratusan pekerja PT PBA sedang melakukan aktivitas eksploitasi. Sejumlah unit alat berat tampak sibuk menggaruk kawasan hutan, belasan sisanya terparkir pada pondok pekerja. Adapun puluhan pekerja lainnya sibuk menanam bibit akasia yang terlebih dulu disemai setinggi lutut. Beberapa pekerja menyebut PT PBA -nama perusahaan yang tertera dalam plang- menyewa pihak ketiga untuk melakukan penanaman tersebut.

Sekilas tak ada masalah atas keberadaan papan nama tersebut. Dalam dokumen peta interaktif Sistem Informasi Geospasial Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutunan (KLHK), lokasi izin PT PBA hanya berada di Desa Long Betuq, Kecamatan Busang. Luas Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan-Hutan Tanaman (PBPH-HT) yang mereka dapatkan seluas 49.297 hektare.

Kondisi Hutan di Long Nyelong, Kutai TImur, Kalimantan Timur . (Dokumentasi Yayasan Auriga Nusantara)

Namun persoalannya, PT PBA disinyalir melakukan ekspansi pembukaan lahan dan penebangan hutan di luar konsesi mereka: di HPK DAS Mahakam pada administrasi Desa Long Nyelong.

Peneliti Direktorat Informasi dan data Yayasan Auriga Nusantara, Adhitya Adhyaksa, mendapati pembabatan hutan yang dilakukan PT PBA di Desa Long Nyelong secara masif dimulai sejak Januari lalu. Analisa tersebut muncul dari penampangan citra satelit geospasial. “Sejak bulan tersebut pembabatan terus meluas dari sekitar 400 hektare pada Februari menjadi 1.350 hektare pada Juli. Dimungkinkan perambahan terus bertambah pada Agustus ini,” ucap Adhitya.

Penggundulan hutan ditengarai dilakukan lantaran areal hutan primer itu sedang diusulkan untuk dilepaskan dari kawasan HPK menjadi APL. Dalam dokumen usulan yang diperoleh Tempo, pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mengusulkan pelepasan kawasan hutan seluas 20.134 hektare yang tersebar di tiga lokus kecamatan pada Kabupaten Kutai Timur; di antaranya Kecamatan Busang, Muara Wahau, dan Telen. Adapun wilayah perambahan hutan terjadi di Kecamatan Busang.

Puluhan ribu hektare yang diusulkan tersebut hanya bagian kecil dari rencana perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan di Kalimantan Timur. Pemerintah provinsi itu tengah meminta agar 736.261 hektare kawasan hutan di wilayahnya dilepaskan dan diubah fungsinya.

Proses pengusulan ini bagian dari revisi Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kalimantan Timur. Persoalannya, ditemukan 95.397 hektare usulan bermasalah karena berbeda dengan usulan awal yang hanya 640.864 hektare. (Baca juga: Di Balik Senyap RTRWP Kalimantan Timur)

Siapakah PT PBA?

PT PBA merupakan produsen kayu tanaman industi pemegang hak Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan-Hutan Tanaman (PBPH-HT) yang diterbitkan KLHK pada 6 Maret 2011. Sesuai plang nama yang mereka dirikan di hutan Long Nyelong.

Aktivitas penebangan dan penanaman telah dimulai pada medio 2016-2020. Dalam dokumen penilikan, korporasi itu juga terlacak sebagai pemasok tak langsung Aisa Pacific Resources International Holdings (APRIL), korporasi bubur kertas raksasa milik keluarga taipan Sukanto Tanoto.

Akta perusahaan mencatat PT PBA dimiliki oleh tiga bisnis usaha yakni EGL Capital SDN BHD—perusahaan berbasis di Malaysia—sebagai pemegang saham mayoritas yang mencapai 441 ribu lembar. Kemudian dikuasai PT Borneo Hijau Lestari sebanyak 247 lembar dan PT Borneo Foresta Industri sebanyak 3 lembar saham.

Adapun EGL Capital SDN BHD juga diketahui memiliki saham pada PT Borneo Hijau Lestari. Saham EGL Capital SDN BHD dikuasai oleh Green Meadows Product Limited, korporasi yang berada di Hongkong, Cina, yang dimiliki Green Meadows Holdings Limited di Samoa, negara kepulauan di Samudra Pasifik.

Salah satu pengurus EGL Capital SDN BHD bernama Yap Ritchie yang merupakan pengurus pada Apical Malaysia SDN. Perusahaan ini dikenal publik dimiliki oleh keluarga Sukanto Tanoto.

Bahkan pengurusnya, Sanjay Tanwani menjadi pemilik manfaat pada PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), industri bubur kertas raksasa di Indonesia yang juga dikuasai Sukanto Tanoto. Kedua anaknya, Anderson Tanoto He dan Belinda Tanoto tercatat memiliki saham di PT RAPP melalui PT Kharisma Abadi Bersama dan PT Perkasa Riau Sentosa.

Lantas bagaimana bisa PT PBA menebangi hutan yang bukan berada di konsesi mereka? Penjelasan didapat tim dari Nopem Endan, Kepala Desa Long Nyelong.

Kondisi Hutan di Long Nyelong, Kutai TImur, Kalimantan Timur . (Dokumentasi Yayasan Auriga Nusantara

Kedok Kerja Sama dengan Warga

Nopem Endan, Kepala Desa Long Nyelong, sumringah ketika tiba-tiba pada tahun lalu perwakilan PT PBA mendatangi kampungnya. Perusahaan tersebut menawarkan kerja sama agar lahan pada kawasan hutan HPK DAS Mahakam, Desa Long Nyelong, dapat dikelola PT PBA.

Rencananya, perusahaan bakal menyewa kepada warga melalui kelompok tani yang tergabung dalam Koperasi Loq Mening Tiga, badan usaha milik desa.

“Karena wilayah itu masih berada di kawasan hutan, kami lantas dibantu perusahaan dan pemerintah untuk pengusulan agar statusnya diubah menjadi APL,” ucap pria yang juga Ketua Koperasi Loq Mening Tiga pada 5 Agustus lalu.

Singkat cerita, proses pengusulan pelepasan kawasan hutan untuk masyarakat melalui Koperasi Loq Mening Tiga diakomodir Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dan Provinsi Kalimantan Timur. Usulan mereka masuk dalam bagian rencana pelepasan kawasan HPK seluas 20.134 hektare.

Hanya saja, Nopem belum tahu jumlah yang bakal dibagi untuk warga Long Nyelong. Dia hanya menyiapkan ratusan anggota koperasi yang bakal menerima distribusi lahan kelola.

Nantinya, kata Nopem, PT PBA bakal menyewa lahan warga yang akan dilepaskan dari kawasan hutan. Setiap kepala keluarga bakal dibayar Rp 1,5 juta per hektare.

Anggota koperasi juga mendapatkan hak akses pinjaman uang Rp 200 juta kepada perusahaan. Ketika tanaman akasia sudah masuk masa panen, warga juga bakal mendapatkan hak bagi hasil sebesar 20 persen dari total pendapatan PT PBA. Hanya saja, kesepakatan tersebut, menurut Nopem belum secara resmi tertulis.

Nopem kaget ketika tahu perusahaan sudah melakukan pembukaan lahan sebelum kesepakatan dengan warga diteken. Bahkan sebelum disetujui KLHK untuk dilepaskan dari kawasan hutan.

Menurut dia, PT PBA membabat hutan tanpa koordinasi dengan warga desa. Ujung-ujungnya, pada Juli lalu ia sempat disemprit oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Kutai Timur. Mengingat lokasi tersebut juga terjadi tumpang tindih dengan dua konsesi tambang, yakni PT Batubara Nusantara Kaltim dan PT Nusantara Kaltim Coal.

Kedua perusahaan tersebut memegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi seluas 14.260 hektare dan 11.040 hektare. PT Batubara dan Coal sudah mendapatkan izin sejak 2012 dan baru akan berakhir pada 2032. Namun selama ini tak ada aktivitas eksploitasi yang mereka lakukan.

Wilayah mereka beririsan dengan HPK yang diusulkan bakal dilepaskan. Akta perusahaan mencatat, keduanya terafiliasi dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Masalahnya kemudian menjadi menggulung-gulung.

Berlian Purnama, mandor PT PBA, membenarkan perusahaannya menebang kawasan hutan di luar wilayah konsesi perusahaan. Namun, kata dia, prosesnya dilakukan karena korporasi bekerjasama dengan kelompok tani pada Koperasi Loq Mening Tiga, Desa Long Nyelong. “Kelompok tani yang mengajak kami kerja sama, memanfaatkan lahan mereka yang dikatakan lahan tidur tidak produktif, berupa belukar, dan beberapa tegakan pohon,” kata Berlian.

Klaim dia, perusahaan dan masyarakat sudah sepakat untuk menyewa lahan tersebut dengan sistem bagi hasil ketika masa panen. PT PBA lantas menebangi pohon meratakannya dengan tanah, membangun jalan, menanam akasia, dan mengelola hingga siap panen nantinya.

Namun Berlian tak mengetahui bila wilayah yang diusulkan untuk jadi APL tersebut ternyata juga masuk bagian dari konsesi tambang PT Barubara dan Coal. “Yang jelas PT PBA hanya kerja sama dengan kelompok tani, daranya pengelolaan. Saya baru tahu kalau wilayah ini juga bagian dari konsesi tambang.”

Anggota Tim Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) RTRW Kalimantan Timur, Yohanes Budi Sulistiadi, terkejut ketika lahan yang diusulkan untuk dilepaskan dari kawasan hutan justru dibabat oleh korporasi. 

Padahal lokus-lokus pelepasan di Kabupaten Kutai Timur mestinya diperuntukkan bagi masyarakat.

“Masing-masing usulan detail ada peruntukan dan penerima manfaatnya. Makanya tolong didalami bila ternyata penerimanya bukan masyarakat,” ucap pria yang juga Peneliti Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Mulawarman. (Baca juga: Ironi Berkah Tetangga Tambang)

Tim kolaborasi berupaya meminta penjelasan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar ihwal adanya pembukaan lahan tersebut. Juga terhadap Ruandha A. Sugardiman yang waktu itu masih menjabat sebagai pelaksana tugas Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan.

Siang lantas datang ke dalam hutan dekat Desa Long Nyelong itu. Seorang pekerja penebang kayu dari PT PBA terkapar. Ia meringis menahan sakit. Rupanya kaki Nikodimus terkilir lantaran terperosok di antara parit.

Lelaki 43 tahun sebenarnya tahu ia sedang menggunduli hutan yang tidak masuk ke dalam area kerja perusahaannya. Perusahaan tempat Nikodimus bekerja berupaya menyulap dengan segera kawasan hutan yang sedang dibersihkan itu menjadi kebun kayu akasia. Dalam beberapa bulan saja, PT Permata Borneo Abadi (PBA)—perusahaan tempat Nikodimus bekerja—sudah berhasil menghancurkan hutan seluas 1.350 hektare atau lebih dari 5 kali areal Stadion Utama Gelora Bung Karno yang hanya 280 hektare.

Meski mendahului proses revisi, bahkan di atas tumpang tindih lahan dengan perusahaan tambang. Babat dulu, revisi belakangan.

**Liputan ini merupakan kolaborasi betahita dengan koran tempo. Tulisan yang membahas proses revisi RTRW Nasional ini akan turun secara berangkai. Selamat membaca.

Senarai mereka yang diuntungkan. Infografer: Robby