Pandangan Pakar terhadap Revisi Serentak RTRW

Penulis : Gilang Helindro

Hukum

Kamis, 24 Agustus 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Seluruh provinsi di Indonesia diminta untuk integrasikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dengan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) di wilayah masing-masing. Edra Satmaidi, Dosen Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Bengkulu menyebut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, mengingat Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) memang berorientasi pada investasi, dan ada instrumen yang dilemahkan. 

“Kita lihat UUCK memang berorientasi pada investasi, dan ada beberapa ketentuan yang dapat mempengaruhi implementasi RTRW,” katanya saat dihubungi, Senin 21 Agustus 2023.  

Menurut Edra, RTRW sebagai instrumen perencanaan tata ruang yang mengatur tata ruang suatu wilayah dengan mempertimbangkan potensi dan karakteristik wilayah tersebut. RTRW menjadi sangat penting dalam pengaturan penggunaan lahan, pengembangan infrastruktur, pelestarian lingkungan, dan pengendalian pertumbuhan kota. 

“Namun, kebijakan pemerintah inkonsistensi dalam menjaga lingkungan, tingkat internasional berkomitmen namun tingkat nasional banyak izin dan kebijakan yang tumpang tindih,”katanya.

Kondisi Hutan di Long Nyelong, Kutai TImur, Kalimantan Timur . (Dokumentasi Yayasan Auriga Nusantara)

Edra melihat, akibat UUCK menghilangkan norma yang mewajibkan pemerintah mempertahankan minimal 30 persen kawasan hutan. Sehingga ruang inilah yang digunakan untuk mengubah kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan melalui perubahan RTRW, belum lagi intervensi Program Strategis Nasional (PSN),” katanya.

Edra menjelaskan, ada beberapa yang perlu diperhatikan. Pertama, kewenangan pemerintah pusat dan daerah. UU CK memberikan lebih banyak kewenangan kepada pemerintah pusat dalam mengatur sektor-sektor tertentu, seperti energi, investasi, dan tenaga kerja. Hal ini dapat memengaruhi bagaimana RTRW dapat diimplementasikan oleh pemerintah daerah, terutama jika terdapat konflik antara ketentuan RTRW daerah dengan kebijakan pemerintah pusat.

Kedua, pemangkasan perizinan. Salah satu tujuan UU CK adalah untuk memangkas birokrasi dalam proses perizinan. Ini dapat memengaruhi bagaimana izin-izin terkait tata ruang diberikan, termasuk izin-izin yang harus disesuaikan dengan RTRW.

Ketiga, penggabungan Izin. UUCK juga memberikan kemungkinan untuk menggabungkan izin-izin terkait berbagai aspek, termasuk lingkungan, tata ruang, dan lainnya. Ini bisa menjadi tantangan jika penggabungan izin ini tidak mempertimbangkan dengan cermat implikasi terhadap RTRW dan dampak lingkungan.

Keempat, pengaturan investasi. UUCK memiliki fokus besar pada mendorong investasi. Ini dapat berdampak pada bagaimana investasi-investasi besar diatur dalam konteks tata ruang dan lingkungan, yang dapat berpotensi melibatkan perubahan dalam RTRW.

Kelima, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). UUCK memperkenalkan konsep KEK yang memiliki fleksibilitas dalam pengaturan tata ruang dan perizinan. Meskipun ini dapat mempercepat investasi, perlu diperhatikan bahwa pengaturan KEK tidak boleh melanggar prinsip-prinsip RTRW yang telah ditetapkan.

Penting untuk mempertimbangkan bagaimana ketentuan-ketentuan dalam UUCK dapat mempengaruhi pelaksanaan RTRW. serta potensi dampaknya terhadap lingkungan dan tata ruang secara keseluruhan. 

Diperlukan kerja sama yang erat antara pemerintah pusat dan daerah, serta perhatian terhadap prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan dalam proses implementasi UUCK. "Memang kita butuh pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan, tapi jangan korbankan lingkungan dalam revisi RTRW,” tutupnya.

Roni Saputra, Pakar Hukum Universitas Islam Negeri Imam Bonjol, Padang menyebut, penggabungan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dengan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) di wilayah masing-masing itu akan efektif karena satu data digunakan secara bersama. 

“Namun masalahnya, ketika tata ruang laut ditarik ke tata ruang wilayah nanti siapa yang akan berwenang dalam penegakan hukumnya,” ungkap Roni saat dihubungi Selasa, 22 Agustus 2023.

Menyangkut kaitannya dengan UUCK, ada beberapa hal yang diapresiasi, namun ada pula yang perlu dikritik, kata Roni. Seperti revisi tata ruang, RTRW daerah mengacu pada provinsi, RTRW provinsi mengacu pada nasional. 

Roni menjelaskan, secara normatif, keterlibatan masyarakat menjadi penting dalam setiap pengambilan kebijakan. Begitu juga dengan penyelenggaraan tata ruang, dalam PP 21 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang ini, kata Roni, konsultasi publik menjadi salah satu prosedur yang harus dijalankan dalam perencanaan tata ruang baik nasional maupun daerah.

Tapi persoalannya, menurut Roni, pertama, ketika tata ruang ditarik ke pusat, bagaimana partisipasi masyarakat. “Terjadi konflik di daerah misalnya dan akan terbatas menyoal advokasi, daerah tidak punya kewenangan,” katanya.

Persoalan kedua, ada ruang dan celah korupsi dengan revisi tata ruang hari ini, peluang terjadinya korupsi terpusat, siapa yang punya kuasa, akan ada celah untuk korupsi. “Dengan celah korupsi seperti ini, siapa yang akan menjadi pengawasan,” ungkap Roni.

Ketiga, soal penetapan ruang yang diusulkan, masyarakat banyak tidak tahu, pemerintah pusat mengirim tim ke daerah, proses pemantauan dan penetapan untuk direvisi tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Contohnya dalam proses revisi RTRW Provinsi, mungkin bisa kita lihat Kalimantan Timur (Kaltim), Jawa Timur (Jawa Timur) dan Sumatera Barat (Sumbar) misalnya, keterlibatan masyarakat masih belum optimal. 

“Pemerintah pusat tidak mengetahui kondisi dilapangan, tapi penetapan diminta segera, hal ini akan menciptakan konflik baru,” tutupnya.

Wahyu Eka Styawan, Direktur Walhi Jatim menyebut Rancangan Peraturan Daerah tentang Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Timur sangat mengkhawatirkan. Sebab ditemukan potensi peningkatan jumlah tambang, terutama di kawasan hutan yang tentunya difasilitasi melalui perencanaan tata ruang. Hal tersebut dapat dilihat pada Pasal 12 Rancangan Perda RTRW Provinsi Jatim, yang menyebut pertambangan dikategorikan sebagai kawasan budidaya.

"Penting untuk menyoroti dan menyuarakan persoalan semakin meningkat dan meluasnya industri ekstraktif di Jawa Timur, baik yang legal maupun ilegal," kata, Selasa, 22 Agustus 2023.

Wahyu menambahkan, pertambangan berbahaya, sebab kegiatan ekstraksi yang mengeruk saripati bumi, sementara budidaya secara definisi adalah sebuah upaya yang terencana untuk memelihara dan mengembang-biakan tanaman atau hewan supaya tetap lestari sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan. “Parahnya tidak hanya tambang, perumahan, infrastruktur dan pertahanan keamanan dimasukkan dalam kategori ini,” katanya.

Menurut Wahyu, RTRWP juga akan membuka ruang industri ekstraktif baik darat dan laut, serta infrastruktur penunjangnya. Lalu membuka ruang eksploitasi berbasis kawasan ekonomi khusus seperti Gerbangkartasusila untuk kawasan penyangga megapolitan serta kawasan ekonomi khusus pariwisata seperti singasari yang berada di Malang Raya dan melingkari kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).

“Selain itu, pembangunan infrastruktur penunjang seperti PSN, terutama pengembangan jalan tol terintegrasi antara pantura, kawasan tengah dan pesisir selatan. Ditambah di koridor tengah atau kawasan tengah direncanakan akan dibangun mega project geothermal sepanjang Lawu hingga Ijen,” tutupnya.