Putusan Kasus Karhutla PT KS Jangan Jadi Macan di Atas Kertas
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Karhutla
Selasa, 22 Agustus 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Hukuman denda Rp175 miliar yang dijatuhkan Mahkamah Agung (MA) kepada PT Kumai Sentosa (KS), perusahaan sawit pelaku kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah (Kalteng), mendapat apresiasi dari masyarakat sipil. Tapi Putusan MA yang mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) itu, diharapkan tidak hanya menjadi macan di atas kertas belaka.
Direktur Walhi Kalteng, Bayu Herinata, mengatakan, putusan yang ditetapkan oleh Majelis Hakim MA dalam kasus kebakaran lahan PT KS itu sangat tepat. Karena menguatkan keputusan Majelis Hakim pada pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri (PN) Pangkalan Bun.
Bayu mengatakan, penggunaan pembuktian dengan pertanggungjawaban mutlak (strict liability) adalah pertimbangan yang baik. Khususnya soal komitmen agar prinsip-prinsip keadilan pada perkara lingkungan hidup. Putusan ini menurutnya menjadi preseden baik dalam upaya penegakan hukum lingkungan hidup ke depan.
“Putusan ini sangat kami apresiasi, namun jangan sampai putusan ini hanya menjadi macan diatas kertas seperti putusan-putusan lainnya terkait gugatan karhutla oleh KLHK kepada perusahaan yang sampai saat ini sebagian besar belum dilakukan eksekusi. Kami mendesak Pengadilan negeri Pangkalan Bun bersama KLHK agar segera melakukan eksekusi atas putusan ini,” Kata Bayu, Senin (21/8/2023).
Bayu mengatakan, proses eksekusi, khususnya terkait tanggung jawab kegiatan pemulihan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan, harus dilakukan secara transparan dan memastikan keterlibatan publik. Agar publik dapat turut mengawasi dan mengawal dalam proses eksekusi yang akan dilakukan.
Dampak El Nino yang diprediksi BMKG, lanjut Bayu, akan memuncak pada Agustus dan September 2023 telah terjadi saat ini. Fenomena El Nino ini berpotensi menimbulkan kekeringan berkepanjangan yang mengakibatkan terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan di segala tempat tanpa terkecuali Kalteng.
Oleh karenanya, Bayu berpendapat, PT Kumai Sentosa semestinya segera melakukan pemulihan lingkungan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya kembali Kebakaran mengingat lokasi PT Kumai Sentosa ini menjadi lokasi yang rentan terjadinya Karhutla.
“PT Kumai Sentosa ini beraktivitas di lahan gambut dan juga berbatasan dengan Taman Nasional Tanjung Puting. Lokasi ini adalah wilayah rentan terjadi kebakaran. Lahan gambut yang rusak adalah faktor utama kenapa kebakaran terjadi di sana. Harusnya PT Kumai Sentosa segera melaksanakan putusan yang ada sebagai komitmen untuk pemulihan lingkungan. Jangan sampai kebakaran malah terjadi lagi pada area konsesi ini,” ujar Bayu.
Manajer Advokasi dan Kajian Walhi Kalteng, Janang Firman Palanungkai, menambahkan, putusan bersalah terhadap perusahaan sebagai pelaku kebakaran hutan dan lahan tidak hanya sekali ini. Bahkan sebelumnya ada beberapa perusahaan yang terbukti bersalah, namun hingga saat ini belum ada kabarnya terkait eksekusi atas putusan Pengadilan.
“Sebelumnya ada PT Arjuna Utama Sawit di Kabupaten Katingan dan PT Kalimantan Lestari Mandiri di Kabupaten Kapuas yang juga dinyatakan bersalah. Namun hingga saat ini eksekusi putusan tersebut, masih belum kita ketahui apakah sudah dilakukan atau tidak,” ungkap Janang.
Janang melanjutkan, adalah waktu yang tepat bagi pemerintah untuk segera melakukan audit perizinan, serta audit lingkungan terhadap perusahaan-perusahaan besar di Kalteng. Terutama melakukan tindakan kepada perusahaan yang beraktivitas di lahan gambut, karena hal itu yang mengakibatkan dampak buruk lingkungan serta penyebab karhutla di Kalteng.
“Dengan adanya putusan ini seharusnya pemerintah segera bergerak cepat untuk melakukan audit perizinan dan audit lingkungan kepada perusahaan besar di Kalteng terutama yang beraktivitas di lahan Gambut. Jangan sampai mimpi buruk di tahun 2015 dan tahun 2019 terulang kembali. Apalagi kita sudah masih masa El Nino yang akan berkontribusi meningkatkan panas bumi dan terjadi kebakaran yang massif,” ucap Janang.
Sebelumnya, pada 18 Juli 2023 lalu, Majelis Hakim MA yang diketuai Yakup Ginting, dengan M. Yunus Wahab dan Nani Indrawati, sebagai Anggota Majelis Hakim Agung, memutuskan PT Kumai Sentosa bersalah dan bertanggung jawab mutlak atas peristiwa kebakaran lahan pengelolaan yang terletak di Desa Sei Cabang, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kobar, Kalteng, sebagaimana dalam peta lokasi areal terbakar inti PT Kumai Sentosa, pada sidang terbuka dengan nomor perkara Nomor 527 PK/Pdt/2023.
Dalam kasus ini PT Kumai Sentosa dijatuhkan bayar denda kerugian materiil sejumlah Rp175.179.930.000. Selain itu Majelis Hakim juga menghukum PT Kumai Sentosa untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan hidup pada areal bekas kebakaran.
Gugatan yang dilakukan oleh Menteri LHK melawan PT Kumai Sentosa ini awalnya didaftarkan di PN Pangkalan Bun pada 16 November 2020, atas kejadian kebakaran lahan seluas 3.000 hektare di Desa Sungai Cabang. Pada 23 September 2021, PN Pangkalan Bun memutus perkara nomor: 39/Pdt.G/LH/2020/PN.PBu, dengan amar putusan menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi materiil secara tunai kepada penggugat melalui rekening kas negara sejumlah Rp175.179.930.000 dan menghukum tergugat untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan hidup pada areal tersebut.
Atas dasar putusan PN Pangkalan Bun tersebut, Menteri LHK melalui kuasanya mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Palangkaraya melalui PN Pangkalan Bun yang kemudian disusul dengan upaya hukum banding PT KS. Di tingkat ini, PT Palangkaraya memutuskan menolak gugatan pertanggungjawaban mutlak (strict liability) dari Terbanding/Pembanding semula Penggugat untuk seluruhnya dan menghukum Penggugat untuk membayar biaya yang timbul dari perkara tersebut dalam perkara nomor: 102/Pdt.G-LH/2021/PT PLK.
Terhadap putusan PT Palangkaraya itu, Menteri LHK melalui kuasanya melakukan upaya hukum kasasi. Namun, pada tingkat kasasi ini, berkas permohonan dikembalikan oleh MA, karena dianggap tidak memenuhi syarat kasasi dan PK. Keberatan atas berkas permohonan kasasi dikembalikan, KLHK selanjutnya mengajukan permohonan PK ke MA, yang hasilnya kemudian berupa putusan yang diketok pada 18 Juli 2023 lalu dalam perkara Nomor 527 PK/Pdt/2023.