Harus Ada Identifikasi Perubahan Kebijakan Menuju JETP

Penulis : Gilang Helindro

Energi

Selasa, 22 Agustus 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Seiring dengan penyiapan Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) JETP yang masih berlangsung hingga Oktober. Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Energi IESR mengatakan, melalui proses JETP, harus ada identifikasi perubahan kebijakan untuk mengakselerasi transisi energi. 

Deon menyebut, hal ini penting agar arah perubahan kebijakan terfokus pada strategi tertentu agar ada integrasi implementasi antar berbagai kementerian dan lembaga. Harus ada prioritas dalam arah kebijakan, misalnya pengakhiran subsidi energi fossil, khususnya kebijakan harga DMO batubara, pembangunan PLTS secara masif dan pengembangan industri manufaktur surya. 

“Penentuan strategi utama penting agar eksekusi lancar dilakukan dalam 3-5 tahun mendatang atau bahkan lebih cepat lagi dengan dukungan implementasi dari berbagai kementerian dan lembaga. Implementasi strategi terintegrasi ini yang dapat dukung capai visi Indonesia Emas 2045,” kata Deon dalam keterangan resminya, Senin 21 Agustus 2023.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR menyatakan presiden harus memerintahkan jajarannya untuk meningkatkan bauran energi terbarukan di 2024 demi mengejar target 23 persen bauran energi terbarukan di 2025.

Energi bersih dan terbarukan seperti tenaga angin dan matahari semakin murah, dan memungkinkan dunia untuk mencapai target 1.5C dengan target dan kebijakan yang tidak mendukung energi fosil. Dok IEA

“Untuk itu dalam 2,5 tahun mendatang harus dapat dibangun 11 GW pembangkit energi terbarukan,” katanya. 

Fabby menjelaskan, dalam kondisi sistem kelistrikan PLN masih mengalami overcapacity, penetrasi energi terbarukan yang progresif memerlukan pengakhiran operasi PLTU yang sudah berusia tua dan tidak efisien. APBN 2024 juga harus diarahkan untuk mendukung akselerasi pemanfaatan energi terbarukan di luar Jawa-Bali, mereformasi kebijakan dan regulasi yang menghambat akselerasi energi terbarukan, mempersiapkan pensiun dini PLTU, dan menyiapkan proyek-proyek energi terbarukan skala besar untuk ditawarkan kepada investor. 

Menurut Fabby, Indonesia perlu mengambil langkah yang lebih agresif untuk menghindari krisis iklim dengan menunjukkan komitmen politik yang lebih kuat untuk mengurangi penggunaan batubara dan menegaskan pengakhiran operasi PLTU pada 2050. 

IESR mencatat salah satu sumber polusi berasal dari  pembakaran batubara di pembangkitan listrik dan industri yang berada di sekitar Jabodetabek. 

Tahun lalu pemerintah dan IPG telah menyepakati Just Energy Transition Partnership (JETP). Kesepakatan ini merupakan kesempatan Indonesia untuk mengakselerasi transisi peningkatan energi hijau sebelum 2030 yang adil dan terjangkau.

"Untuk itu, APBN 2024 juga harus dialokasikan untuk mendukung implementasi Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP),” kata Fabby. 

IESR berharap agar penyusunan belanja APBN juga memasukan upaya untuk mengurangi subsidi energi fosil dan mengantisipasi dampak transisi energi pada masyarakat.  Anggaran dari penurunan energi fosil dapat dipakai untuk mengembangkan energi terbarukan, penghentian operasi dini PLTU, dan program terstruktur mengantisipasi dampak transisi energi bagi masyarakat, pekerja dan daerah penghasil batubara.