Berharap Tak Lagi Ada Kuota Tangkap dan Ekspor Monyet

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Biodiversitas

Rabu, 23 Agustus 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Pada 2022 lalu, sebanyak 990 monyet ekor panjang (MEP) Indonesia diekspor ke Amerika Serikat, 870 individu di antaranya berasal dari tangkapan langsung dari alam liar. Ada harapan agar di tahun-tahun mendatang, tak ada lagi kuota penangkapan satwa bernama ilmiah Macaca fascicularis itu dari alam untuk tujuan ekspor.

Aktivitas penangkapan monyet ekor panjang untuk tujuan ekspor di Indonesia telah lama mendapat respon negatif masyarakat sipil. Angelina Pane, co-founder Animal Friends Jogja (AFJ) menyebut monyet ekor panjang merupakan primata asli Asia Tenggara yang paling banyak diperdagangkan untuk digunakan di laboratorium. Angelina tak setuju dengan itu, dan mengecam hal tersebut.

Saat ini, katanya, International Union for Conservation of Nature (IUCN) atau Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam sudah menetapkan status terancam punah pada monyet ekor panjang karena eksploitasi besar-besaran oleh industri penelitian juga perburuan dan kehilangan habitat alaminya.

Tidak hanya mengancam keberadaan spesies monyet ekor panjang di alam, industri ini juga mempraktikkan kekejaman luar biasa terhadap satwa, sejak penangkapan, transportasi jarak jauh lalu praktik mengerikan untuk uji coba racun serta eksperimen biomedis di laboratorium.

Masyarakat sipil berharap di tahun-tahun mendatang tidak ada lagi kuota penangkapan monyet ekor panjang untuk tujuan ekspor. Foto: Jean-Christophe Vie/IUCN.

"Padahal sudah banyak studi yang mengungkapkan bahwa penggunaan hewan dalam uji biomedis telah berkali-kali gagal meningkatkan kesehatan manusia," katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (17/8/2023) lalu.

Tak hanya itu, menurut Angelina, ekspor monyet hasil tangkapan dari alam juga berisiko terhadap kesehatan masyarakat dari patogen mematikan, bakteri dan virus zoonosis yang dapat dibawa oleh monyet. Primata non-manusia yang hidup bebas di alam tidak mungkin menyebarkan penyakit kepada manusia. Namun, ketika mereka diperangkap, diangkut dan dikurung, mereka menjadi sangat tertekan dan dapat melepaskan organisme penyebab penyakit.

"Bagaimana mungkin monyet-monyet yang ketakutan, sakit dan tertekan bisa diandalkan untuk menyembuhkan manusia? Kami mendesak pemerintah Indonesia untuk meniadakan kuota tangkap dan menghentikan praktik ekspor monyet ekor panjang sekarang juga," harap Angelina.

Berdasarkan sebuah dokumen yang Betahita lihat, pada 2022 lalu, terdapat ekspor monyet ekor panjang yang dilakukan dua perusahaan asal Indonesia, yakni CV Indonesian Aquatics Export (Inquatex) dan CV Primaco, ke Amerika Serikat. Totalnya sebanyak 990 individu.

Dari dua perusahaan tersebut, ekspor dari CV Inquatex mendapatkan sorotan. Karena monyet ekor panjang yang diekspor berasal dari hasil tangkapan di alam, bukan hasil penangkaran atau individu generasi kedua.

Dalam dokumen tersebut, CV Inquatex tercatat melakukan dua kali pengiriman monyet ekor panjang, dengan total sebanyak 870 individu. Tujuannya ke Product Primate di Florida, Amerika Serikat.

Pengiriman dimaksud, yang pertama, dilakukan pada 5 Juni 2022 sebanyak 360 ekor hasil tangkapan liar, dengan keterangan untuk tujuan komersial/perdagangan, dengan nilai ekspor USD306 ribu. Pengiriman kedua dilakukan pada 20 Desember 2022, sebanyak 510 ekor, juga hasil tangkapan alam, dengan keterangan untuk tujuan penelitian, nilai ekspornya mencapai USD433.500.

Sementara CV Primaco, tercatat mengekspor monyet ekor panjang bersumber F (kode F) untuk tujuan penelitian, ke Charles River Laboratories, Amerika Serikat, sebanyak 120 individu dengan nilai ekspor sekitar USD120 ribu. Kode F tersebut diartikan merupakan individu yang salah satu atau kedua induknya ditangkap di alam liar atau individu yang lahir dari upaya penangkaran.

Sarah Kite, co-founder, Action for Primates, organisasi advokasi primata non-manusia yang berbasis di Inggris, mengaku sangat prihatin setelah mengetahui sepanjang 2022 lalu CV Inquatex telah menangkap dan mengekspor 870 monyet ekor panjang liar ke pedagang primata di AS. Dia bilang, ada penentangan luas terhadap perdagangan kembali primata yang ditangkap secara liar karena memberikan penderitaan yang tak terhindarkan dan luar biasa, ketakutan mereka saat penangkapan dan pemindahan paksa dari habitat dan keluarga asli mereka.

Dengan peningkatan status konservasi monyet ekor panjang baru-baru ini menjadi Terancam Punah, praktik itu tidak bisa dimaafkan. Setelah bertahun-tahun Pemerintah Indonesia tidak mengizinkan tangkapan liar untuk diekspor, belakangan justru mengizinkan perdagangan tidak sesuai dengan kesejahteraan satwa, untuk penelitian global dan industri uji toksisitas ini berlanjut.

"Hal itu akan menambah tekanan negatif serius pada kelangsungan hidup jangka panjang dari spesies ini,'' katanya.