Jumlah Energi Fosil untuk Listrik di UE Turun ke Rekor Terendah 

Penulis : Kennial Laia

Energi

Kamis, 31 Agustus 2023

Editor : Raden Ariyo Wicaksono

BETAHITA.ID - Uni Eropa (UE) semakin mengurangi energi fosil dalam memenuhi kebutuhan energinya. Data menunjukkan bahwa wilayah tersebut memasok pembangkit listriknya dengan jumlah batu bara, minyak, dan gas yang lebih sedikit dibandingkan yang pernah tercatat sebelumnya. 

Ke-27 negara anggota menggunakan bahan bakar fosil 17% lebih sedikit untuk menghasilkan listrik antara bulan Januari dan Juni 2023 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Ember, sebuah lembaga think tank untuk energi ramah lingkungan. 

UE menghasilkan listrik sebesar 410TWh dari sumber-sumber yang melepaskan gas-gas pemanas bumi, yang menurut para analis merupakan tingkat terendah sejak 2015 – tahun pertama mereka memiliki data bulanan – dan “sangat mungkin terjadi” sejak 2000.

Penurunan produksi bahan bakar fosil ini didorong oleh penurunan permintaan listrik, serta pertumbuhan energi ramah lingkungan, demikian temuan studi tersebut.

Aktivis Greenpeace Indonesia membentangkan banner dengan pesan “Quit Coal”, saat mereka memblokade crane yang akan memuat batu bara di PLTU batu bara Cirebon, Jawa Barat. Foto: Ardiles Rante

“Kami senang melihat penurunan bahan bakar fosil, namun dalam jangka panjang, hal ini tidak akan berkelanjutan jika hanya mengandalkan penurunan permintaan,” kata Matt Ewen, analis data di Ember dan penulis laporan tersebut, dikutip Guardian, 30 Agustus 2023. 

“Kita harus mengganti energi ini, bukan hanya mengharapkannya hilang dan tidak digunakan lagi,” tambah Ewen. 

Dalam upayanya menghentikan pemanasan global, UE berjanji untuk mengurangi polusi gas rumah kaca setidaknya sebesar 55% dari tingkat polusi pada 1990 pada akhir dekade ini, serta mencapai emisi nol pada 2050. 

Laporan tersebut menemukan bahwa produksi fosil pada paruh pertama 2023 turun lebih dari 20% di 11 negara UE dan lebih dari 30% di lima negara UE. Empat belas negara mencatatkan total produksi fosil terendah pada periode tersebut. Di tujuh negara – Austria, Republik Ceko, Denmark, Finlandia, Italia, Polandia dan Slovenia – pembakaran bahan bakar fosil mencapai titik terendah pada abad ini.

Temuan ini mendukung analisis pada bulan Juni dari Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA), sebuah organisasi penelitian nirlaba, yang menunjukkan “pergeseran yang jelas dari pembangkit listrik berbasis bahan bakar fosil di UE”.

Namun meski harga energi yang tinggi telah menurunkan permintaan, “ketergantungan UE pada bahan bakar fosil tetap ada”, kata Petras Katinas, analis energi di CREA dan salah satu penulis laporan tersebut.

“Ketergantungan ini juga meluas ke sumber-sumber eksternal. Mengingat sebagian besar kebutuhan bahan bakar fosil UE dipenuhi melalui impor dari negara ketiga, maka terdapat kerentanan. Bahkan gangguan kecil pada rantai pasokan dapat menyebabkan kenaikan harga dan potensi kekurangan energi,” kata Katinas. 

Laporan Ember menemukan bahwa pertumbuhan tenaga surya terus berlanjut pada paruh pertama tahun ini, menghasilkan 13% lebih banyak listrik dibandingkan periode yang sama pada tahun 2022. Pembangkit listrik tenaga angin meningkat sebesar 5%, sementara pembangkit listrik tenaga air tumbuh 11% setelah kekurangan akibat kekeringan yang meluas tahun lalu. Produksi nuklir turun 4%, namun diperkirakan akan meningkat sepanjang tahun ini.

Laporan tersebut menemukan bahwa beberapa negara memecahkan rekor dalam hal porsi listrik mereka yang berasal dari sumber energi terbarukan. Yunani dan Romania melewati 50% untuk pertama kalinya dan Denmark dan Portugal menembus 75%.

Setelah Rusia menginvasi Ukraina tahun lalu, harga gas melonjak dan UE memberlakukan tindakan darurat untuk mengurangi permintaan. Musim dingin yang sejuk secara tidak terduga juga memengaruhi turunnya permintaan listrik sebesar 5% pada paruh pertama 2023 dibandingkan dengan tahun 2022.

Laporan Ember menemukan bahwa penurunan permintaan disebabkan oleh perubahan seperti penggunaan energi yang lebih efisien, namun sebagian besar perubahan tersebut “tidak berkelanjutan atau tidak diinginkan”.

Laporan tersebut meminta pemerintah untuk membangun turbin angin dan panel surya lebih cepat. Dikatakan juga bahwa mereka harus “segera” memperluas jaringan listrik, membangun lebih banyak baterai untuk menyimpan listrik dan menyederhanakan proses untuk mendapatkan izin infrastruktur energi ramah lingkungan.