Bank Guyur Triliunan Dolar untuk Ekspansi Fosil di Global Selatan
Penulis : Kennial Laia
Perubahan Iklim
Rabu, 06 September 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Laporan terbaru mengungkap, bank mengucurkan triliunan dolar untuk mendukung ekspansi industri yang paling menghasilkan emisi karbon di global selatan atau negara berkembang.
Menurut ActionAid, organisasi nonpemerintah internasional yang merilis analisis ini, negara berkembang seringkali berada di garis depan dalam krisis iklim. Namun mereka kekurangan sumber daya untuk membuat rencana aksi iklim. Dus, mereka memerlukan bantuan triliunan dolar untuk mendekarbonisasi perekonomian dan beradaptasi dengan pemanasan dunia.
Namun lembaga keuangan justru membantu mendorong negara tersebut ke arah yang berlawanan, tulis ActionAid dalam laporan yang dirilis Senin, 4 September 2023.
“Mereka mengatakan bahwa uang membuat dunia berputar, namun uang sebenarnya membuat dunia berjalan mundur,” kata Teresa Anderson, pemimpin global keadilan iklim ActionAid International, dikutip Guardian.
Untuk laporan ini, ActionAid bekerja sama dengan perusahaan konsultan perdagangan internasional Profundo untuk mengumpulkan data tentang pinjaman dan penjaminan bank-bank internasional besar kepada perusahaan bahan bakar fosil dan agribisnis.
ActionAid menemukan bahwa antara tahun 2016 dan 2022, bank-bank tersebut telah menyediakan sekitar $3,2 triliun kepada industri bahan bakar fosil untuk memperluas operasinya di wilayah selatan.
Pemodal bahan bakar fosil ini yang paling banyak ini melibatkan bank-bank Tiongkok yang mendanai pembangunan batu bara, minyak, dan gas di negara tersebut. Bank-bank terkemuka Amerika seperti Citigroup, Bank of America dan JP Morgan Chase juga telah menawarkan triliunan dolar kepada Saudi Aramco, Exxon, dan perusahaan bahan bakar fosil lainnya untuk aktivitas bahan bakar fosil di negara-negara berkembang di kawasan seperti Amerika Selatan dan Afrika.
Menurut analisis tersebut, dalam rentang waktu yang sama bank-bank internasional besar juga telah meminjamkan dan menanggung setidaknya $370 miliar untuk perluasan industri pertanian global yang berbasis di wilayah selatan.
HSBC Eropa dan Bank of America Amerika Serikat, JP Morgan Chase, dan Citigroup memimpin kelompok ini dengan menawarkan miliaran dolar kepada raksasa pertanian besar seperti Bayer (yang mengakuisisi Monsanto pada 2016), ADM, Cargill, dan ChemChina.
Industri pertanian menempati urutan kedua sektor yang paling berkontribusi pada pemanasan global. Ini karena polusi dari produksi dan penggunaan pupuk kimia, emisi metana dari peternakan, dan meluasnya praktik pembukaan hutan yang menyerap karbon untuk lahan pertanian.
“Dampak industri pertanian ini tidak pernah dibahas, dan kami merasa ini harus mulai disorot karena iklim,” kata Anderson.
Penelitian tersebut, kata Anderson, menyoroti keterputusan antara pernyataan publik lembaga keuangan mengenai perubahan iklim dan tindakan mereka.
“Bank-bank global sering kali membuat pernyataan publik bahwa mereka sedang mengatasi perubahan iklim, namun skala pendanaan yang terus mereka guyurkan untuk bahan bakar fosil dan industri pertanian sungguh mengejutkan,” katanya.
Beberapa bank telah memperbarui kebijakan iklim mereka dalam beberapa tahun terakhir. Citigroup, misalnya, tahun lalu menetapkan target pengurangan emisi untuk pembiayaan energinya dan berjanji untuk menetapkan target serupa untuk pinjaman pertanian pada tahun 2025.
HSBC mengklaim telah memperbarui kebijakan pembiayaan energi pada Desember tahun lalu. Mereka tidak akan lagi memberikan layanan keuangan atau konsultasi baru untuk tujuan spesifik proyak yang berkaitan dengan ladang minyak dan gas baru, atau infrastruktur terkait di wilayah yang kritis terhadap lingkungan hidup.
Namun antara tahun 2016 dan 2022, laporan tersebut mengatakan, bank-bank internasional menghabiskan rata-rata $513 miliar setiap tahunnya untuk bahan bakar fosil dan gabungan industri pertanian. Aliran pendanaan yang sangat besar ini jauh lebih kecil dibandingkan jumlah uang yang disalurkan negara-negara utara ke negara-negara selatan untuk membantu mengurangi emisi dan mendukung adaptasi iklim.
Dalam rentang waktu yang sama, pemerintah negara-negara di wilayah utara secara kolektif hanya menghabiskan rata-rata $22,25 miliar untuk pendanaan iklim internasional setiap tahunnya. Hal ini merupakan tanda bahwa penyebab krisis iklim mendapat lebih banyak dukungan dibandingkan solusinya, kata analisis tersebut.
“Peningkatan pendanaan bahan bakar fosil benar-benar tidak masuk akal ketika kita, dan sebagian besar dari kita di dunia ini, berada dalam krisis planet ini,” kata Farah Kabir, yang memimpin advokasi ActionAid di Bangladesh.
Laporan tersebut menyerukan kepada pemerintah negara-negara utara untuk meningkatkan hibah publik tanpa ikatan untuk energi terbarukan, pertanian regeneratif rendah karbon, dan rencana adaptasi iklim di negara-negara miskin, serta meningkatkan peraturan di sektor keuangan dalam upaya mengurangi pendanaan bagi industri yang menimbulkan polusi.