Menyoal Cemaran Limbah, Perlu Perketat Pengawasan Sungai Brantas

Penulis : Gilang Helindro

Lingkungan

Jumat, 08 September 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Sungai Brantas menjadi salah satu sungai prioritas di Provinsi Jawa Timur. Namun, dalam penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Sungai Brantas salah satu sungai yang tercemar di Indonesia.

Wahyu Eka Styawan, Direktur Walhi Jatim menyebut, sudah seharusnya pemerintah memperketat pengawasan terhadap pembuangan limbah ke Sungai Brantas. Menurut Wahyu, harusnya ada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan pengecekan berkala. “Dinas Lingkungan Hidup sesuai amanat UU PPLH dan tugasnya memang ada pengecekan berkala selama 6 bulan sekali,” katanya saat dihubungi Rabu, 6 September 2023.

Praktik pemantauan ini, kata Wahyu, diatur dalam Permen LHK No 93 tahun 2018 dan mengenai baku mutu diatur dalam Permen LH 5 Tahun 2014. “Pemantauan ini diatur dalam Permen, baik pemerintah maupun pengusaha wajib melakukan pemantauan dan laporan berkala,” katanya.

Praktiknya, ungkap Wahyu, di lapangan seringkali tidak jalan, baik dari perusahaan maupun dari dinas terkait, tidak melakukan pemantauan dan pelaporan, serta pengelolaan air limbah sesuai baku mutu.

Ilusitrasi Sungai Tercemar Limbah. Foto: Ecoton

Ada tiga hal dalam lingkup pencemaran di sepanjang Sungai Brantas. Pertama, tidak menjalankan praktik pengelolaan air limbah dengan baik, dikelola ketika ada yang protes atau sidak, baru diperbaiki setelah itu biasanya mengulangi, atau membuang limbah saat orang tidak tahu, seperti saat hujan lalu di waktu malam menjelang dini hari.

Kedua, tidak ada pemantauan yang serius sehingga terkesan hanya menggugurkan kewajiban ini sering terjadi. Ketiga, tidak ada penindakan, hal ini yang membuat pencemaran terus berulang. Ada penindakan ketika sudah parah atau menjadi sorotan sampai masyarakat yang protes. Jadi jelas beban sungai dari sampah maupun limbah, dilihat dari warnanya yang mulai berubah, kawasan dekat industri misalnya. “Sepanjang arah Mojokerto hingga Surabaya, bisa dirasakan sendiri,” tutupnya.

Dalam penelitian BRIN, menyebut sekitar 80 persen pencemaran yang terjadi di sepanjang aliran Sungai Brantas pada bagian hulu disebabkan oleh limbah domestik rumah tangga, limbah industri, hotel, dan restoran. 

Sungai Brantas dilalui 11 Kabupaten/Kota diantaranya yaitu Malang, Batu, Blitar, Tulungagung, Kediri, Nganjuk, Jombang, Mojokerto, Gresik, Sidoarjo, dan Surabaya. Sungai ini memiliki panjang 320 kiometer yang bersumber di daerah hulu Sumber Brantas - Bumiaji, Batu dan bermuara di selat Madura/laut Jawa.   

Menurut penelitian BRIN, menunjukkan lokasi penelitian anak sungai hulu bagian atas sudah mengandung logam beracun dan berbahaya bagi kehidupan organisme seperti: lead (Pb), copper (Cu), iron (Fe), chromium, nitrat, nitrit, kesadahan air (hardness), klorin dan pH air 7.2.

Pada penelitian di anak sungai bagian tengah (Dusun Kajar) mengandung logam berbahaya berupa lead (Pb), sulfite, bromine, nitrat, nitrit, kesadahan air (hardness), klorin, dan pH air 6.8-7.2. Sedangkan pada lokasi ketiga bagian bawah mengandung logam berbahaya berupa lead  (Pb), sulfit, nitrat, nitrit, kesadahan air, klorin, dan pH air 7.2. 

Tim Ecoton, pada 6-8 agustus 2023, melakukan investigasi limbah yang dibuang di sungai brantas, setelah limbah PT Chiel Jedang yang dibuang di sungai brantas hingga berwarna coklat.

Dalam penelusuran Ecoton, PT Daesang (miwon) juga membuang limbah cair ke sungai brantas tanpa pengolahan yang baik. Nilai kualitas air di PT Daesang (Miwon) pada parameter DO, TDS, Amonia, dan fosfat melebihi batas baku mutu. Jika dibandingkan dengan PT Ajinomoto, limbah yang dibuang tidak berwarna coklat dan nilai TDS tidak melebihi standar baku mutu.