Batalkan Kontrak 1,3 GW Listrik Batu Bara, PLN Dituntut Konsisten
Penulis : Kennial Laia
Energi
Kamis, 14 September 2023
Editor :
BETAHITA.ID - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) membatalkan kontrak jual-beli listrik dengan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. Total kapasitas yang kandas sebesar 1,3 gigawatt, yang diklaim akan mengurangi emisi gas rumah kaca Indonesia.
Menurut Direktur Utama PT PLN Darmawan Prasodjo, penghentian kontrak ini setara dengan pengurangan emisi gas rumah kaca lebih dari 150 juta ton karbon dioksida selama 25 tahun.
"Tiga tahun lalu ada 1,3 gigawatt (GW) PLTU batu bara yang sudah berkontrak dengan PLN berhasil dibatalkan," kata Darmawan dalam pembukaan PLN Nusantara Power Connect 2023 di Jakarta, Senin, 11 September 2023, dikutip Kompas.com.
Selain itu, PLN menghapus rencana pembangunan PLTU batu bara sebesar 13 GW dalam dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) hingga 2040. Dari eliminasi ini, emisi yang dapat dikurangi sebesar 1,8 miliar ton karbon dioksida selama 25 tahun.
Dalam RUPTL tersebut, pembangkit batu bara yang dibatalkan ini akan diganti dengan pengembangan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan dengan kapasitas total 21 GW.
Menurut Darmawam, rancangan RUPTL terbaru ini menjadi yang paling hijau dalam sejarah PT PLN dan Indonesia.
"Ini yang paling hijau dalam sejarah PLN dan juga dalam sejarah Indonesia, yaitu 51,6% penambahan kapasitasnya berbasis pada energi baru terbarukan," ujar Darwaman.
Energi baru terbarukan (EBT) yang akan dikembangkan dalam rancangan RUPTL ini termasuk pembangkit listrik tenaga air, panas bumi, tenaga surya, hingga energi ombak dan angin.
Dalam perubahan RUPTL ini, penambahan pembangkit listrik berbasis EBT mencapai 75% dari rencana keseluruhan. Hingga 2040, jumlah kapasitas terpasang pembangkit listrik berbasis EBT diproyeksikan bertambah 60 GW. Sementara itu, 25% sisanya untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga gas.
Koordinator Regional Kampanye Energi dan Iklim Greenpeace Tata Mustasya menyambut baik rencana perubahan RUPTL maupun pembatalan kontrak jual beli listrik dari batu bara tersebut. Di sisi lain, publik harus memonitor implementasinya.
“Kita menyambut baik rencana ini. Jika benar-benar dilakukan, publik harus mengawal implementasinya, serta mendorong kebijakan yang konsisten yang selama ini lemah,” ujar Tata kepada Betahita.
Tata mengatakan, kebijakan yang konsisten ini mencakup insentif untuk sektor hijau dan disinsentif untuk sektor pencemar. Ini termasuk tidak membolehkan pembangunan PLTU captive (yang tidak termasuk dalam RUPTL). Pembangkit ini dibangun secara khusus untuk area industri.
Menurut Tata, rencana pemerintah untuk memasukkan PLTU captive dalam kategori hijau dalam taksonomi hijau Otoritas Jasa Keuangan. Argumennya, pembangkit ini masuk dalam rantai pasok energi terbarukan seperti smelter nikel. Padahal, PLTU captive masih menggunakan batu bara.
“Dengan dalih demikian, PLTU captive malah akan dikategorikan hijau. Ini maksud daya dengan kebijakan yang tidak konsisten,” pungkasnya.