Konsumsinya Bakal Turun, Tapi Proyek Energi Fosil Meningkat

Penulis : Kennial Laia

Perubahan Iklim

Sabtu, 16 September 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Badan Energi Internasional (IEA) mengkritisi rencana negara dan perusahaan untuk memperluas produksi bahan bakar fosil. Menurut Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol, langkah ini memiliki risiko ekonomi yang sangat tidak sehat dan tidak bijaksana, karena investasi mereka mungkin tidak menghasilkan keuntungan. 

Birol mengatakan, bahan bakar fosil akan mencapai puncaknya pada dekade ini. Lalu menurun. Namun ini kontras dengan banyaknya rencana proyek energi fosil baru dari negara dan perusahaan swasta. Hal ini juga akan memperburuk krisis iklim.  

“Proyek baru bahan bakar fosil berskala besar tidak hanya membawa risiko iklim yang besar, namun juga risiko bisnis dan keuangan bagi perusahaan dan investornya,” kata Birol, Jumat, 15 September 2023, dikutip Guardian

“Perusahaan dan investor harus sangat berhati-hati terhadap investasi di sektor minyak, mengingat proyeksi permintaan yang ada. Hal ini dapat menyebabkan mereka mengambil risiko ekonomi dan iklim yang tidak sehat dan tidak bijaksana,” jelasnya. 

Bertepatan dengan Hari Bumi, anak muda dari sejumlah komunitas melakukan aksi iklim di depan Kementerian Investasi di Jakarta, Jumat, 22 April 2022. Mereka menuntut pemerintah untuk meninggalkan energi fosil dan fokus pada investasi energi berkelanjutan. Foto: Istimewa

Sebaliknya, pemerintah di seluruh dunia harus segera membahas penghapusan bahan bakar fosil secara bertahap pada pertemuan puncak iklim PBB Cop28 yang akan datang, kata Birol. 

Birol mengatakan, jumlah minyak dan gas yang dibutuhkan secara global akan menurun. Namun kebijakan iklim pemerintah tidak memadai dan perlu diperketat. 

Beberapa negara maju dan berkembang berencana melakukan ekspansi besar-besaran produksi bahan bakar fosil mereka, meskipun negara-negara tersebut berkomitmen untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5C di atas tingkat pra-industri. 

Birol tidak menyebut negara secara spesifik. Namun minggu ini AS diketahui sedang merencanakan ekspansi minyak dan gas global terbesar di dunia antara saat ini hingga tahun 2050, dan pemerintah Inggris merencanakan sejumlah izin minyak dan gas baru seiring dengan janji Perdana Menteri Rishi Sunak untuk “memaksimalkan” Laut Utara.

“Kita pasti akan membutuhkan minyak dan gas di tahun-tahun mendatang, namun masalahnya adalah jumlah minyak dan gas yang kita perlukan secara global akan semakin berkurang,” kata Birol. 

“Mereka salah menilai tren pasar – mereka memercayai apa yang ingin mereka yakini. Dan mereka juga salah menilai suasana hati masyarakat terkait perubahan iklim dan tanggung jawab mereka,” tambahnya. 

Birol mengatakan saat ini penggunaan energi terbarukan semakin meningkat. Namun dia mengatakan komitmen ini tidak cukup dan penurunan drastis bahan bakar fosil juga diperlukan untuk menjaga suhu dunia tetap pada suhu 1,5C. Birol mendorong agar negara-negara segera bersepakat untuk meninggalkan energi fosil pada COP28 di Dubai November mendatang. 

“Peningkatan energi terbarukan itu bagus, tapi jika tidak ada penurunan bahan bakar fosil, dampaknya terhadap lintasan suhu akan minimal atau tidak ada sama sekali,” ujarnya.

“Harus ada diskusi (tentang penghapusan bahan bakar fosil pada Cop28). Dan saya berharap diskusi ini akan memberikan sinyal kepada pasar bahwa konsumsi bahan bakar fosil akan turun,” tambah Birol. 

Saat ini harga energi terbarukan semakin kompetitif dengan bahan bakar fosil. Di masa depan, harganya akan semakin bersaing, termasuk pembangkit listrik tenaga surya dan angin. 

Meskipun Birol memperkirakan penggunaan bahan bakar fosil akan mencapai puncaknya untuk pertama kalinya dalam dekade ini, Birol mengatakan masih banyak hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk memastikan bahwa penggunaan bahan bakar fosil menurun jauh lebih tajam setelahnya.

“Masalah yang paling penting bukanlah puncaknya, tapi penurunan bahan bakar fosil setelah puncaknya, itulah inti permasalahannya,” ujar Birol. 

Kebijakan yang ada saat ini akan menyebabkan pemanasan global sebesar 2,4 derajat Celcius dan harus diperketat sebagai hal yang mendesak, katanya.