12 Kelompok Tani Hutan Ujung Kulon Tolak Pernyataan AGRA
Penulis : Gilang Helindro
Agraria
Kamis, 21 September 2023
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Dua belas Kelompok Tani Hutan (KTH)/Kelompok Tani Konservasi (KTK) di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) menolak pernyataan yang disampaikan AGRA dalam aksinya minggu lalu. Kelompok tani tersebut menyampaikan sembilan poin dalam pernyataan sikap yang ditandatangani bersama di Kantor TNUK.
Salah satu ketua kelompok tani menyebut, 12 kelompok tani terdiri 1.600 kepala Keluarga yang selama ini melakukan aktivitas tradisional berupa pertanian mendukung program dari Balai TNUK.
Dua belas kelompok ini dari Kecamatan Cimanggu, Desa Cibadak, Desa Tugu, Desa Kramatjaya, Desa Cimanggu, Desa Padasuka. Sedangkan dari Kecamatan Sumur di antaranya adalah Desa Kertajaya, Desa Tangkilsari, Desa Kertamukti, Desa Cigorondong, Desa Padasuka, Desa Tamanjaya, dan Desa Ujungjaya.
Ia menyebut, aksi demo dari kelompok AGRA di depan Kantor TNUK membuat resah warga sekitar TNUK. Mereka menganggap aksi demo tersebut merusak hubungan baik yang sudah berlangsung selama ini.
"Kepercayaan antara masyarakat dengan TNUK yang selama ini sudah terjalin baik dikhawatirkan menjadi rusak, karena kami hidup berdampingan dan kami juga sangat tergantung dengan TNUK. Selama ini petugas TNUK sangat baik dalam memperlakukan kami. Tidak ada yang diusir bahkan saat ini sudah ada naskah kesepakatan kerja sama untuk Kemitraan Konservasi, Noota Kesepahan Kesepakan (NKK), ini juga diketahui oleh Muspika setempat," ungkapnya.
Isi dari poin pernyataan tersebut, pertama, mengakui bahwa lahan garapan berupa kebun dan sawah merupakan tanah negara dengan fungsi Kawasan Konservasi TNUK dan bukan tanah rakyat. Kedua, pihak pengelola TNUK tidak pernah merampas hak rakyat atau mengusir masyarakat yang menggarap di dalam Kawasan TNUK. Ketiga, Balai TNUK mengakui keberadaan masyarakat yang menggarap lahan berupa sawah dan kebun dengan diterbitkan Nota Kesepakatan Kerjasama (NKK) pada tahun 2017 dan dilanjutkan dengan program pengukuran lahan garapan dan verifikasi data penggarap.
Keempat, Balai TNUK berusaha meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar melalui program Pemberdayaan masyarakat dan Bantuan Usaha Ekonomi (BUE) serta melibatkan masyarakat didalam program padat karya. Kelima, budaya Nganjingan menurut petani adalah upaya mengusir/menghalau hewan babi hutan yang menjadi hama di kebun dan sawah dengan menggunakan anjing. “Karena babi hutan akan kabur/takut ketika mendengar suara gonggongan anjing,” ungkapnya.
Keenam, kelompok tani bersedia dengan sukarela menyerahkan senjata api rakitan kepada aparatur desa dan kepolisian karena bisa membahayakan atau digunakan untuk tindak kejahatan di masyarakat. Ketujuh, kelompok tani mendukung program pembangunan dan pengembangan JRSCA sebagai upaya pelestarian dan penyelamatan Badak Jawa supaya tidak punah karena merupakan satwa asli Banten dan satu-satunya di dunia sebagai aset Bangsa Indonesia. Kedelapan, mendukung dan akan berperan aktif dalam upaya perlindungan dan pengamanan Kawasan TNUK. Kesembilan, kelompok tani tidak setuju dan tidak mendukung Pernyataan Sikap AGRA Wilayah Banten dan atau organisasi lain, khususnya tentang menjalankan reforma agraria untuk lahan garapan dikarenakan lahan tersebut merupakan tanah negara yaitu Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon.
Kepala Balai TNUK Ardi Andono menyebut, para ketua kelompok tani hutan juga meminta ke Balai TNUK agar dipertemukan dengan kelompok AGRA. Para ketua kelompok itu juga menyatakan tidak ada satupun anggotanya yang terlibat dalam aksi demo yang berlangsung pada Selasa, 12 September 2023 lalu.
Peserta aksi waktu itu hanya 20 orang, dan salah satu tuntutan dari AGRA adalah Kepala Balai TNUK bersedia memenuhi undangan audensi untuk bertemu dengan masyarakat. “Karena permintaan kelompok tani hutan untuk ikut dalam audiensi dengan AGRA ke depannya, Kepala Balai TNUK menyanggupi permintaan tersebut. Jika perlu kunjungan kita melibatkan seluruh anggota KTH, semakin banyak semakin baik," ungkapnya.
Salah satu upaya untuk mengatasi konflik di TNUK yaitu melakukan kemitraan konservasi antara Balai TNUK dengan kelompok tani konservasi Resort Cibadak, melalui naskah kesepakatan kerjasama (NKK) No. PKS.05/T.12/TU/K3/07/2017 dan PKS.01/KTK-2/07/2017 tentang Kemitraan Konservasi di TNUK.
Kesepakatan tersebut bertujuan untuk menyelesaikan konflik lahan garapan di dalam kawasan TNUK. Memberi akses pemanfaatan sumber daya alam di kawasan TNUK melalui skema kemitraan konservasi sebagai wujud partisipasi aktif masyarakat daerah penyangga untuk pemanfaatan, pengawasan, dan pelestarian TNUK. Selain itu juga dilakukan penandatanganan kesepakatan antara Balai TNUK dengan KTK Resort Cibadak tentang penyelesaian konflik lahan garapan di dalam kawasan TNUK melalui nota kesepakatan bersama atau Memorandum of Understanding (MoU) No. MoU.05/T.12/TU/K3/07/2017 dan No. MoU.01/KTK-2/07/2017.