Warga Air Bangis dan Bidar Alam Mengadu ke Komnas HAM dan ATR BPN
Penulis : Gilang Helindro
Agraria
Kamis, 21 September 2023
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Perwakilan warga Air Bangis, Pasaman Barat, dan Bidar Alam, Solok Selatan, mengadu ke Komnas HAM dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang di Jakarta. Masing-masing pada Senin (18/9) dan Selasa (19/9). Dari pertemuan itu, Komnas HAM telah mengeluarkan surat perlindungan kepada warga dan pendampingnya. Sementara itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang belum bisa menentukan status kepemilikan lahan, kendati warga sudah turun temurun tinggal di lahan perkebunan di sana.
Eksekutif Nasional WALHI, WALHI Sumbar, LBH Padang mendampingi masyarakat Air Bangis di Jorong Pigogah, Patibubur, Bidar Alam dalam pertemuan di instansi-instansi tersebut. Menurut Wengki Purwanto, Direktur Eksekutif Walhi Sumbar, pihaknya akan melakukan pendampingan kepada kedua kelompok masyarakat untuk melaporkan kasusnya ke instansi terkait selama seminggu ke depan.
Wengki menyebut, Klaim sepihak oleh negara atas nama hutan negara dan kawasan hutan adalah hasil dari politik kebijakan kehutanan pada masa Orde Baru. "Kita tahu(saat itu) masih menggunakan cara-cara tidak baik, menjadi masalah dasar penyingkiran masyarakat sekitar hutan dan pengabaian hak kelola masyarakat hukum adat /lokal/tempatan atas hutan dan SDA," katanya saat ditemui pada Rabu 20 September 2023.
Perwakilan masyarakat dari Nagari Air Bangis menyampaikan keresahan soal klaim sepihak kawasan hutan produksi di wilayah kelola mereka. kasus ini bahkan sampai mengkriminalisasi petani pekebun yang telah ditangkap dan disidang.
Selain itu keberadaan izin HTR Sekunder juga membuat masyarakat resah. karena tumpang tindih dengan wilayah kelola mereka. Keberadaan izin ini dibeking oleh kepolisian dengan dalih pengamanan. "Sampai saat ini kehadiran brimob di air bangis hanya melahirkan ketakutan dan keresahan," ujar Wengki.
Sementara itu, masyarakat dari Nagari Bidar Alam menyampaikan adanya kriminalisasi terhadap petani oleh PT RAP yang dituduh melakukan pencurian di lahan milik mereka sendiri.
Uli Arta Siagian, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional, mengatakan lahan seluas 30.000 hektare berpotensi dijadikan PSN di bawah Peraturan Menteri Perekonomian Nomor 7/2023. Padahal, lanjut Uli, penetapan PSN di Nagari Air Bangis bertentangan dengan UU Nomor 27 tahun 2007 yang mengatur ruang lingkup wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sebab, dari 30.000 hektare itu, 10.000 hektare di antaranya berupa daerah pesisir. “Pengaturan tata ruang itu dibawa UU sedangkan PSN itu di bawah peraturan menteri. Ini secara struktur hukum sudah mengacau-balaukan struktur hukum," ujarnya.
“Ketika ini dijadikan PSN, sementara persoalan konflik yang sekarang aja enggak selesai, PSN itu akan membawa konflik baru maka sebenarnya bukan hanya warga Air Bangis yang akan diusir dari kampungnya," katanya.
Uli menyebut, Komnas HAM menyampaikan akan melakukan pengawalan terhadap 2 kasus ini, baik masalah konflik agraria, PSN, dan kehadiran Polda sumbar. "Soal PSN memang sudah ada letter of intern (LOI), tapi ini akan tetap dikawal oleh Komnas HAM karena berada di wilayah kelola masyarakat," ujarnya.
Komnas Ham sudah menemui Gubernur Sumbar dan Polda Sumbar. Komnas HAM akan melakukan penyelidikan yang lebih mendalam. "Komnas HAM perlu data-data agar penyelidikan yang dilakukan dapat dikumpulkan dan dioptimalkan dalam 1 bulan ini," katanya.
Eknas WALHI dan WALHI Sumbar meminta agar penyelesaian konflik agraria kehutanan dan wilayah kelola masyarakat diselesaikan secara restorative justice, bahwa negara harus menghormati, melindungi masyarakat di Nagari Air Bangis. Polisi juga harus menghentikan kriminalisasi terhadap petani di Bidar Alam. PT. RAP adalah perusahaan yang sama sekali tidak memiliki hak atas lahan masyarakat. Bila kriminalisasi ini terus terjadi, ini akan mencederai penegakan hukum khususnya di Sumatera Barat.
Diki Rafiqi Koordinator Divisi Advokasi LBH Padang meminta adanya pemulihan hak yang dilakukan oleh negara kepada masyarakat di Nagari Air Bangis dan Bidar Alam. Selain itu negara harus menghentikan kriminalisasi yang dilakukan oleh penegak hukum kepada masyarakat. "Saat ini kriminalisasi terjadi kepada 6 orang petani di Bidar Alam. Pengabaian yang dilakukan oleh Pemda Solok Selatan tentunya merupakan pelanggaran HAM kepada masyarakat Bidar Alam. Ditambah kasus di Nagari Air Bangis, konflik tenurial yang terjadi merupakan pengabaian yang terus menerus yang dilakukan negara," kata dia.