Masyarakat Adat: Kinipan Belum Selesai

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Masyarakat Adat

Kamis, 21 September 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Masalah Kinipan di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, yang mengemuka sejak upaya paksa penangkapan Effendi Buhing yang viral pada Agustus 2020 lalu, belum selesai. Penyelesaian sengketa lahan antara masyarakat Kinipan dengan perusahaan perkebunan sawit juga tidak ada perkembangan. Meski perusahaan yang dianggap mencaplok wilayah adat tidak melanjutkan aktivitas pembukaan lahan, tapi kepastian pengakuan lahan dan wilayah Kinipan belum juga diperoleh.

Padahal Masyarkat Adat Kinipan sudah dua kali mengajukan surat permohonan pengakuan wilayah adat, namun sampai saat ini Pemerintah Kabupaten Lamandau selalu menyebut usulan itu tidak lengkap, tapi tidak memberikan pendampingan sesuai arahan Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Sosial.

Bahkan, Laman (desa) Kinipan tetap terancam kehilangan wilayah adatnya, karena pernyataan bupati yang menentukan tata batas Kinipan, tidak sesuai dengan kesepakatan yang sudah dibuat Kinipan dengan beberapa laman (desa) lainnya. Di wilayah yang berpotensi hilang dari wilayah Kinipan inilah, saat ini sebagian kebun PT Sawit Mandiri Lestari (SML) berdiri.

Berangkat dari persoalan yang belum selesai itu, Masyarakat Adat Laman Kinipan bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kabupaten Lamandau berunjuk rasa di Kantor Bupati Kabupaten Lamandau, Nangabulik, Kalimantan Tengah, Selasa (19/9/2023) kemarin. Seratusan warga Kinipan, datang langsung dari kampung mereka yang berjarak lebih dari 100 kilometer dari Nangabulik, ibu kota Kabupaten Lamandau.

Masyarakat adat dari Laman Kinipan, menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Bupati Lamandau, Kalimantan Tengah, menuntut pengakuan wilayah adat, Selasa (19/9/2023) kemarin. Foto: Istimewa.

Masyarakat adat Kinipan membentangkan sejumlah kertas karton berisi beragam tulisan, di antaranya seperti "Pemda Lamandau Tidak Ada Niat Akui Masyarakat Hukum Adat Kinipan", juga ada tulisan "Harusnya Pemerintah Daerah sebagai Fasilitator, Bukan Diktator", dan juga bertuliskan "PT SML Rusak Hutan dan Tatanan Sosial". Ada juga sebuah spanduk yang bertuliskan "5 Tahun Menjabat, Menyengsarakan Masyarakat Adat", dengan latar belakang gambar Bupati Lamandau, Hendra Lesmana.

Sejumlah tokoh masyarakat Kinipan tampil sebagai orator dalam aksi itu. Selain Wilem Hengki, Kepala Desa Kinipan, yang pernah dikriminalisasi namun dibebaskan oleh pengadilan, ada pula tokoh adat sekaligus Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD), Ating, dan tokoh adat sekaligus Ketua AMAN Lamandau, Effendi Buhing.

Dalam orasinya Buhing menegaskan, agar pemerintah jangan memaksa masyarakat Kinipan menerima investasi. “Kinipan bisa hidup tanpa sawit perusahaan. Kami datang ke sini pun dengan modal sendiri. Kami bisa menyekolahkan anak-anak selama ini bukan karena sawit. Kami punya sawit. Tapi sawit kami pribadi!” tegasnya.

Effendi Buhing dan peserta aksi juga menyerukan agar pemimpin Kabupaten Lamandau ke depannya mendukung perjuangan masyarakat adat, dan mengakui wilayah adat di Lamandau. Agar, jangan sampai masyarakat adat di Lamandau menderita berkepanjangan gara-gara kepala daerah lebih membuka diri kepada investasi perusahaan dibanding memajukan daerahnya dengan mengakui masyarakat adat mengelola wilayah adatnya sendiri.

Dalam aksi unjuk rasa itu masyarakat adat Kinipan tidak berhasil bertemu dengan Bupati. Sebagai pengganti Bupati, Asisten II Sekretariat Daerah Lamandau, Meigo, muncul menemui warga.

Dalam pertemuan dengan Meigo, masyarakat adat Kinipan menyampaikan 5 poin pernyataan. Yang pertama, agar Bupati Lamandau mencabut keputusan tentang batas Desa Kinipan, Kecamatan Batangkawa dengan Desa Suja dan Tapin Bini, Kecamatan lamandau karena ketiga desa tersebut sudah bersepakat sesuai batas alam.

Yang kedua, penetapan tapal batas Desa Kinipan, Kecamatan Batang Kawa dan Desa Karang Taba Kecamatan Lamandau prosesnya tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Poin ketiga, segera akui usulan pengakuan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Laman Kinipan.

Pernyataan keempat, memohon agar segera dilakukan verifikasi pencadangan Hutan Adat Laman Kinipan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Yang kelima, segera sahkan Perda Masyarakat Adat Kabupaten Lamandau, dan keenam, evaluasi Izin Usaha Perkebunan (IUP) PT Sawit mandiri Lestari yang masuk wilayah adat Laman Kinipan.

Pernyataan tersebut ditandatangani oleh sembilan tokoh Kinipan, yakni Willem Hengki (Kepala Desa), Ating (Ketua BPD), Filemon (Mantir Adat), Berkat Arus (Ketua Komunitas), Effendi Buhing (Ketua AMAN Lamandau), Elyakin Pangkong (Tokoh Adat), Cici Rano (Tokoh Agama), Riswan (Tokoh Pemuda), dan Mahlon Hian (Tokoh Perempuan).

Di hadapan masyarakat adat Kinipan yang berunjuk rasa, Meigo mengatakan, Bupati tidak berada di tempat karena ada kegiatan di kementerian yang tidak bisa diwakilkan. Meigo bilang menerima aspirasi dari masyarakat Kinipan yang akan disampaikan kepada Bupati.

"Pak Effendi Buhing, kami tidak mengambil keputusan. Jadi akan kami sampaikan (ke bupati) dan apa saja poin tadi tentu jadi bahan pertimbangan untuk diambil keputusan," kata Meigo.

Sampai artikel ini selesai ditulis, upaya konfirmasi yang dilakukan kepada Bupati Lamandau, Hendra Lesmana, terkait sejumlah tudingan yang disampaikan masyarakat adat Kinipan, tidak mendapatkan tanggapan.