42 Jenis Rafflesia Terancam Punah Karena Kerusakan Habitat 

Penulis : Kennial Laia

Konservasi

Minggu, 24 September 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Rafflesia, tanaman yang dijuluki bunga bangkai karena mengeluarkan bau busuk, telah menjadi subjek para ahli botani selama berabad-abad. Kini, para ilmuwan memperingatkan bahwa spesies ini terancam punah dan menyerukan tindakan untuk menyelamatkannya. 

Bunga Rafflesia yang mekar terkenal karena bau daging busuk yang dihasilkan untuk menarik lalat pemakan daging. Namun genus ini – termasuk bunga terbesar di dunia, dengan lebar lebih dari satu meter – terancam akibat rusaknya habitat hutan di Asia Tenggara. Terdapat 42 spesies Rafflesia yang sudah diketahui, dan para peneliti memperingatkan bahwa semuanya berada di bawah ancaman, dengan 25 spesies diklasifikasikan sebagai sangat terancam punah dan 15 spesies terancam punah.

Menurut sebuah studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Plants, People, Planet, lebih dari dua pertiga spesies Rafflesia tidak dilindungi oleh strategi konservasi yang ada. Asesmen ini merupakan yang pertama membahas ancaman yang dihadapi tanaman ini. 

Dr Chris Thorogood, penulis dan peneliti dari Kebun Botani Oxford University mengatakan, studi tersebut menyoroti bagaimana upaya konservasi global terhadap tanaman – betapapun ikoniknya – masih tertinggal dibandingkan upaya untuk perlindungan satwa. 

Rafflesia kemumu, spesies yang ditemukan di hutan alam Sumatra, Indonesia. Dok Dr Chris Thorogood

“Kita sangat membutuhkan pendekatan terpadu dan lintas wilayah untuk menyelamatkan beberapa bunga paling menakjubkan di dunia, yang sebagian besar kini berada di ambang kepunahan,” kata Thorogood, dalam keterangan di situs resmi, Jumat, 22 September 2023. 

Karena sebagian besar bunganya tersembunyi sepanjang siklus hidupnya, Rafflesia kerap menjadi enigma bagi para peneliti. Saat ini spesies barunya pun masih ditemukan. Banyak populasi diyakini hanya berisi beberapa ratus individu. 

“Yang mengkhawatirkan, pengamatan baru-baru ini menunjukkan bahwa taksa dimusnahkan bahkan sebelum diketahui ilmu pengetahuan,” tulis para peneliti dalam jurnal tersebut. 

Rafflesia merupakan tumbuhan parasit yang tidak memiliki daun, batang atau akar, dan tidak melakukan fotosintesis. Sebaliknya, ia menggunakan filamen panjang yang terlihat seperti sel jamur untuk mengekstraksi makanan dan air dari tanaman merambat di hutan tropis di Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand. 

Rafflesia menghabiskan sebagian besar hidupnya tersembunyi di dalam tubuh inangnya, tapi kemudian menghasilkan tunas seperti kubis yang berubah menjadi bunga karet raksasa. Bunganya melakukan penyerbukan melalui cairan kental dan lengket yang dikeringkan oleh lalat.

Setelah penjelajah Eropa pertama kali menemukan tanaman ini pada akhir abad ke-18, bunga ini menjadi tujuan banyak ekspedisi, dan para akademisi sangat tertarik menelisik kaitannya dengan tanaman merambat di hutan. 

Hanya satu spesies, yakni Rafflesia magnifica yang terdaftar sebagai spesies yang terancam punah oleh Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN). Namun para peneliti ingin semua spesies ditambahkan ke daftar merah spesies terancam IUCN.

Mereka menyerukan perlindungan yang lebih besar terhadap habitatnya, pemahaman yang lebih baik tentang spesies yang ada, dan metode baru untuk menyebarkannya. Saat ini, upaya untuk melakukan hal ini di kebun raya kurang berhasil.

Para ilmuwan juga ingin mendorong ekowisata sehingga masyarakat lokal dapat memperoleh manfaat dari konservasi Rafflesia.

“Masyarakat adat adalah salah satu penjaga terbaik bagi hutan kita, dan program konservasi Rafflesia akan lebih berhasil jika melibatkan masyarakat lokal,” kata Adriane Tobias, seorang ahli kehutanan dari Filipina. “Rafflesia berpotensi menjadi ikon baru konservasi di kawasan tropis Asia.”