Hal-Hal Gila Konservasionis Badak: Dari Mencicip Tahi hingga ...

Penulis : Aryo Bhawono

Satwa

Selasa, 26 September 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Saking cintanya pada badak, para konservasionis rela melakukan apapun demi satwa langka satu ini. Mereka bisa menjelajah hutan hingga berbulan-bulan. Maklum, hutan alam memang merupakan rumah bagi badak. 

Di hutan itu mereka tidak sekadar camping, gelar tikar, lantas healing. Kerja konservasi mereka bisa berupa survei, mencari jejak, memasang alat monitoring, hingga melakukan penangkapan untuk translokasi. 

Tantangan dalam pekerjaan ini di antaranya adalah karena badak merupakan makhluk penjelajah. Badak sumatra (Dicerorhinus sumatrensis) diperkirakan mampu menempuh perjalanan sejauh 12 kilometer dalam waktu 20 jam. Sedangkan badak jawa (Rhinoceros sondaicus) diperkirakan memiliki daya jelajah sekitar 10-20 km dalam sehari. Mencari badak jadi tugas yang tak mudah karena daya jelajah yang cukup jauh ini. 

Apalagi badak termasuk hewan yang soliter, pemalu. Begitu bertemu makhluk lain, dia cenderung menghindar dan bersembunyi. Fakta ini berlawanan dengan ungkapan "muka badak". 

Anak badak jawa (Rhinoceros sondaicus) bersama induknya terlihat dalam video kamera jebak di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. Foto: KLHK

Para konservasionis harus banyak akal untuk bisa bertemu atau sekedar mencari titik tepat memasang alat monitoring. Kami mewawancarai konservasionis yang sekarang menjadi peneliti di Auriga Nusantara, Riszky Is Hardiyanto. Kami juga mewawancarai konservasionis dan pakar badak lain, yakni Ridwan Setiawan, dan dokter hewan Institut Pertanian Bogor (IPB), Muhammad Agil untuk memastikan ‘tindakan gila’ ini memang perlu dilakukan. Berikut ini beberapa hal gila yang dilakukan konservasionis badak:

Mencicip tahi badak

Pada 2018, Riszky bersama enam rekannya, termasuk seorang polisi hutan, telah berbulan-bulan menjelajah Taman Nasional Way Kambas (TNWK) di Lampung untuk mencari badak. Hampir di tiap titik temuan jejak dan kotoran badak, mereka memasang kamera trap. Namun hasil rekam menunjukkan penampakan nihil satwa itu. 

Entah pada bulan ke berapa mereka masuk ke hutan kembali dan terbersit ide untuk mencicip kotoran badak. “Itu sekitar hari ketujuh pada bulan keberapa begitu, saya lupa. Kami sudah menjelajah delapan penjuru mata angin dari lokasi temuan kotoran dan jejak, nggak ketemu juga badaknya. Sampai ada yang bilang, kita makan saja kotorannya,” ungkapnya. 

Alas ide ini adalah paling tidak kotoran itu akan menunjukkan daun atau ranting tumbuhan pakan. Lalu, mereka dapat menelusuri lokasi tumbuhnya tanaman itu untuk mencari badak. 

Deal, ide tersebut akan dilakukan. Begitu ketemu tahi badak, mereka pun mencucinya dan mencari serat-serat terbesar. Serat itu dicecap di lidah. Dari sana, tahulah mereka bahwa itu merupakan tanaman tiga urat. Tanaman ini masuk dalam kelompok Medang dan biasa disebut sebagai kayu manis hutan, salah satu tumbuhan pakan badak.

Tak jauh dari temuan kotoran badak, mereka menemukan kelompok pohon kayu manis hutan. Kamera trap pun dipasang. Hasilnya, mereka mendapat gambar utuh badak sumatra di titik itu.  

“Kamera trap yang itu satu-satunya yang merekam utuh gambar badak, yang lain cuma kelihatan potongan saja. Pantatnya saja misalnya,” kata Riszky. 

Menanggapi kisah ini, Ridwan Setiawan menjelaskan, badak merupakan satwa browser atau pemakan makanan bervariasi dari jenis semak dan pepohonan. Tapi ia tergolong memiliki pencernaan yang tidak sempurna, sehingga cacahan makanan di pencernaannya kasar. “Ini pun menghasilkan kotoran yang kasar karena cacahan daun dan ranting di usus tidak sempurna,” ungkapnya. 

Oleh karena itu, jenis pakan yang dimakan badak bisa diketahui dengan mencari serat di kotoran badak. Namun ia mewanti-wanti jangan mencicip sembarangan karena risiko kontaminasi bakteri ataupun jamur.

Iwan sendiri bertahun-tahun mengambil sampel kotoran badak untuk penelitian. Saking rutinnya mencari kotoran badak, kawan-kawannya menyematkan kata ‘Podol’ di belakang namanya. Podol artinya kotoran dalam bahasa sunda. Nama itu masih melekat sebagai sapaan hingga kini. 

Namun, mencari tahu pakan yang dimakan badak dari kotorannya bisa menantang. Dokter Hewan IPB, Agil, menyebutkan ada lebih dari seratus tanaman pakan badak, 80 persen diantaranya adalah ranting dan daun. "Sisanya adalah buah-buahan," kata dia.  

Berparfum kencing badak

Pada 2017, para pegiat konservasi badak terlibat dalam proses translokasi badak kalimantan (Dicerorhinus sumatrensis harrisoni) bernama Pahu di kawasan hutan Desa Besiq Permai, Kecamatan Damai, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Riszki ikut terlibat di tim ini. Ia bertugas mengamati perilaku Pahu, untuk mengetahui apakah ada tanda stress ketika ditemukan. Masalahnya, sudah enam bulan keluar masuk hutan untuk mencari Pahu, satwa itu tak juga ditemukan.

“Jadi tim itu masuk hutan dua minggu, habis itu keluar untuk istirahat dan diganti tim lain. Lalu masuk hutan lagi setelah masa tim yang lain selesai. Itu sudah sekitar enam bulan berjalan, dan nggak ketemu badaknya,” ucapnya.

Berkembang isu bahwa Pahu tak akan menunjukkan batang culanya karena masih ada konflik. Demikian itu memang mitosnya. Dan, saat itu memang di internal tim masih ada konflik. Belum ada kata tak sepakat antara pihak yang bekerjasama dalam translokasi Pahu, baik dari pemerintah maupun LSM konservasi. 

Riszky mengaku tak percaya mitos itu, mengabaikannya. Pikirannya hanya dijejali pertanyaan, bagaimana menemukan Pahu, satu-satunya badak yang diperkirakan masih hidup di belantara Besiq Permai.

“Karena sudah berbulan-bulan juga nggak ketemu, akhirnya saya kepikiran untuk memanfaatkan air kencing badak yang ada di SRS Way Kambas. Saya minta dikirim satu botol. Ketika sampai, kami semprotkan ke seluruh badan, kayak pakai parfum gitu,” kata dia.

Selang sekitar 1,5 sampai 2 bulan, Pahu pun terlihat. Translokasi pun lancar tanpa kendala kesehatan fisik dan psikologis. Pahu berpindah dari habitat aslinya menuju SRS Kelian. 

Menurut Iwan Podol, badak memiliki penciuman tajam sehingga aroma tubuh makhluk lain, termasuk manusia bisa terdeteksi olehnya. Masalahnya ia merupakan makhluk penyendiri (soliter) sehingga ketika mencium bau asing--apalagi bertemu dengan satwa ataupun manusia--dia cenderung menghindar. 

Iwan Podol menyebutkan sifat ini membuat pertemuan dengan badak menjadi sulit, tergantung tingkat kepadatan populasi dengan luas habitat. Konservasionis ataupun peneliti yang memiliki target bertemu dengan badak, bisa tinggal berbulan-bulan dalam hutan. Mereka sudah pasti harus mempertimbangkan kondisi arah angin dengan perkiraan titik lokasi badak. 

“Jika angin dari posisi kita mengarah ke badak, kemungkinan besar mereka akan menghindar. Jadi nggak akan ketemu,” ucap dia. 

Selama ini monitoring dan penjagaan badak lebih banyak hanya mengikuti tanda keberadaan atau jalur jelajah. Makanya mereka tak harus bertemu langsung dengan badak. Beda lagi kalau urusannya translokasi, maka badak harus ditemukan dan ditangkap dengan jebakan boma. 

Apakah karena Riszki bau kencing badak, maka badak tidak menghindar? Tak jelas juga. Namun Agil menyebutkan badak bisa mencium air kencing karena ia biasa menandai lokasi jelajahnya dengan air kencingnya sendiri. 

Mengeluarkan sperma badak

Kini upaya pelestarian badak dilakukan dengan teknologi reproduksi berbantuan (Assisted Reproductive Technology/ ART). Strategi ini dimuat dalam Rencana Aksi Darurat (RAD) Badak Sumatera 2018-2021 dan Keputusan KSDAE No SK8 4 /(SDAE/SET-3/155A.2,15,/2023 Tentang Tim Pelaksana Penyelamatan Badak Sumatera di Kalimantan. Pengambilan sampel sperma badak sumatera jantan dilakukan untuk ART dan bio bank. 

Namun sebelum RAD, upaya penelitian sperma badak sudah dilakukan. Cara mendapatkan spermanya?

Nah, kata Riszky, yang dilakukan untuk memanen sperma badak itu adalah dengan membantu badak tersebut masturbasi. Tapi Riszki mengaku hanya mendengar ceritanya, bukan pelakunya. Cerita itu ia pernah dengar dari konservasionis yang memiliki kompetensi reproduksi. Konservasionis ini suatu kali melakukan upaya bantuan masturbasi badak jantan ketika magang di SRS Way Kambas sekitar 2015. Proses ini dilakukan untuk pengambilan sampel penelitian. 

Menurut Agil, sperma badak diambil untuk ART, sebagai metode untuk memudahkan reproduksi badak. Ini karena satwa ini tergolong susah kawin karena sifatnya yang soliter. Dia juga lebih suka berkubang dari pada seks. Faktanya, hampir 70 persen aktivitasnya dilakukan untuk berkubang. Jantan dan betina hanya rendevouz sesekali saja untuk berkembang biak. 

Karena jumlahnya yang kian sedikit dan hutan yang menyusut, maka makin susah mereka untuk berkembang biak. Bahkan jika waktu biologisnya tak tepat antara jantan dan betinanya, keduanya ada kemungkinan akan berkelahi.       

“Ketika di lokasinya ada perburuan dan perambahan, badak secara psikologis menjadi  terdesak. Bukan kemudian dia sakit, tapi kesempatan mereka berkembang biak semakin sedikit karena sibuk menghindar sampai tidak sempat berkembang. Terus kalau ada ketemu pasangan, ada yang birahi. Namun bila tak tidak pas jadi berantem,” jelasnya. 

Masalahnya, metode bantuan ART bukan proses yang pendek. Kualitas sperma dan sel telur harus dalam kondisi produktif. Selain itu jenis badak harus diperhatikan, badak sumatra (Dicerorhinus sumatrensis) dan badak kalimantan ((Dicerorhinus sumatrensis harrisoni) masih satu jenis, dan berbeda dengan badak jawa (Dicerorhinus sumatrensis harrisoni).

Meski badak sumatra dan kalimantan sejenis, secara uuran badak sumatera dengan badak kalimantan berbeda. Badak sumatra memiliki tinggi sekitar 1 sampai 1,5 meter, panjang dari ujung ekor sampai ke bagian mulutnya sekitar 2 sampai 3 meter, dan bobot berkisar 600 sampai 1000 kg. Sedangkan badak kalimantan memiliki tubuh lebih kecil, bobot Pahu sendiri hanya sekitar 350 kg. 

Maka, kalau badak kalimantan dibuahi badak jantan sumatra, hasil perkawinan harus dititipkan pada rahim badak sumatra agar tidak ada kesulitan melahirkan. Soalnya, bayinya bisa lebih besar dari yang bisa ditampung badak kalimantan.