Poco Leok Kembali Panas karena PLN Datang Lagi

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Energi

Kamis, 28 September 2023

Editor :

BETAHITA.ID - Situasi di Poco Leok, Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), kembali memanas. Ratusan warga menghadang PT PLN yang dikawal aparat Polres Manggarai yang kembali mendatangi wilayah Poco Leok, untuk meneruskan pengukuran lahan-lahan warga untuk perluasan penambangan panas bumi (geotermal) untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu, Rabu, (27/09/2023).

Menurut laporan yang diterima Betahita, upaya ukur lahan PLN ini dihadang ratusan warga dari sepuluh komunitas adat di Poco Leok, mulai dari komunitas Masyarakat Adat Gendang Mucu, Mocok, Mori, Nderu, Cako, Ncamar, Rebak, Jong, Tere, dan Lungar.

"Penghadangan pada hari ini merupakan aksi penghadangan ke-19 dari aliansi masyarakat adat Pocoleok. Dari pengalaman penghadangan sebelumnya, penghadangan pada hari ini melibatkan warga dengan jumlah yang lebih besar," kata A. Sukarno, salah seorang warga Poco Leok, Rabu (27/9/2023).

Sukarno mengatakan, warga memutuskan turun ke jalan melakukan pengadangan setelah sehari sebelumnya (26/9/2023) mendapat surat pemberitahuan dari pihak PLN. Dalam surat pemberitahuan itu, pihak PLN datang bersama tim kantor jasa penilai publik (KJPP)/appraisal untuk melakukan penilaian penggantian wajar hasil identifikasi dan inventarisasi lapangan untuk welpad D, E, dan F di Poco Leok.

Ratusan warga mengadang rombongan PLN dan aparat kepolisian yang berusaha masuk ke wilayah Poco Leok untuk melakukan penilaian tanah lokasi pengembangan geothermal PLTP Ulumbu. Foto: Istimewa.

Penghadangan itu, lanjut Karno, dilakukan sejak pagi hari. Sekitar pukul 07.30 WIT, warga sudah berdatangan dari setiap kampung. Pada awalnya mereka berkumpul di satu titik, yakni di Simpang Tiga 'Bupati Kaku'. Satu jam berlalu, warga sudah memenuhi Simpang Tiga Lungar.

Kemudian, masih kata Karno, beberapa warga berinisiatif pergi ke Lingko Meter untuk memantau situasi di sana. Lingko Meter dan Lingko Ndajang adalah dua akses masuk menuju Poco Leok. Maka, warga melakukan pemantauan di dua tempat.

Di lokasi penghadangan, warga adat Poco Leok membawa serta peralatan musik adat yang sakral, yakni gong dan gendang. Sambil menunggu kehadiran rombongan tersebut, mereka menabuh gong dan gendang sambil bernyanyi dan meneriakkan yel-yel perjuangan, di antaranya seperti “Ini Tanah Kami”, “Tolak Geothermal”, dan “Cabut Izin Lokasi Geothermal di Poco Leok”.

"Sekitar pukul 10.10 WIT, dua mobil Lux hitam tiba di Simpang Tiga Lungar. Warga yang sudah berkumpul sejak pagi, spontan melakukan penghadangan," katanya.

Menurut pengamatan Karno, ada 3 aparat kepolisian yang mengenakan baju dinas, 3 lainnya menggunakan baju bebas. Aparat-aparat tersebut kemudian berdebat langsung dengan warga selama 20 menit.

"Sementara pihak PLN dan beberapa polisi yang lain masih di dalam oto (mobil). Beberapa saat kemudian aparat dan PLN dipaksakan pulang oleh warga," kata Karno.

Di tempat lain, di Meter, Yudi Ongal yang juga warga Poco Leok, menuturkan, di waktu yang hampir bersamaan dengan yang terjadi di Simpang Tiga Lungar, ada 3 orang diduga aparat kepolisian yang datang di jalan Meter, menggunakan dua sepeda motor dan menggunakan pakaian biasa.

Tiga orang tersebut juga berusaha masuk ke wilayah Poco Leok melalui jalur Meter tersebut. Namun dihadang oleh beberapa warga yang bertugas untuk menjaga di sana, dan terlibat perdebatan dengan warga.

"Kami menjaga tanah kami. Selama ini yang datang bersama pihak PLN adalah kepolisian. Kami tau bahwa bapak adalah polisi dan bapak pada hari ini datang bersamaan dengan pihak PLN, makanya kami mengadang bapak," kata Yudi menirukan perkataan warga yang mengadang.

Yudi menuturkan, dalam perdebatan itu, kelompok warga berteriak dan mengusir tiga orang diduga polisi itu. Tapi, kata Yudi, polisi yang tadinya diusir oleh warga ternyata itu tidak betul-betul pergi.

Menurut Yudi, di sebelah bawah Meter, ternyata aparat kepolisian dalam jumlah yang banyak bersama PLN sedang membuat strategi untuk menembus pertahanan warga. Yudi menyebut, sempat terjadi bentrokan antara kepolisian dan warga. Lantaran rombongan PLN dan aparat kepolisian ngotot masuk di wilayah pocoleok.

"Sampai pukul 16.00 WIT. Setelah PLN pulang, baru warga pulang," ujar Karno.

Perlawanan warga Poco Leok

Kepala Divisi Advokasi Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Muhammad Jamil, yang selama ini ikut mendampingi warga Poco Leok, menerangkan, proyek PLTP Ulumbu unit 5-6 di Poco Leok dikerjakan oleh PT PLN, dan didanai oleh Kreditanstalt für Wiederaufbau/KfW (Bank Pembangunan dan Investasi Jerman). Pendanaan dari KfW diteken pada Oktober 2018 lalu.

KfW menandatangani perjanjian hutang langsung tanpa jaminan pemerintah dengan PT PLN, untuk pendanaan Geothermal Energy Programme sebesar 150 juta EUR. Dana hutang KfW tersebut ditujukan untuk membiayai pengembangan Unit V PLTP Ulumbu, dan Unit 2 dan 3 PLTP Mataloko.

Izin lokasi proyek ini telah diteken oleh Bupati Manggarai, Heribertus G.L. Nabit melalui SK Nomor HK/417/2022 tentang Penetapan Lokasi Perluasan PLTP Unit 6-6 di Poco Leok, dan diklaim sebagai PSN.

"Sejak awal proyek perluasan wilayah operasi PLTP Ulumbu ke Poco Leok ini ditentang warga," kata Jamil, Rabu (27/9/2023).

Selain terus melakukan penghadangan di Poco Leok, kata Jamil, warga juga telah melakukan protes berulang kali, baik melalui audiensi dan aksi di Pemkab Manggarai (Bupati, DPRD, ATR/BPN Manggarai), maupun di Kementerian ESDM dan PT PLN di Jakarta pada 8 Maret 2023 lalu.

Selain itu, warga juga telah dua kali menyurati Bank KfW, yakni pada 5 Juli 2022 dan 2 Agutus 2023 sebagai tanggapan warga atas surat balasan KfW pada 5 Juli 2022. Melalui kedua surat itu, warga Poco Leok mengingatkan KfW untuk menghentikan pendanaan atas proyek geothermal di Poco Leok dan Mataloko, Flores.

"Bagi warga, jika KfW enggan menghentikan pendanaan, maka secara tidak langsung, bank asal Jerman itu terlibat dalam rentetan tindak kejahatan kemanusiaan dan lingkungan di Poco Leok," tutur Jamil.

Jamil mengatakan, warga Poco Leok bahkan juga telah menyurati Kedutaan Besar Jerman di Jakarta pada 29 Agustus 2023 lalu, yang pada pokoknya mendesak pihak Kedubes untuk mengevaluasi segera investasi mereka dalam proyek geothermal di Poco Leok dan Mataloko, Flores.

Di mata warga, Jamil menambahkan, rencana pengembangan unit 5 dan 6 PLTP Ulumbu yang tengah dibiayai oleh KfW itu bukan hanya akan berdampak langsung pada warga Poco Leok, seperti yang sudah terjadi pada operasi PLTP Ulumbu. Tetapi, saat ini operasi lapangan dari investasi itu sendiri telah menghasilkan ketakutan, perpecahan, dan kemarahan warga.

"Proses teknis maupun proses pemaksaan lewat jalur politik kekuasaan di lapangan, di mana operator proyek mengerahkan pihak-pihak yang berkuasa dan aparat keamanan untuk melemahkan warga masyarakat adat turun-temurun tidak berhenti, bahkan menjadi-jadi," ucap Jamil.

PLTP di Poco Leok ditargetkan rampung 2025

Pada kesempatan , Dede Mairizal, Senior Manager Perizinan, Pertanahan dan Komunikasi PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan (UIP) Nusa Tenggara, mengatakan pengembangan PLTP Ulumbu 5-6 ditargetkan untuk Ulumbu unit 5 20 MW rampung pada 2025, dan Ulumbu unit 6 20 MW pada 2027 sesuai dengan Kepmen Nomor: 188.K/HK.02/MEM.L/2021.

Dede menguraikan, dalam melangsungkan proses pembebasan lahan telah melalui sejumlah tahapan yang sesuai dengan Peraturan menteri (PerMen) ATR/BPN No.19 tahun 2021 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

"Pada tahun 2022, lewat proses perencanaan yang matang, PT PLN (Persero) telah menyusun dan menerbitkan Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah (DPPT) yang diajukan ke pemerintah daerah (Pemda) sebagai instansi yang melakukan persiapan pengadaan tanah," kata Dede, dalam pernyataan tertulis yang diterima Betahita, Rabu (9/8/2023) kemarin.

Selanjutnya, pada tahapan persiapan, Dede menyebut telah menghasilkan produk berupa penetapan lokasi (Penlok) yang telah melalui beberapa proses sesuai dengan Permen yang berlaku. Tahap persiapan pengadaan tanah ini dilakukan oleh Tim Persiapan Pengadaan Tanah Pemprov atau didelegasikan ke Pemda setempat.

Dengan produk yang dikeluarkan adalah SK Penetapan Lokasi dari Pemerintah Kabupaten Manggarai, melalui Keputusan Bupati Manggarai Nomor: HK/417/2022 tentang Penetapan Lokasi (Penlok) Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu Unit 5-6 Poco Leok.

Berbekal penetapan lokasi itu, kemudian dilakukan tahapan pelaksanaan pengadaan tanah sesuai dengan Permen ATR/BPN Pasal 81. Dalam tahap ini kegiatan yang sudah dilakukan di antaranya, penyusunan tim yang terdiri dari BPN dan Pemda, tim pelaksana dan tim pendamping yang terdiri dari forkopimda, tim satgas A, dan tim satgas B dari BPN. Selanjutnya disiapkan kegiatan sosialisasi di Hotel Revayah 14 Juni 2023.

"Di dalam Penlok terdapat persetujuan bahwa pemilik lahan telah sepakat (kesepakatan lahan) dengan lokasi rencana pembangunan yang ditandatangani tokoh adat, masyarakat, pemliik lahan, dan perangkat pemerintah setempat," terang Dede.

Menurut Dede, tanah yang digunakan dalam proyek pengembangan PLTP Ulumbu 5-6 di Poco Leok adalah tanah milik pribadi sesuai dengan dokumen yang ada dengan bukti kepemilikan sesuai dengan surat keterangan pemilik lahan yang disahkan oleh pihak desa. Lahan untuk lokasi wellpad D, E, F, dan G, status tanahnya adalah kepemilikan pribadi sesuai dengan Surat Keterangan Status Kepemilikan. Surat diketahui oleh Tua Gendang, Pemilik Lahan, dan Kepala Desa.

Dede melanjutkan, proses transisi energi yang dijalankan PT PLN saat ini dengan mengembangkan pemanfaatan potensi panas bumi Ulumbu yang ada di Kabupaten Manggarai. Proyek ini, katanya, sejalan dengan road map percepatan bauran energi terbarukan sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional serta penurunan emisi gas rumah kaca yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

"Pengembangan PLTP Ulumbu 5-6 di Poco Leok juga merupakan upaya pemerintah dalam menggapai Net-Zero Emission (NZE) di tahun 2060. Kemandirian energi di Kabupaten Manggarai sangat bergantung pada operasi PLTP Ulumbu dan PLTMH Waigarit," imbuh Dede.

Dede menerangkan, PLTP Ulumbu Unit 1-4 (eksisting) mensuplai kebutuhan energi listrik di Manggarai sebesar 50 persen (6,5 MW dari total 13,06 MW; beban/kebutuhan listrik yang tercatat di Gardu Induk Ruteng-11,76 MW dan Gardu Induk Ulumbu-1,3 MW). Kemudian, 50 persen sisa kebutuhan energi listrik Manggarai disuplai dari sistem kelistrikan Flores, yaitu terutama dari PLTMG Rangko (20 MW) di Labuan Bajo dan/atau PLTMG Maumere (40 MW).

Sebelum PLTP beroperasi, masih kata Dede, sistem kelistrikan di Kabupaten Manggarai masih disuplai oleh PLTD. Seiring beroperasinya PLTP di 2012, maka bauran energi baru terbarukan di sistem isolated Manggarai meningkat cukup signifikan.

Soal pelibatan aparat keamanan dan kepolisian dalam tiap kegiatan pengembangan PLTP Ulumbu 5-6 di Poco Leok, Dede menjelaskan, sudah sesuai dengan peraturan mengenai PSN dan sifatnya sebagai tim pendamping dan tidak melakukan atau ditemukan pihak terkait bertindak represif kepada masyarakat.

Dede melanjutkan, keterlibatan aparat keamanan dan polisi termasuk tim pendamping yang bertugas untuk mendukung pelaksanaan pengadaan tanah dalam hal bidang ketentuan peraturan perundangan-undangan, keharmonisan, keselarasan, keamanan dan ketertiban dalam kegiatan pelaksanaan pengadaan tanah PLTP Ulumbu.

"Sesuai dengan kondisi lapangan, tidak terjadi aksi atau tindak kekerasan yang dilakukan pihak keamanan dan pihak kepolisian. Beberapa pihak yang terlibat memang mengalami kelelahan dan belum sarapan pada saat melakukan kegiatan penghadangan dan demonstrasi terhadap tim BPN (tim pelaksana pengadaan tanah)," jelas Dede.