Wali Lingkungan Aceh Dorong 8 Isu untuk Revisi RTRW Aceh

Penulis : Gilang Helindro

Lingkungan

Selasa, 03 Oktober 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Walhi Aceh bersama Wali Lingkungan Aceh mendorong delapan isu menyoal lingkungan untuk penguatan substansi revisi RTRW Provinsi Aceh. Afifuddin Acal, Kadiv Advokasi dan Kampanye Walhi Aceh menyebut, ada delapan isu yang didorong agar diintegrasikan dalam Qanun atau peraturan daerah baru Aceh.

Afif mengatakan, delapan isu tersebut sebagai solusi untuk mengatasi atau menjawab sengkarut ruang yang terjadi selama ini di Aceh. “Menurut kami delapan isu ini belum terakomodir secara baik dalam RTRW Aceh lama,” katanya saat dihubungi, Senin 2 Oktober 2023.

Delapan isu itu, kata Afif, meliputi kebencanaan, pembangunan infrastruktur terintegrasi dan ramah lingkungan, pengelolaan SDA berkelanjutan, Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), kawasan ekosistem penting dan koridor satwa, kehidupan satwa liar, kawasan ekosistem mangrove, gambut dan karst, wilayah adat dan wilayah kelola rakyat, kawasan sosial dan budaya. “Kami melihat delapan isu ini mampu meminimalisir, sengkarut tata ruang di Aceh yang menempatkan Aceh dalam kondisi darurat ekologis,” katanya.

Munawir Abdullah, Kadiv Program Manager, Evaluasi dan Monitoring Walhi Aceh menyebut, jika mengacu pada rancangan peraturan daerah yang sedang dibahas, ada potensi dan celah untuk kerusakan lingkungan, seperti penggabungan kawasan perkebunan skala besar dengan perkebunan rakyat, “Hal itu disatukan dalam pola ruangnya, dan akan memberikan dampak terhadap tumpang tindih pemanfaatan kawasan antara perkebunan skala besar dan perkebunan rakyat,” katanya.

Hampir semua lokasi banjir, baik Aceh Singkil, Nagan Raya dan Aceh Jaya, banjir terjadi akibat alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit. Wilayah rawa gambut Singkil disebut sebagai daerah yang paling banyak dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit.

Beberapa daerah di Aceh seperti Kabupaten Aceh Tenggara beberapa waktu lalu dilanda banjir. Kemudian pada 1 Oktober 2023, banjir melanda empat belas desa di Kabupaten Simeuleu. Menurut Afif hal ini menjadi bukti masifnya kerusakan hutan di kawasan tersebut, kerusakan akibat penambangan liar, perkebunan sawit, hingga pembukaan jalan baru. “Seperti pembangunan jalan tembus dari Jambur Latong, Kutacane sampai perbatasan Sumatera Utara,” katanya.

Menurutnya, pembukaan jalan baru tersebut dapat memicu illegal logging maupun konflik satwa dan kejahatan lingkungan lainnya. Dengan adanya jalan tersebut para perambah hutan semakin mudah untuk mengakses kawasan hutan untuk menebang kayu. “Intensitas banjir yang terjadi di Aceh Tenggara sepekan ini membuktikan bahwa kerusakan hutan semakin masif terjadi di Aceh Tenggara,” katanya.

Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), banjir yang melanda Aceh Tenggara sepekan terakhir ini telah berdampak terhadap 8.101 jiwa dan 2.230 kepala keluarga. Sebanyak 326 jiwa terpaksa harus diungsikan, meskipun hingga sekarang belum ada laporan korban jiwa.