Mahkamah Konstitusi Tolak Uji Formil UU Cipta Kerja

Penulis : Aryo Bhawono

Hukum

Selasa, 03 Oktober 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji formil UU No 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Penolakan ini membuat Mahkamah dianggap mengangkangi putusan sebelumnya, yang menyatakan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

Majelis Hakim MK membacakan putusan lima permohonan uji formil terhadap UU No 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja pada Senin, 2 Oktober 2023. Lima permohonan ini tercatat sebagai perkara nomor 40, 41, 46, 50, dan 54 PUU-XXI tahun 2023 yang diajukan oleh berbagai serikat buruh. "Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Anwar Usman. Ia juga menyatakan pokok permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum. 

Putusan tersebut menyebutkan terdapat dualisme tafsir mengenai unsur mendesak di balik lahirnya Perppu Cipta Kerja. Meski begitu, setiap tindakan dan kebijakan yang diambil pemerintahan harus memiliki landasan pada konstitusi. Konstitusi sendiri memberikan kewenangan kepada presiden untuk menerbitkan perppu. 

Gedung Mahkamah Konstitusi. (Flickr)

“Meski demikian adanya prasyarat mutlak dalam penentuan perppu adalah adanya kegentingan yang memaksa,” tulis putusan tersebut.  

Batasan menentukan kegentingan ditetapkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009. Unsur kegentingan ini meliputi tiga hal. Pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan persoalan hukum secara cepat. Kedua undang-undang yang dibutuhkan belum ada. Ketiga, kekosongan hukum tak bisa diatasi dengan menunggu prosedur pembuatan UU seperti biasa. 

“Menurut Mahkamah dalam sebuah negara hukum segala bentuk tindakan pemerintahan harus berada dalam koridor hukum dan konstitusi dan menempatkan konstitusi sebagai hukum tertinggi,” tulis putusan tersebut.  

Empat hakim memberikan pandangan berbeda (dissenting opinion). Mereka adalah Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Suhartoyo. Namun pendapat dari keempat hakim yang berbeda tidak dibacakan dalam sidang. 

Pemohon perkara No 41 PUU-XXI tahun 2023 dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Elly Rosita Silaban, mengaku kecewa dengan putusan ini. Ia berada dalam ruang sidang MK ketika pembacaan putusan. Menurutnya MK tidak konsisten dengan putusan sebelumnya yang menyatakan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

“Kami sangat kecewa dengan putusan ini. Kami MK tidak mempertimbangkan putusan yang mereka keluarkan mengenai uji formil UU Cipta Kerja (UU No 11 Tahun 2020) pada November 2021 lalu. Kan mereka memberikan jangka waktu dua tahun untuk perbaikan dalam pembentukan perundangan, Perppu UU Cipta KErja ini seharusnya tidak menjawab itu,” jelasnya. 

Perjalanan UU Cipta Kerja 

Pada 5 Oktober 2020 lalu, DPR mengesahkan UU Cipta Kerja meski mendapat penolakan dari berbagai kelompok, seperti buruh, mahasiswa, akademisi, dan kelompok masyarakat sipil lainnya. 

Pada November 2021, MK, memutuskan UU itu inkonstitusional bersyarat dan memberikan waktu selama dua tahun kepada pemerintah dan DPR untuk melakukan perbaikan proses pembentukan perundangan. 

Namun alih-alih melakukan perbaikan, Presiden Joko Widodo, justru mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti (Perppu) No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. DPR sendiri mengesahkan perppu ini menjadi UU pada 23 Maret 2023.