Level Hitam Udara di Palangkaraya

Penulis : Aryo Bhawono

Polusi

Rabu, 04 Oktober 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, terkepung asap karhutla. Kondisi udara di kota itu mencapai level berbahaya. 

Data konsentrasi partikulat Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjukkan konsentrasi Particulate Matter (PM2.5) di Palangkaraya mencapai level berbahaya (hitam) pada Selasa (3/10/2023). 

Kualitas udara di kota terdeteksi berada di level berbahaya sejak pukul 03.00 WIB dini hari, kemudian menjadi sangat berbahaya (merah) pada pukul 05.00 WIB. 

Namun menjelang pukul 07.00 WIB hingga lewat tengah hari kondisi udara kembali berada di level berbahaya. 

Data konsentrasi PM 2.5 di Palangkaraya BMKG diakses pada Selasa (3/10/2021). Sumebr data: BMKG

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng, Bayu Herinata, menyebutkan kondisi udara itu disebabkan karena asap karhutla. Sudah seminggu terakhir, kata dia, kabupaten di sekitar Palangkaraya mengalami karhutla.

“Iya, kalau karhutla cukup besar. Bisa dibilang Palangkaraya dikepung api kebakaran. Karhutla itu bukan hanya terjadi di daerah administrasi tapi kabupaten sekitar, seperti Pulang Pisau dan Katingan,” ucapnya.

Bahkan pada pekan lalu saja karhutla cukup besar terjadi di Desa Tanjung Taruna, Tumbang Nusa, Pilang, dan Henda di Kecamatan Jabiren Raya, Pulang Pisau. Saat itu angin bertiup ke arah utara, tepat ke kota Palangkaraya. Tak ayal jika kondisi udara menjadi berbahaya.    

Tak hanya itu karhutla di Kabupaten Katingan juga meningkat. Angin turut membawa asap kebakaran ke Kotawaringin Timur dan Palangkaraya. 

“Jadi terbaca di stasiun Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) kualitas udara semakin memburuk. Puncaknya itu jam 7 pagi sampai sekitar jam 9 pagi. Lalu pada malam akan menguat lagi kondisi udara buruknya. Itu karena angin tak terlalu kuat mendorong asap,” kata dia. 

Data analisis lahan yang tengah diolah Walhi Kalimantan Tengah menunjukkan, sebagian besar lokasi kebakaran hutan justru terjadi di kawasan ekosistem gambut, tepatnya di Kesatuan Hidrologi Gambut Sungai Kahayan-Sebangau.

“Ini yang seharusnya diantisipasi pemerintah, bagaimana bisa kawasan yang seharusnya steril itu justru menjadi area konsesi perusahaan, bahkan proyek nasional seperti food estate. Jelas-jelas itu memicu karhutla yang susah ditangani,” ucap dia.

Data titik panas satelit NASA-TERRA/AQUA di situs Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Sipongi, menunjukkan sebanyak titik panas 102 titik panas berada di Kalimantan Tengah. Sebagian besar berada di ekosistem gambut.