BMKG Prediksi Musim Kemarau 2023 Berakhir Oktober Ini

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Iklim

Kamis, 05 Oktober 2023

Editor :

BETAHITA.ID - Musim kemarau akan berakhir di sebagian besar wilayah Indonesia mulai akhir Oktober ini, dan awal musim hujan secara bertahap, dimulai awal November 2023, menurut prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Namun, akibat tingginya keragaman iklim, maka awal musim hujan tidak terjadi secara serentak di seluruh wilayah Indonesia. Sementara puncak musim hujan diprediksi akan terjadi pada bulan Januari-Februari 2024.

"Sesuai prediksi BMKG, puncak dampak El Nino terjadi pada bulan September, namun tadi kami juga menganalisis dari data satelit yang terkini, terlihat Oktober ini nampaknya intensitas El Nino belum turun. Fenomena El Nino ini diprediksi masih akan terus bertahan hingga tahun depan," ungkap Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG, dalam keterangan tertulis, Selasa (3/10/2023) kemarin.

Dwikorita menjelaskan, level El Nino moderat akan terus bertahan dan berakhir pada Februari-Maret 2024. Awal musim hujan sendiri, kata Dwikorita, berkaitan erat dengan peralihan Monsun Australia menjadi Monsun Asia. Saat ini, katanya, Monsun Asia sudah mulai memasuki wilayah Indonesia sehingga diprediksi November akan mulai turun hujan.

Ilustrasi suhu panas. Foto: Shutterstock

"Artinya pengaruh El Nino akan mulai berkurang oleh masuknya musim hujan sehingga diharapkan kemarau kering ini segera berakhir secara bertahap. Ada beberapa wilayah yang masuk musim penghujan sebelum November dan ada yang mundur, tapi sebagian besar pada bulan November," jelas Dwikorita.

Dwikorita mewanti-wanti masyarakat untuk tidak melakukan aktivitas yang dapat memicu terjadinya kebakaran lantaran kemarau kering masih belum berakhir.

"Masyarakat dimohon selama bulan Oktober ini kondisinya masih kering, maka tidak dibakar pun bisa terbakar. Jadi jangan mencoba-coba untuk dengan sengaja atau tidak sengaja untuk mengakibatkan nyala api karena pemadamannya akan sulit untuk dilakukan," ucapnya.

Sebelumnya, BMKG juga menjelaskan, sepekan terakhir sebagian wilayah Indonesia mengalami fenomena suhu panas yang cukup terik pada siang hari. Berdasarkan data hasil pengamatan BMKG, suhu maksimum terukur selama periode 22-29 September 2023 di beberapa wilayah Indonesia terjadi cukup tinggi dengan kisaran suhu antara 35-38.0 °C pada siang hari.

Yang mana suhu maksimum tertinggi selama periode tersebut ada yang mencapai hingga 38.0 °C yang terukur di Kantor Stasiun Klimatologi Semarang-Jawa Tengah pada 25 dan 29 September 2023, serta di Stasiun Meteorologi Kertajati, Majalengka-Jawa Barat pada 28 September 2023. Sementara itu suhu maksimum terukur di wilayah Jabodetabek berada pada kisaran 35.0-37.5 °C, suhu maksimum hingga 37.5 °C terukur di wilayah Tangerang Selatan pada 29 September 2023.

Secara umum, fenomena suhu panas terik tersebut terjadi karena dipicu oleh beberapa kondisi dinamika atmosfer. Saat ini kondisi cuaca di sebagian besar wilayah Indonesia terutama di Jawa hingga Nusa Tenggara (termasuk Jabodetabek) didominasi oleh kondisi cuaca yang cerah dan sangat minimnya tingkat pertumbuhan awan terutama pada siang hari.

Kondisi ini tentunya menyebabkan penyinaran matahari pada siang hari ke permukaan bumi tidak mengalami hambatan signifikan oleh awan di atmosfer, sehingga suhu pada siang hari di luar ruangan terasa sangat terik. Seperti diketahui, saat ini sebagian besar wilayah Indonesia terutama di selatan ekuator masih mengalami musim kemarau dan sebagian lainnya akan mulai memasuki periode peralihan musim pada periode Oktober-November ini, sehingga kondisi cuaca cerah masih cukup mendominasi pada siang hari.

Di akhir September ini, posisi semu matahari menunjukkan pergerakan ke arah selatan ekuator, yang berarti bahwa sebagian wilayah Indonesia di selatan ekuator termasuk wilayah Jawa hingga Nusa Tenggara mendapatkan pengaruh dampak penyinaran matahari yang relatif lebih intens dibandingkan wilayah lainnya, di mana pemanasan sinar matahari cukup optimal terjadi pada pagi menjelang siang dan pada siang hari.

Namun, fenomena astronomis ini tidak berdiri sendiri dalam mengakibatkan peningkatan suhu udara secara drastis atau ekstrem di permukaan bumi. Faktor-faktor lain seperti kecepatan angin, tutupan awan, dan tingkat kelembapan udara memiliki dampak yang lebih besar juga terhadap kondisi suhu terik di suatu wilayah seperti yang terjadi saat ini di beberapa wilayah Indonesia.