Pembangunan Masif Hancurkan Pesisir Bali 

Penulis : Gilang Helindro

Lingkungan

Jumat, 13 Oktober 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Walhi Bali menilai berbagai forum internasional di Bali seringkali diikuti oleh kegagalan pemerintah dalam menangani bencana lingkungan. Ini juga terjadi dalam perhelatan KTT AIS 2023 di Bali pada 10-11 Oktober 2023. 

Direktur Walhi Bali, Made Krisna Dinata menyebut, berkebalikan dengan klaim pemerintah di KTT AIS 2023, pengaturan ruang wilayah pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) maupun regulasi seperti RZWP3K (Rencana Zonasi Wilayah Perairan dan Pulau-Pulau Kecil) yang selalu berubah-rubah dan tidak jelas telah menjadi salah satu faktor bencana di Bali. 

“Bahkan regulasi tersebut selalu menjadi bancakan dan legitimasi terhadap proyek- proyek yang merusak alam, seperti proyek reklamasi dan proyek predatoris lainnya,” kata Made Krisna Dinata, Rabu, 11 Oktober 2023. "Berbagai proyek tersebut menghancurkan daya dukung dan daya tampung Bali." 

Made Krisna menyebut, proyek lain yang penting disebut dalam hal ini adalah Tol Bali Mandara yang telah memberikan dampak buruk terhadap ekosistem mangrove di Tahura Ngurah Rai, Teluk Benoa. Dalam kurun waktu 9 tahun, ujarnya, telah terjadi peningkatan sedimentasi seluas 485,62 hektare yang mempengaruhi ekosistem di perairan Teluk Benoa. Di samping itu, pembangunan Jalan Tol Bali Mandara juga menerabas ekosistem mangrove sedikitnya 2 hektare. 

Aksi penolakan rencana reklamasi Teluk Benoa, Agustus 2018. (Dok.ForBali)

Namun sampai saat ini tidak ada upaya pemulihan atau sanksi yang tegas terkait berkurangnya luasan hutan mangrove akibat pembangunan jalan tol tersebut. Secara umum, kawasan mangrove Tahura Ngurah Rai terus mengalami penyusutan. Sekarang hanya tersisa seluas 1.158,44 hektare. Padahal sebelumnya, luasnya tercatat 1.203,55 hektare. 

Akibatnya, masyarakat pesisir Bali semakin rentan karena dampak krisis iklim. Menurut Made Krisna, sebagai ekosistem pulau kecil, Bali sangat rentan terhadap bencana ekologis. Pantai Kuta dan sekitarnya mengalami abrasi yang cukup parah.

Data terbaru Walhi Bali pada 2023 menyebut, garis tepi pantainya sudah mengalami kemunduran 25-30 meter. Di Kabupaten Badung, abrasi telah menghilangkan 703 meter pantai dan menyebabkan sembilan bangunan rusak berat. 

Tahun 2022 lalu, Abrasi juga telah merusak 70 rumah yang berada di pesisir Pantai Pebuahan, Desa Banyubiru, Kabupaten Jembrana. Pada Juli 2023 lalu, akibat cuaca ekstrem yang menerjang Bali, banjir dan angin puting beliung juga melanda pantai Pebuahan. Sebanyak 216 keluarga menjadi korban, karena rumah dan perahu mereka hancur. Banyak warga yang harus mengungsi ke rumah keluarga karena merasa tidak aman. 

“Berbagai bentuk pembangunan infrastruktur yang dibangun di kawasan pesisir Bali akan memperparah penghancuran ekologis Pulau Bali sekaligus memperburuk dampak krisis iklim yang harus dihadapi oleh masyarakat pesisir Bali ke depannya,” katanya.