Mau Jadi Penemu Spesies Baru? Jadilah Ahli Jamur seperti Flemming

Penulis : Kennial Laia

Biodiversitas

Sabtu, 14 Oktober 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Sebuah studi mengungkapkan lebih dari 2 juta spesies jamur belum ditemukan atau masih dalam proses identifikasi. Kekayaan ini tersebar di seluruh dunia dan disebut para ilmuwan sebagai terobosan baru bagi kehidupan di Bumi. 

Namun para peneliti juga memperingatkan bahwa sebagian besar penemuan jamur baru adalah spesies yang terancam punah, yang seharusnya terdaftar sebagai terancam punah secara otomatis. Menurut studi tersebut, tiga perempat spesies jamur yang belum diidentifikasi kemungkinan besar berisiko punah.

Jamur menempati urutan kedua setelah invertebrata dalam hal keanekaragamannya. Fungi ditemukan di udara, di dalam tumbuhan dan hewan, serta di tanah dan lautan, dalam berbagai bentuk dan ukuran. Lebih dari 90% di antaranya masih belum diketahui ilmu pengetahuan. 

Padahal jamur adalah produsen antibiotik paling pertama yang ditemukan manusia. Adalah Alexander Flemming, pada 1928, yang menemukan jamur penisilin menghasilkan material antibakteri yang efektif untuk mencegah infeksi, yang kemudian disebut sebagai penisilin.  

Ilustrasi jamur. Foto: thoughtforfood.org

Royal Botanic Gardens (RGB) Kew telah merilis perkiraan baru keanekaragaman jamur tersebut sebagai bagian dari laporan kesehatan tanaman dan jamur di dunia. Mereka menemukan bahwa terdapat sekitar 2,5 juta spesies jamur di dunia. Namun, hanya 155 ribu yang teridentifikasi sejauh ini.

“Ini adalah wilayah yang belum dipetakan,” kata Prof Alexandre Antonelli, direktur sains di RBG Kew, dikutip Guardian. “Selama beberapa tahun terakhir, kami melihat peningkatan apresiasi terhadap peran jamur dalam segala hal. Jamur menopang kehidupan kita, vegetasi kita, dan sangat penting bagi setiap spesies hewan,” katanya. 

“Saat ini kami memiliki analisis DNA, dan kami mencoba menerobos batas-batas baru. Sebab banyak informasi terkait fungsi yang belum terpecahkan,” kata Antonelli. 

Kegembiraan para ilmuwan terhadap dunia yang belum ditemukan ini dibayang-bayangi oleh kekhawatiran akan ancaman kepunahan yang dihadapi oleh banyak spesies baru yang ditemukan. Dari spesies tumbuhan berpembuluh yang teridentifikasi pada 2020, peneliti menemukan lebih dari 77% sudah memenuhi kriteria terancam, 59% spesies kemungkinan memenuhi kriteria terancam punah, dan 24% kemungkinan memenuhi kriteria kritis. 

Dengan 350.000 spesies tumbuhan berpembuluh yang diketahui ilmu pengetahuan, para peneliti RBG Kew yakin sekitar 100.000 masih belum teridentifikasi, namun sebanyak satu dari tiga di antaranya kemungkinan terancam punah.

Para ilmuwan Kew mengatakan semua spesies yang baru dideskripsikan harus diperlakukan sebagai spesies yang terancam kecuali jika dapat ditunjukkan sebaliknya.

Sejak 2020, sekitar 10.200 spesies jamur baru telah dideskripsikan secara resmi, namun kemajuan ilmu pengetahuan membuat para peneliti berharap dapat mengidentifikasi 50.000 spesies jamur baru setiap tahunnya. Tahun ini, peneliti di Kew telah menemukan jamur parasit baru yang memangsa laba-laba di hutan hujan Atlantik Brasil, mirip dengan jamur semut zombi, yang dapat mengalahkan serangga tersebut dan mengelabui mereka agar meninggalkan sarangnya untuk pergi ke tempat di mana mereka dapat menyebarkan virusnya.

Ester Gaya, peneliti senior di RBG Kew, mengatakan dia berharap bahwa mengidentifikasi lebih banyak spesies dapat membawa kemajuan dalam bidang kedokteran, pertanian dan teknik, serta membantu lebih memahami penyakit manusia.

“Teknik DNA telah merevolusi penelitian jamur, lebih dari sekadar tumbuhan dan hewan. Awalnya kami hanya melihat jamur dan lumut kerak,” ujar Gaya.

 “Sekarang, kami tengah mempelajari mikrobioma usus. Saat ini, banyak sekali penyakit manusia yang terbukti disebabkan oleh jamur atau ketidakseimbangan dalam komunitas jamur. Jamur bawah tanah menghubungkan pepohonan dan menjalin hubungan simbiosis dengan akar pohon dan mereka bertukar nutrisi dan air. Saat ini pun Anda sedang menghirup spora jamur,” kata Gaya. 

Laporan tersebut mengatakan bahwa mengidentifikasi dan mendeskripsikan spesies tanaman dan jamur baru merupakan tantangan penting bagi ilmu keanekaragaman hayati. Para peneliti menyoroti 32 “titik gelap” keanekaragaman tanaman di mana terdapat kesenjangan pengetahuan yang kritis. Data yang paling sedikit ini terkait dengan Kolombia, Papua Nugini, dan Tiongkok tengah-selatan. 

“Masalahnya adalah kita memiliki banyak kesenjangan pengetahuan. Ada banyak tempat di dunia yang belum mengumpulkan cukup banyak [tanaman] atau mengumpulkan proporsi keanekaragaman hayati yang sangat bias,” kata Antonelli. “Idenya [dengan titik gelap] sebenarnya adalah untuk mengidentifikasi area-area di mana kita dapat memperoleh manfaat paling besar,” kata Antonelli.