Mikroplastik: Ku Melayang Bagaikan Terbang ke Awan

Penulis : Kennial Laia

Sampah

Minggu, 15 Oktober 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Mikroplastik telah ditemukan di mana-mana, dari kedalaman lautan hingga es Antartika. Penelitian baru mendeteksi mikroplastik di lokasi baru yang mengkhawatirkan, yakni di awan yang menggantung di atas dua gunung di Jepang.

Menurut ilmuwan, area sekitar Gunung Fuji dan Gunung Oyama di Jepang mengandung serpihan plastik yang sangat kecil iini. Mereka menyoroti bagaimana polusi dapat menyebar dari jarak jauh, mencemari tanaman dan air di planet ini melalui “curah hujan plastik”.

Mikroplastik sangat terkonsentrasi dalam sampel yang dikumpulkan para peneliti sehingga diperkirakan menyebabkan terbentuknya awan sekaligus mengeluarkan gas rumah kaca.

“Jika isu 'polusi udara plastik' tidak ditangani secara proaktif, perubahan iklim dan risiko ekologi dapat menjadi kenyataan, sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius dan tidak dapat diperbaiki di masa depan,” kata Hiroshi Okochi, penulis utama studi dan profesor di Universitas Waseda, dalam sebuah rilis. 

Gunung Fuji, Jepang, dikelilingi awan. Penelitian mengungkap bahwa mikroplastik ditemukan di awan sekitar gunung ini. Dok Pixabay

Makalah ini telah melalui penelaahan sejawat (peer-review) dan diterbitkan di Environmental Chemistry Letters. Penulis yakin ini adalah makalah pertama yang meneliti kandungan mikroplastik di awan.

Polusi tersebut terdiri dari partikel plastik berukuran kurang dari lima milimeter yang dilepaskan dari potongan plastik yang lebih besar selama proses degradasi. Mereka juga ditambahkan ke beberapa produk, atau dibuang ke limbah industri. Ban dianggap sebagai salah satu sumber utama penyebab hal ini, begitu pula manik-manik plastik yang digunakan dalam produk perawatan pribadi. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa limbah tersebut terakumulasi secara luas di seluruh dunia. Sebanyak 10 juta ton diperkirakan berakhir di lautan setiap tahunnya.

Manusia dan hewan menelan atau menghirup mikroplastik dalam jumlah besar, yang terdeteksi di paru-paru, otak, jantung, darah, plasenta, dan kotoran manusia. Toksisitasnya masih dipelajari, tetapi penelitian baru dengan subjek tikus yang terpapar mikroplastik menunjukkan adanya masalah kesehatan, seperti perubahan perilaku, dan penelitian lain menemukan kaitannya dengan kanker dan sindrom iritasi usus besar.

Peneliti di Universitas Waseda mengumpulkan sampel pada ketinggian berkisar antara 1.300-3.776 meter, yang mengungkapkan sembilan jenis polimer, seperti poliuretan, dan satu jenis karet. Kabut di awan tersebut mengandung sekitar 6,7 hingga 13,9 keping mikroplastik per liter, dan di antara mikroplastik tersebut terdapat sejumlah besar serpihan plastik yang “menyukai air”, yang menunjukkan bahwa polusi “memainkan peran penting dalam pembentukan awan yang cepat, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi iklim secara keseluruhan,” kata para peneliti dalam siaran pers. 

Hal ini berpotensi menjadi masalah karena mikroplastik terurai lebih cepat ketika terkena sinar ultraviolet di atmosfer bagian atas, dan mengeluarkan gas rumah kaca. Konsentrasi mikroplastik yang tinggi di awan di wilayah kutub yang sensitif dapat mengganggu keseimbangan ekologi, tulis para penulis.

Temuan ini juga menyoroti betapa mikroplastik sangat mudah berpindah dan dapat berpindah jarak jauh melalui udara dan lingkungan. Penelitian sebelumnya telah menemukan material tersebut dalam air hujan, dan penulis studi tersebut mengatakan bahwa sumber utama plastik di udara mungkin berasal dari semprotan laut, atau aerosol, yang dilepaskan saat ombak menerjang atau gelembung laut pecah. Debu yang ditimbulkan oleh mobil di jalan raya juga merupakan sumber potensial lainnya, kata para penulis.