Pemutihan Untungkan Korporasi Sawit Ilegal di Kawasan Gambut

Penulis : Aryo Bhawono

Sawit

Selasa, 07 November 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Kebijakan pemutihan sawit diduga sarat kepentingan korporasi. Mereka menguasai 71 persen lahan sawit di kawasan hutan yang berada di Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG).

Analisis data Pantau Gambut menyebutkan perkebunan perkebunan sawit ilegal dalam kawasan di KHG itu mencapai 407.264 hektare. Sekitar 285 ribu hektare di antaranya terkorelasi dengan grup korporasi besar. 

Manajer Advokasi dan Kampanye Pantau Gambut, Wahyu Eka Perdana, mengatakan korporasi besar itu diantaranya Jardine Matheson (sebelumnya Astra Agro), Fri-EI, Bumiraya Investindo, Gama AND S&G Blofuel – JV, Genting, Abdi Budi Mulia, Royal Golden Eagle (RGE)/Asian Agri, Medco, Perkebunan Nusantara, dan Sampoerna Agro.

Selain itu ada pula “Kuala Lumpur Kepong (KLK), Soechi, Makin, Tianjin Julong, Mentari, Sinar Mas (GAR), Bakrie, Torganda, Tri Bakti Sarimas, Sallim/IndoAgri, Central Cipta Murdaya (Murdaya Family), Goodhope, Wilmar, Citra Borneo Indah, Musim Mas, Darmex Agro, Best Agro,” ucap dia dalam rilis pers. 

Tampak dari ketinggian lahan yang dulunya hutan alam telah gundul untuk pembangunan perkebunan sawit PT Papua Agro Lestari (Grup Korindo) di Merauke, Papua Selatan./Foto: Mighty Earth

Ia menyebutkan angka ini bersumber dari pendataan yang dilakukan Greenpeace dan TheTreeMap. Mereka juga mengungkapkan bahwa pada akhir tahun 2019 saja, terdapat total luas sekitar 3.118.804 ha tanaman kelapa sawit di kawasan hutan. Sekitar setengahnya (1.552.617 ha) merupakan milik perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Dalam rilis itu Pantau Gambut juga menyebutkan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) pernah mengklaim lahan sawit seluas 700.000 ha di kawasan hutan telah mendapatkan Hak Guna Usaha. Artinya, menurut Ketua Umum Gapki, Eddy Martono, lahan yang sudah mendapat status HGU dari Kementerian ATR/BPN itu sudah bukan lagi kawasan hutan. Artinya sudah mendapat pemutihan status. 

Eddy  juga menyanggah kebijakan pemutihan merugikan negara puluhan triliun. 

Namun klaim GAPKI bertentangan studi Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia. Studi mereka tentang kelapa sawit dalam kawasan hutan di Kalimantan Tengah menunjukkan realisasi pajak dari sektor sawit yang legal saja jauh dari potensi penerimaannya. Potensinya mencapai lebih dari Rp6,4 triliun namun pemerintah hanya mampu merealisasikan sebesar Rp2,3 triliun. Makin celaka, karena angka realisasi ini tidak hanya untuk sawit saja, melainkan juga seluruh seluruh sektor.  

Pada kasus sawit ilegal di Kalimantan Tengah juga terdapat ketidaksesuaian yang mencolok ketika merujuk pada data pengusahaan kelapa sawit di provinsi itu. Terdapat lebih dari 320 unit usaha perkebunan kelapa sawit di dalam kawasan hutan. Sebanyak 173 di antaranya dioperasikan secara ilegal, tanpa izin apapun. Dan dari kebun yang memiliki sebagian izin itu, hanya 2 yang memiliki HGU.