Bukan cuma Uang dan Kayu yang Dicuci, Gakkum KLHK: Satwa Juga 

Penulis : Gilang Helindro

Hukum

Selasa, 07 November 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Rasio Ridho Sani, Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, meminta jajarannya dan para pihak terkait untuk memperbaiki tata kelola perdagangan satwa. "Bisa saja terjadi pencucian satwa ilegal yang dibungkus dalam sistem perizinan yang ada," ujarnya dalam keterangan resminya pada Senin, 6 November 2023.

Pencucian satwa bisa menjadi modus dalam perdagangan satwa dilindungi. Salah satu bentuknya, misalnya, satwa dilindungi dari alam dimasukkan ke dalam rantai pasok satwa hasil penangkaran. Hal serupa, dalam catatan Betahita, pernah terjadi pada kayu hutan. 

Menurut Rasio, ada tiga langkah komprehensif untuk mencegah peredaran, perdagangan tumbuhan dan satwa liar (TSL). Ketiga langkah tersebut yaitu pencegahan, memperbaiki tata kelola, dan penegakan hukum yang tegas. "Dalam upaya pencegahan kita harus mampu melakukan pengamanan di kawasan-kawasan habitat di mana TSL tersebut berada," katanya.

Adapun perbaikan tata kelola perdagangan terkait satwa-satwa ini, kata dia, karena bisa saja terjadi pencucian satwa ilegal yang dibungkus dalam sistem perizinan yang ada. "Jadi dalam hal ini yang harus diperbaiki terkait tata kelola," katanya.

Barang bukti berupa bagian-bagian satwa dilindungi diamankan dari tersangka MR./Foto: Gakkum

Untuk penegakkan hukum, kata Rasio, upaya tegas harus dilakukan agar pencegahan dan pengamanan TSL yang dilindungi bisa lebih efektif. "Mengapa penegakan hukum harus tegas? Karena seperti yang diketahui banyak pihak yang ingin mendapatkan keuntungan secara finansial berkaitan dengan tindak peredaran dan perdagangan tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi," katanya.

Menurut data KLHK, pada 2021 terdapat 38 kasus pidana TSL, pada 2022 terdapat 35 kasus TSL. Tahun ini, hingga Oktober, tercatat 19 kasus pidana peredaran ilegal TSL.   

“Perburuan dan perdagangan ilegal ini harus dihentikan. Hal ini dapat mengganggu keseimbangan dan merusak ekosistem sehingga merugikan lingkungan dan masyarakat,” katanya.

Rasio mengakui, meski sudah banyak tindakan yang dilakukan oleh pihaknya terkait kasus peredaran dan perdagangan TSL yang dilindungi, kegiatan tersebut masih terus terjadi. "Ini karena masih tingginya permintaan, dan suplainya masih berlangsung. Kami juga melihat sejauh ini belum ada efek jera bagi para pelaku peredaran dan perdagangan satwa yang dilindungi ini," katanya.

Rasio meminta masyarakat untuk tidak memelihara, berburu, mengonsumsi, dan perdagangkan TSL tanpa izin. “Jika melihat peredaran dan perdagangan TSL, segera laporkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam setempat,” ujarnya.