Jejak Toba Sejahtra di Emas Papua dalam Sidang Haris - Fatia

Penulis : Aryo Bhawono

Hukum

Kamis, 16 November 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Persidangan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti memasuki pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Senin lalu (31/11/2023). Jaksa meyakini keduanya bersalah melakukan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, dan melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Haris dituntut empat tahun penjara dan Fatia dituntut tiga setengah tahun penjara. 

Tuntutan ini merupakan buntut unggahan talkshow dalam akun Youtube Haris berjudul 'Ada lord Luhut di balik relasi ekonomi-ops militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada1! >NgeHAMtam'.

Para pegiat HAM dan lingkungan menganggap tuntutan terhadap Haris dan Fatia sebagai kriminalisasi. Haris dan Fatia dinilai berbincang atas dasar data dan merupakan kritik terhadap pejabat negara. Keduanya membahas hasil kajian cepat Koalisi Bersihkan Indonesia dengan judul 'Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya', dan ada nama Luhut dalam kajian itu. Persidangan kemudian mengungkap hal ihwal Luhut disebut-sebut dalam rencana proyek tambang emas di Intan Jaya itu. 

Kajian cepat Koalisi Bersihkan Indonesia menyebutkan, jejak Luhut dapat dirunut ketika West Wits Mining, perusahaan asal Australia, menjalin kerjasama dengan perusahaan pemegang konsesi tambang emas seluas 23.150 hektare di Intan Jaya, yakni PT Madinah Qurrata’Ain. Perusahaan asal Australia itu kemudian menjadi pemilik 64 persen saham PT Madinah Qurrata’Ain. Lalu, pada 2016, West Wits Mining (WWM) memberikan 30 persen sahamnya kepada Tobacom Del Mandiri (TDM). PT TDM ini merupakan anak perusahaan PT Toba Sejahtra, perusahaan yang dimiliki Luhut.  

Luhut Binsar Panjaitan menjadi saksi pelapor dalam sidang dugaan pencemaran nama baik dengan terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti di PN Jakarta Selatan. Foto: Betahita

Dari persidangan terungkap, dokumen Minutes of Meeting (MoM) tertanggal 5 Oktober 2016, menunjukkan perjanjian bisnis antara WWM dengan PT TDM itu di kantor PT Toba Sejahtra di Jakarta. WWM diwakili oleh direkturnya, Vincent Savage, sedangkan PT TDM diwakili oleh Brigadir Jenderal (Purn) Paulus Prananto.  

Kesepakatan pertemuan itu di antaranya adalah pemberian saham 30 persen PT MQ yang dimiliki WWM untuk PT TDM. PT TDM sendiri akan berupaya mendapatkan sertifikat Clean and Clear (CnC) bagi PT MQ. Seluruh biaya atas pengurusan sertifikat itu akan dibayarkan ketika perusahaan tambang emas itu sudah berproduksi. Adapun WWM akan membiayai 100 persen kegiatan operasi PT MQ. 

Pada 12 Oktober 2016, hasil kesepakatan MoM ini kemudian dipublikasikan ke media dan Australian Stock Exchange (ASX). Proyek kerjasama ini dinamai dengan Derewo River Gold Project. Pada 21 hingga 23 Februari 2017, kedua belah pihak kembali bertemu. Mereka melakukan pengecekan kemajuan, evaluasi, dan tindak lanjut proyek ini.

Pada Pengumuman CNC Tahap 24, PT MQ terdata dalam Lampiran Pengumuman No: 699.P/04/DJB/2017 tanggal 30 Maret 2017. Perusahaan itu mengantongi empat SK eksplorasi penambangan di Papua, yakni di No 17 Tahun 2017 seluas 23.150 hektare di Intan Jaya, No 18 Tahun 2017 seluas 21.580 ha di Intan Jaya dan Dogiyai, No 18 Tahun 2016 seluas 26.760 ha di Intan Jaya dan Paniai, serta No 543/142/SET seluas 16.080 ha di Nabire. 

Pada April 2017, PT Toba Sejahtra meminta pembuatan lembar ketentuan lingkup kerjasama Toba Group dengan WWM di PT MQ yang memuat di antaranya pengalihan saham WWM sebesar 30 persen kepada PT Tambang Raya Sejahtera dan komposisi pengurus PT MQ dari Toba Group, yakni satu komisaris dan satu direktur. 

Lembar ketentuan ini menjadi salah satu pembahasan dalam pertemuan antara PT TDM, PT Toba Sejahtra, PT MQ, dan WWM pada 10-12 Mei 2017. Pada pemeriksaan saksi, pertemuan ini menyepakati untuk tidak mencantumkan PT TDM dan Toba Sejahtra di Derewo River Gold Project pada semua publikasi. Keterlibatan PT TDM sendiri akan digantikan oleh perusahaan lain yang nantinya akan ditunjuk.  

Namun publikasi terlanjur dilakukan melalui bursa efek Australia (ASX) dan laporan tahunan WWM sebagai bagian keterbukaan informasi bisnis. Hal ini membuat PT TDM dan Toba Sejahtra mengirimkan surat keberatan dan permintaan menurunkan publikasi kepada ASX maupun WWM. 

ASX menyatakan tidak dapat melakukan hal itu karena informasi yang mereka berikan berdasarkan fakta bisnis dan berdasar pernyataan resmi PT WWM. 

Pada  22 Oktober 2018, Chairman WWM, Michael Quinert, memberikan jawaban kepada Toba Sejahtra atas keberatan publikasi. Menurutnya, sejak 7 Juli 2017, informasi yang diterimanya adalah penggantian posisi PT TDM dengan PT Tambang Raya Sejahtera (TRS). Perusahaannya telah menyetujui penggantian ini. 

Quinert sendiri mengaku telah mendapat saran dari Paulus mengenai penugasan lebih lanjut terkait PT TRS, termasuk pengalihan ke perusahaan lain. Namun hingga selanjutnya belum ada surat resmi sebagai tindak lanjut.

Quinert mengatakan ia bingung dengan keinginan menghapus keterlibatan PT TRS dalam Derewo River Gold Project, karena dokumen yang ada menyebutkan soal  perusahaan itu sebagai pihak yang terlibat. Selama ini pun, dia menyatakan, terjadi surat menyurat resmi antara PT TRS dengan PT MQ. 

Ia menyebutkan jika PT TRS ingin memutuskan keluar dari proyek itu maka mereka harus melakukan permohonan secara resmi dan menegosiasikan tindakan pengakhiran perjanjian.  

Pada 14 November 2018, Toba Sejahtra Group memutuskan penghentian keterlibatannya di Derewo River Gold Project.     

Saat bersaksi di persidangan Haris dan Fatia di PN Jakarta Timur pada 8 Juni 2023 lalu, Luhut Binsar Panjaitan menyatakan ia tak tahu menahu mengenai entitas PT TDM sebagai anak perusahaan PT Toba Sejahtra. Ia sudah mundur sebagai Komisaris Utama PT Toba Sejahtra sejak duduk di kabinet Presiden Joko Widodo, meski tetap menjadi pemegang saham mayoritas. 

“Saya pikir (perusahaan) itu dibentuk setelah saya mundur sebagai komisaris utama,” ucapnya di muka persidangan. 

Ia pun tidak tahu menahu mengenai perjanjian perusahaan dengan perusahaan tambang emas Australia, WWM. Luhut baru diberitahu mengenai kerja sama ini dalam sebuah pertemuan setelahnya. Ia pun memerintahkan agar PT Toba Sejahtra tak terlibat lagi. 

Apa yang disampaikan penanya itu berlanjut tahun 2017 dan 2018. Setahu saya Ibu Nana (Justarina Naiborhu, Dirut PT Toba Sejahtra) sudah memberikan surat resmi kami tidak terlibat,” kata Luhut.