Wali Lingkungan Soroti Porsi Utang dan Hibah JETP

Penulis : Gilang Helindro

Energi

Jumat, 17 November 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Koalisi wali lingkungan menyoroti porsi utang dan hibah dalam dana JETP. Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif dan Ekonom CELIOS mengatakan, pendanaan dari negara maju (International Partners Group/IPG) sangat tidak menjunjung prinsip berkeadilan. Utamanya, Amerika Serikat yang jumlah pinjaman non-konsensionalnya sangat besar. Hal ini berarti Indonesia akan menanggung pinjaman dengan bunga pasar.

“Apa fungsinya menunggu dokumen CIPP JETP dirilis kalau kesepakatan dengan negara maju hanya biasa saja, masih pinjaman yang sifatnya business as usual,” kata Bhima dalam konferensi pers Transisi Energi Setengah Hati, Rabu, 15 November 2023.

Pius Ginting, Koordinator Perkumpulan AEER menyatakan, Sekretariat JETP dan Pemerintah Indonesia harus berjuang meningkatkan porsi hibah dalam pendanaan JETP tersebut. 

Menurut Pius, Jepang sebagai anggota IPG perlu meningkatkan tanggung jawab pendanaan dalam bentuk hibah, mengingat perannya dalam investasi PLTU di Indonesia, sebagai pasar ekspor batu bara, dan kontribusi pada emisi sektor transportasi di mana sebagian besar kendaraan yang ada di pasar masih terkait investasi Jepang.

Penampakan PLTU Suralaya di Cilegon, Banten dari udara. Sektor energi, seperti industri kelistrikan yang menggunakan batu bara serta pemanfaatan hutan dan penggunaan lahan (FOLU) merupakan sektor penyumbang emisi terbesar Indonesia. Dok Kasan Kurdi/Greenpeace

Kata Pius, sikap yang lebih baik diberikan oleh Jerman dengan mengalokasikan US$ 167 juta dalam bentuk hibah atau technical assistance, atau 10 persen dari jumlah pendanaan publik oleh Jerman. Porsi jumlah hibah ini juga seharusnya menjadi acuan bagi negara IPG lainnya sebagai pelaksanaan dari prinsip common but differentiated responsibility dalam pendanaan mengatasi planet yang kian mendidih panas,” ungkap Pius.

Tak hanya itu, Bhima juga menggarisbawahi absennya berbagai reformasi kebijakan fiskal dan moneter untuk segera diimplementasikan. Padahal, JETP diharapkan membawa perubahan kerangka kebijakan fiskal dan moneter yang mendukung percepatan pensiun PLTU batu bara.

Bhima menyebut, belum melihat langkah teknis yang dibutuhkan untuk menggeser insentif fiskal pada sektor pertambangan dan migas untuk membuat bisnis fosil secara ekonomis kurang menarik dibandingkan energi terbarukan.

"Dari segi perpajakan juga tidak tersentuh, maka JETP ini justru menunjukkan silo-silo pembahasan yang belum komprehensif. Waktu untuk revisi CIPP JETP diharapkan menyatukan seluruh aspek kebijakan pemerintah yang harus dirubah secepatnya,” kata Bhima.