Kawasan Ekosistem Leuser Dirusak, Aceh Tenggara Banjir Kronis

Penulis : Gilang Helindro

Lingkungan

Selasa, 21 November 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Banjir kembali melanda Kabupaten Aceh Tenggara dalam sepekan terakhir, membuktikan kerusakan tutupan hutan di Kawasan Ekosistem Leuser kian kritis. Penyebabnya kegiatan manusia juga; karena penebangan liar, perkebunan sawit, hingga pembukaan jalan baru, seperti pembangunan jalan tembus dari Jambur Latong, Kutacane, sampai perbatasan Sumatera Utara.

Afifuddin Acal, Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh mengatakan, kabupaten yang sering banjir merupakan daerah dengan tingkat kerusakan hutan tinggi dan masif. Sementara itu, secara alami, setiap akhir tahun intensitas hujan di Aceh tinggi.

“Kondisi lingkungan kritis itu kemudian memicu bencana, baik banjir bandang, banjir, dan longsor maupun berbagai jenis bencana lainnya,” katanya saat dihubungi, Senin, 20 November 2023.

Walhi Aceh menilai, pemicu banjir juga akibat adanya pembukaan jalan baru yang memicu illegal logging dan kejahatan lingkungan lainnya.

Banjir bandang di Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh, Senin (13/11) merusak sejumlah infrastruktur dan menyebabkan seorang balita tewas. Foto: BPBD Kab Aceh Tenggara

“Dengan adanya jalan tersebut para perambah hutan semakin mudah untuk mengakses kawasan hutan untuk menebang kayu,” kata Afif.

Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), ada 14 kecamatan dengan 50 desa terdampak banjir di Aceh Tenggara. Banjir terjadi setelah curah hujan dengan intensitas sedang hingga tinggi mengakibatkan meluapnya sejumlah sungai di wilayah Kabupaten Aceh Tenggara.

Dampaknya sejumlah ruas jalan nasional di Aceh Tenggara terendam lumpur dan permukiman warga ikut terendam setinggi 20cm-30cm. Hingga sekarang dilaporkan banjir masih menggenang, kendati mulai surut pelan-pelan.

Korban meninggal karena banjir di Aceh Tenggara kali ini adalah seorang anak berusia 2 tahun, warga Desa Pasir Puntung, Kecamatan Semadam. Sedangkan dua lainnya di desa yang sama mengalami luka-luka.

”Banjir menjadi persoalan klasik, tetapi hanya direspons saat kejadian. Sementara mitigasi diabaikan, padahal setiap akhir tahun selalu terjadi. Pemerintah terkesan macam tidak peduli, padahal bisa berkaca pengalaman setiap tahunnya,” katanya.

Afif menyebut, seharusnya Aceh Tenggara hutannya dijaga dan pemberian izin untuk apapun dihentikan. Menurut Afif, dari luas wilayah Kabupaten Aceh Tenggara, 92 persen masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), hutan yang memiliki nilai konservasi tinggi.

“Berdasarkan SK 580  total luas wilayah Aceh Tenggara  414.664 hektare dan 380.457 hektar di antaranya adalah KEL,” ungkap Afif. 

Berdasarkan SK 580, luas KEL di Aceh Tenggara awalnya  380,457 hektare, kemudian mengalami penyusutan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Sisa KEL pada 2022 hanya 326,048 hektare. Jadi ada penyusutan seluas 54,409 hektare.

“Artinya 14,30 persen itu hilang tutupan hutan di KEL yang ada di Aceh Tenggara. Makanya banjir terus terjadi dan kondisi ini terus terjadi berulang kali setiap akhir tahun, pemerintah macam gak ada solusi apapun,” jelasnya.

Afif menegaskan, KEL merupakan salah satu hamparan hutan hujan tropika terkaya di Asia Tenggara, serta lokasi terakhir di dunia yang ditempati gajah sumatera, badak sumatera, harimau sumatera, dan orang utan sumatra dalam satu area.