9 Serikat Pelaut Minta MK Tolak Judicial Review UU Pekerja Migran

Penulis : Gilang Helindro

Kelautan

Rabu, 22 November 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Organisasi masyarakat sipil dan sembilan perwakilan organisasi pelaut mengajukan permohonan sebagai Pihak Terkait atas pengujian (judicial review) materiil Undang-Undang nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) di Mahkamah Konstitusi (MK), yang terdaftar dalam perkara nomor: 127/PUU-XXI/2023. Pengajuan permohonan Pihak Terkait tersebut dilakukan pada Senin 20 November 2023.

Jeanny Silvia Sari Sirait, kuasa hukum Pemohon Pihak Terkait, menyebut pihaknya melakukan permohonan karena jika MK mengabulkan juducial review tersebut, maka pekerja migran di sektor pelayaran, baik pelaut kapal niaga maupun kapal perikanan, akan dirugikan. 

Sebelumnya judicial review UU PPMI diajukan oleh Asosiasi Pekerja Perikanan Indonesia (AP2I), Untung Dihako (Perorangan), dan manning agency PT Mirana Nusantara Indonesia. Pokok permohonan dalam pengujian materiilnya adalah Pasal 4 ayat (1) huruf c, yang mengatur bahwa pelaut awak kapal dan pelaut perikanan termasuk pekerja migran Indonesia. Para Pemohon mengklaim, efek dari pasal tersebut mengakibatkan jaminan perlindungan serta hak bagi pelaut awak kapal dan pelaut perikanan yang telah diformulasikan pada peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelayaran tidak dapat diaplikasikan.

Menurut Jeanny, pihaknya berhak menjadi para Pemohon Pihak Terkait salah satunya karena Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyebut bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Setiap orang juga berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. 

Sembilan Organisasi Pelaut & Masyarakat Sipil Ajukan Permohonan Pihak Terkait JR UU Pelindungan Pekerja Migran ke MK. Foto: DFW Indonesia

Menurut Jeanny, pekerja migran di sektor pelayaran, tidak boleh dikecualikan karena justru akan berdampak pada pelanggaran hak atas pekerjaan yang layak. Menurutnya, jadi sangat keliru bila pihak Pemohon menganggap UU PPMI merugikan Pelaut.

“Kami memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi untuk menerima dan mengabulkan permohonan Para Pemohon sebagai Pihak Terkait untuk seluruhnya dan memohon agar menolak permohonan judicial review yang diajukan oleh Para Pemohon (Untung dan PT Mirana),” kata Jeanny dalam keterangan resminya Senin, 20 November 2023.

Hariyanto Suwarno, Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mengatakan, pihaknya selama ini telah memperjuangkan kesejahteraan dan keselamatan pekerja migran Indonesia, termasuk pelaut dan nelayan migran.

"Memasukkan pelaut migran ke dalam kategori pekerja migran adalah perjuangan selama bertahun-tahun, agar ada jaminan kesejahteraan dan pelindungan serta posisinya setara dengan pekerja migran di sektor lain. Jika judicial review ini dikabulkan, ini artinya kemunduran,” kata Hariyanto.

Afdillah, Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia menyebut, penegakkan keadilan untuk laut berjalan seiring dengan penegakkan keadilan untuk manusia yang menggantungkan hidup di laut. 

Menurutnya, aktivitas perikanan yang ekstraktif telah merusak ekosistem laut sekaligus mengeksploitasi para awak kapal perikanan. Selama ini kita mendorong pemerintah untuk memberikan pelindungan yang lebih kuat untuk mereka. “Jika MK mengabulkan permohonan judicial review tersebut, kami merasa perjuangan masyarakat sipil selama ini akan sia-sia,” ungkap Afdillah.

Syofyan, Sekretaris Jenderal Serikat Awak Kapal Transportasi Indonesia (SAKTI) menyebut, penghapusan klausul tersebut akan membuat pelaut Indonesia di kapal asing bekerja tanpa payung hukum yang melindungi. Apabila status pekerja migran bagi awak kapal niaga dan pelaut perikanan dihilangkan, maka aturan turunan UU PPMI Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran tidak berlaku lagi.

Syofyan menambahkan, Undang-Undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran hanya mengatur awak kapal berbendera Indonesia. Artinya, awak kapal Indonesia yang bekerja di kapal berbendera asing tidak termasuk. 

“Walau Indonesia telah meratifikasi Maritime Labour Convention (MLC) tahun 2006 dan menjadi Undang-Undang No. 15 tahun 2016, tapi sampai saat ini kita belum punya aturan turunan yang melindungi awak kapal asal Indonesia yang bekerja di kapal asing, yang merujuk ke undang-undang itu,” tutup Syofyan.