Haris Azhar: Podcast Soal Luhut Adalah Kritik, Bukan Penghinaan
Penulis : Aryo Bhawono
Hukum
Rabu, 29 November 2023
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Pekik ‘Bebaskan Fatia dan Haris’ memenuhi ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Timur di akhir pembacaan pledoi Haris Azhar pada Senin (27/11/2023). Pada sidang itu Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti masing-masing dituntut 4 tahun dan 3,5 tahun penjara atas perkara dugaan pencemaran nama baik kepada Menteri Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan.
Keduanya dianggap terbukti melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
Haris mengungkap dirinya tak menyesali pembuatan video berjudul ‘Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!!’. Video yang tayang pada akun youtube miliknya itu adalah kritik, bukan penghinaan pribadi kepada Luhut Binsar Panjaitan.
“Proses siniar saya tidak ada yang salah, tidak ada yang membahayakan seseorang, atau pihak tertentu. Untuk itu, saya tidak perlu menyesali perbuatan yang didakwakan kepada saya,” ucap Haris saat membacakan nota pembelaan pribadinya.
Justru dakwaan jaksa yang menganggap video itu adalah penghinaan adalah salah. Video yang ia buat bersama Fatia soal Luhut semata-mata dilakukan sebagai fungsi media sosial dan komunikasi publik.
Akun youtube @harisazhar2868 sendiri memiliki‧223 ribu subscriber dan berisi 155 video. Hampir seluruh video itu merupakan sikap kritis, dari persoalan ketidakadilan proses hukum, lemahnya penegakan hukum, perampasan tanah adat, hingga proses pengungkapan pelanggaran HAM masa lalu yang tak tuntas.
“Saya yakin majelis hakim bisa menjadi pembebas... yang berani menghentikan praktik yang tidak seimbang kepada seluruh warga di Indonesia ini.”
Perbincangannya dengan Fatia pun berisi mengenai ancaman terhadap hutan dan lingkungan hidup. Selain itu, riset juga telah memperlihatkan adanya dugaan keterlibatan nama-nama besar yang mendominasi media.
“Sebaliknya, saya meyakini bahwa materi yang didiskusikan dalam sinear saya, justru memuat materi yang membahayakan masyarakat terutama masyarakat Papua yang hidup dalam stigma dan praktek kekerasan berdurasi tinggi,” jelas Haris.
Ia beranggapan proses pemidanaan terhadap dirinya dan Fatia justru mengandung banyak kelemahan, dari barang bukti yang tidak sempurna, ketidakhadiran sejumlah saksi fakta dan saksi ahli, serta keengganan saksi ahli menunjukkan kapasitasnya.
Meski begitu, Haris meyakini dirinya saat ini tidak sedang melawan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang pencemaran nama baik, melainkan melawan elite penguasa.
Ia pun berharap majelis hakim dapat membedakan kritik atau hinaan dalam video itu. Tayangan itu berisi riset yang dipresentasikan oleh Fatia sebagai salah satu narasumber.
“Saya yakin majelis hakim bisa menjadi pembebas, bukan untuk saya saja, namun pembebas yang berani menghentikan praktik yang tidak seimbang kepada seluruh warga di Indonesia ini,” ungkapnya.