Warga Wadas Kembali Menggugat Izin Peninggalan Ganjar Pranowo

Penulis : Kennial Laia

Tambang

Senin, 04 Desember 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Warga Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, terus berjuang melindungi lingkungan dan mempertahankan ruang hidupnya dari ancaman tambang. Kali ini empat warga desa melayangkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sidang perdana perkara perdata tersebut digelar Kamis, 30 November 2023. Agenda sidang pertama adalah pemeriksaan para pihak. Adapun majelis hakim dalam sidang ini dipimpin oleh Asni Meriyanti. Pihak tergugat meliputi Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO), Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo, Presiden Republik Indonesia, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan Gubernur Jawa Tengah. 

Pemerintah dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum terkait dengan penambangan batuan andesit di kawasan Wadas. Warga terdampak menilai pemerintah bersikeras menetapkan lokasi tambang batu andesit di Desa Wadas yang menyebabkan para penggugat kehilangan tanah dan terancam bencana akibat proses penambangan itu.

Empat warga Wadas yang menggugat adalah Priyanggodo, Talabudin, Kadir, dan M. Nawaf Syarif. Mereka didampingi oleh 12 pengacara yang tergabung dalam Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBHAP), Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Tim advokat warga ini dipimpin oleh Trisno Raharjo yang juga dosen Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Warga Wadas membentangkan spanduk "Wadas Melawan" di depan Rumah Aspirasi Relawan Ganjar Pranowo di Jakarta Pusat, Rabu, 26 Juni 2023. Sebelum lengser dari jabatan gubernur Jawa Tengah, Ganjar menerbitkan izin penetapan lokasi untuk penambangan batuan andesit di Desa Warga, Bener, Purworejo, pada 2018. Kebijakan itu merampas lahan pertanian warga dan menimbulkan konflik sosial dan bencana lingkungan seperti banjir. Dok Instagram @wadas_melawan

“Tambang menyebabkan kerusakan lingkungan seperti banjir dan tanah longsor serta mengakibatkan konflik sosial di Wadas,” ujar Kadir.

Harmoni sosial di Wadas telah rusak karena warga terbelah antara yang pro dan kontra tambang.

Kekhawatiran warga ini sudah terbukti. Menurut Kadir, harmoni sosial di Wadas telah rusak karena warga terbelah antara yang pro dan kontra tambang. Selain itu akses pembukaan jalan ke lokasi tambang di Wadas sudah menyebabkan beberapa kali banjir dan air menjadi keruh. “Kondisi ini menyebabkan warga Wadas tidak bisa hidup sejahtera lahir dan batin di desanya,” kata Kadir. 

Konflik ini bermula ketika Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, kini menjadi calon presiden, menetapkan lokasi pertambangan batu andesit di Desa Wadas. Menjelang lengser, Ganjar kembali mengeluarkan izin penetapan lokasi (IPL) baru. Batu andesit ini akan digunakan sebagai material pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo yang berstatus sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN).

Sejak awal, warga Wadas yang tergabung dalam Gempa Dewa (Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas) menolak lokasi tambang di Wadas karena mengancam pekerjaan warga sebagai petani. Lokasi tambang di perbukitan bagian atas dinilai berpotensi menyebabkan bencana seperti banjir, tanah longsor, dan hilangnya sumber air. 

Namun pemerintah terus memaksa warga menyerahkan tanahnya untuk areal tambang seluas 114 hektare. Menurut tim advokat empat warga Wadas tersebut, pemerintah melakukan aksi kekerasan fisik, ancaman, teror konsinyasi, dan rayuan ganti rugi yang besar untuk meruntuhkan pendirian warga. Empat warga yang melakukan gugatan ini adalah sedikit dari warga Wadas yang masih konsisten menolak tambang andesit dan menyerahkan tanahnya.

Ia ingin mempertahankan tanahnya agar bisa diwariskan kepada anak-cucu.

Priyan Susyie, warga yang tergabung dalam gerakan Wadon Wadas, mengatakan dirinya mendukung langkah suaminya, Priyanggodo untuk melakukan gugatan karena ia tidak ingin tanahnya dirampas negara. Ia ingin mempertahankan tanahnya agar bisa diwariskan kepada anak-cucu.

“Saya punya hak atas tanah saya dan akan kami perjuangkan sampai kapan pun,” tegasnya.

Dalam materi gugatan, tim LBHAP antara lain menyatakan berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, pengadaan tanah untuk tambang bukan termasuk kepentingan untuk umum. Selain itu masa penetapan lokasi tambang yang dikeluarkan Gubernur Jawa Tengah sejak 2018 dan sempat diperpanjang hingga tiga kali dianggap melanggar hukum karena berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, perpanjangan hanya bisa dilakukan satu kali.

“Dengan demikian para tergugat telah terbukti melawan hukum,” tulis tim LBHAP dalam gugatannya.

Tim pembela warga Wadas juga meminta majelis hakim agar menerima dan mengabulkan seluruh gugatan. Selain itu menyatakan perbuatan Kepala BBWSSO dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo dalam proses pengadaan tanah sebagai perbuatan melawan hukum, meminta kepada seluruh tergugat untuk menghentikan proses pengadaan tanah dan memindahkan lokasi tambang andesit dari Wadas, serta memberikan ganti rugi kepada para penggugat baik material dan immaterial dengan total Rp53,8 miliar.

Trisno menegaskan tambang bukan bagian dari PSN sehingga tidak bisa diberlakukan dengan menggunakan UU Pengadaan Tanah. Ia  berharap pihak pemerintah bisa memahami posisi warga sehingga materi gugatan bisa didiskusikan dalam agenda mediasi. 

Sidang selanjutnya dilanjutkan pada 11 Desember 2023 dengan agenda mediasi.