Konflik Lahan, Petani Pino Raya Nyaris Bentrok dengan PT ABS

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Agraria

Minggu, 03 Desember 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Sejumlah petani nyaris bentrok dengan pihak PT Agro Bengkulu Selatan (PT ABS) di lahan yang disengketakan di Desa Kembang Seri, Kecamatan Pino Raya, Kabupaten Bengkulu Selatan, Bengkulu. Hal tersebut dilatari pencabutan bibit tanaman petani oleh sejumlah orang dari PT ABS di lahan yang dianggap ditelantarkan oleh perusahaan, pada 30 November 2023 lalu.

Menurut laporan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bengkulu, pencabutan tanaman petani ini membuat para petani marah, sehingga sempat terjadi perdebatan panas dan nyaris menimbulkan bentrokan fisik. Walhi Bengkulu menyebut, saat kejadian pihak perusahaan juga berusaha mengintimidasi dan memaksa agar petani berhenti menanami lahan yang diklaim milik perusahaan.

Salah seorang tokoh Forum Masyarakat Pino Raya (FMPR), Rusli, mempertanyakan tindakan perusahaan terhadap petani di Desa Kembang Seri itu. Ia menyebut perusahaan ini diduga tidak memiliki dokumen perizinan yang lengkap untuk beroperasi.

“Kami menduga PT ABS ini ilegal karena tidak pernah melengkapi dokumen perizinan. Selama ini FMPR telah mendesak Pemda dan DPRD Bengkulu untuk menyelesaikan sengketa lahan dan mengusut perizinan PT ABS, namun sampai saat ini tidak tuntas,“ ujarnya, dalam rilis pada Sabtu (2/12/2023).

Ilustrasi konflik agraria. Foto: Internet

Manager Kampanye Walhi Bengkulu, Puji Julita Sari, menjelaskan, konflik yang terjadi antara masyarakat dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT ABS sudah berlangsung sejak 2012. Konflik ini diawali dengan terbitnya surat keputusan SK Bupati Bengkulu Selatan Nomor: 503/425 Tahun 2012 tentang Pemberian Izin Lokasi Perkebunan kepada PT ABS seluas 2.950 hektare di Kecamatan Pino Raya, Kabupaten Bengkulu Selatan.

Namun sejak 2012 hingga sekarang, diperkirakan yang baru ditanami sawit oleh PT ABS hanya kurang lebih 300 hektare saja dari total lahan 2.950 hektare. Di sisi lain pembukaan lahan yang dilakukan oleh pihak perusahaan PT ABS, dianggap dilakukan tanpa adanya sosialisasi dan tanpa sepengetahuan masyarakat desa penyangga.

Adapun sebaran pembukaan lahan perusahaan PT ABS antara lain, Lahan 1 meliputi Desa Bandar Agung, Desa Senaning, Desa Simpang Pino (saat ini menjadi jalur transportasi utama PT ABS). Lahan 2 meliputi Desa Cinto Mandi, Desa Kembang Seri, Desa Karang Cayo dan Desa Tanjung Aur II. Desa yang juga mendapat dampak pembukaan lahan yaitu Desa Ulu Manna, Desa Batu Pancau, Desa Batu Kuning, Desa Bandar Agung dan Desa Simpang Pino.

Walhi Bengkulu, kata Puji, juga mempertanyakan sikap pemerintah yang terkesan mengabaikan konflik yang terjadi dan tidak melakukan evaluasi terhadap perizinan PT ABS.

Puji menilai, konflik ini terjadi karena lahan yang dikelola masyarakat sejak lama dan secara turun temurun telah diklaim sepihak oleh PT ABS. Kemudian PT ABS memperpanjang Izin Lokasi yang habis masa berlakunya hingga 2016 berdasarkan SK Bupati No: 100/538 Tahun 2015, ditambah Izin Prinsip PT ABS yang juga telah berakhir pada 2016.

"Ini artinya aktivitas PT dapat dikatakan ilegal karena perizinan perusahaan berakhir tahun 2016 dan tidak memiliki perizinan terbaru. Perusahaan ini tidak berhak lagi atas lahan tersebut dan berdasarkan pemantauan kami di lapangan hingga saat ini pengelolaan dan pemanfaatan lahan oleh PT ABS tidak beroperasi secara maksimal. Perusahaan juga sudah beberapa tahun terakhir ini menelantarkan lahannya," kata Puji.

Puji menilai, perusahaan ini telah mengakibatkan kerugian terhadap banyak masyarakat petani di Kecamatan Pino Raya dan sekitarnya. Menurut catatan Walhi Bengkulu, ada beberapa masyarakat yang memanen sawit di lahan mereka sendiri, dan dituduh mencuri buah sawit milik perusahaan, kemudian dilaporkan dan diproses di Polsek Pino Raya, Kabupaten Bengkulu Selatan.

"Jika pemerintah abai atas tugasnya dalam persoalan ini, maka akan berpotensi terjadinya intimidasi dan kriminalisasi yang mengakibatkan kerugian terhadap masyarakat. Untuk itu kami mendesak pemerintah agar segera mencabut permanen Izin Lokasi PT ABS dan mendorong resolusi penyelesaian konflik lahan yang terjadi,” tutur Puji.