Pemerintah Rencanakan Net Carbon Sink di Hutan, Ini Tantangannya
Penulis : Aryo Bahwono
Hutan
Rabu, 06 Desember 2023
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Langkah Pemerintah mencapai net carbon sink atau penyerapan karbon bersih dari sektor kehutanan dan lahan di tahun 2030 diragukan. Soalnya, hutan alam di luar kawasan lindung dan konservasi habis ditindih konsesi.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa pemerintah Indonesia mengambil langkah sistematis dan inovatif dalam mencapai net carbon sink dari sektor kehutanan dan lahan di tahun 2030. Indonesia memadukan pertimbangan ekonomi dan sosial serta kerja sama dengan masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan.
“Sektor kehutanan dipilih karena 34 persen desa di Indonesia berada di perbatasan atau dalam hutan, dan jutaan masyarakat Indonesia bergantung dari sektor kehutanan. Untuk penuhi target tersebut, kami mengambil langkah sistematis dan inovatif,” ucapnya pada Presidency Session on Protecting Nature for Climate, Lives, and Livelihoods dalam World Climate Action Summit (WCAS) COP28 di Al Waha Theatre, Expo City Dubai, Dubai, Persatuan Emirat Arab (PEA), Sabtu (02/12/2023).
Salah satu upaya itu adalah penerapan moratorium permanen pembukaan hutan mencakup sekitar 66 juta hektare hutan primer dan lahan gambut sejak tahun 2019.
“Kami juga telah merehabilitasi 3 juta hektare lahan terdegradasi dan 3 juta Ha lahan gambut. Sekarang hasilnya mulai terasa, tingkat deforestasi Indonesia berkurang 75 persen, terendah dalam 20 tahun terakhir. Tahun depan, kami targetkan rehabilitasi 600 ribu hektare lahan mangrove,” ujarnya.
Menanggapi pidato tersebut, Direktur Hutan Auriga Nusantara, Supintri Yohar, menyatakan jika turunnya angka deforestasi memang karena kebijakan yang dapat membatasi pembukaan hutan alam tersisa, maka hal itu pantas diapresiasi. Namun, ia menduga turunnya deforestasi saat ini karena kawasan hutan yang dapat digarap sudah terbatas.
“Kawasan hutan alam tersisa saat ini yang terluas berada dalam kawasan hutan tetap, hutan lindung, dan hutan konservasi. Sedangkan hutan alam di luar kawasan-kawasan itu sebagian besar telah dibebani izin, yang tinggal menunggu waktu untuk digarap,” ucap dia.
Hutan alam yang tak terlindungi tersebut antara lain terdapat dalam konsesi hutan tanaman industri, izin pertambangan, dan perkebunan.
Catatan Auriga menyebutkan setidaknya terdapat 2,8 juta hektare hutan alam dalam konsesi Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) hutan tanaman industri, terdapat 2,4 juta hektare hutan alam dalam izin perkebunan, serta 3,6 juta hektare hutan alam dalam konsesi pertambangan.
“Artinya jika kondisi perusahaan membaik, modal mencukupi, dan permintaan pasar meningkat maka perusahaan melakukan pengembangan kebun atau tambang baru. Maka pada tahun berikutnya angka deforestasi langsung akan meningkat,” ia menjelaskan.
Terkait kebijakan penundaan atau penghentian izin baru, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan selalu mengevaluasi dan menerbitkan peta indikatif baru hampir setiap tahun. Namun revisi fungsi kawasan hutan melalui Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) belakangan justru kian menyusutkan hutan lindung dan konservasi.
“Pengalaman revisi RTRW Kaltim dan Bengkulu, Hutan Lindung diturunkan menjadi Hutan Produksi sehingga dapat digarap dan ditebang ke depan. Menurut kami hutan alam di Indonesia belum ada yang benar benar mendapat proteksi, masih sangat terbuka untuk ditebang,” kata dia.