HAM di Visi Misi Capres 2024: Semua Menyebut, Ini Catatannya
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Hari Hak Asasi Manusia 2023
Senin, 11 Desember 2023
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Isu Hak Asasi Manusia (HAM) disebut dalam visi misi para pasangan calon (Paslon) presiden dan wakil presiden yang ikut dalam kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Pasangan Anies Baswedan dan Abdul Muhaimin Iskandar memiliki misi "memulihkan kualitas demokrasi, menegakkan hukum dan HAM, memberantas korupsi tanpa tebang pilih, serta menyelenggarakan pemerintahan yang berpihak pada rakyat". Pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabunging Raka menulis misi "memperkokoh ideologi Pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM)". Adapun pasangan Ganjar Pranowo dan Mohammad Mahfud MD memiliki misi "mempercepat pelaksanaan demokrasi substantif, penghormatan HAM, supremasi hukum yang berkeadilan, dan keamanan yang profesional".
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan, pemilu seharusnya menjadi kesempatan untuk mengembalikan agenda penegakan HAM sebagai prioritas. Semua kandidat presiden dan wakil presiden serta para calon anggota legislatif yang berkampanye harus memahami bahwa negara bertanggung jawab atas penegakan dan perlindungan HAM. "Menjadikan HAM sebagai agenda utama adalah kewajiban," ujarnya.
"Kita saksikan sampai hari ini masih terjadi pelanggaran-pelanggaran HAM yang ironisnya dilakukan oleh pejabat maupun aparat keamanan negara dan masih dibiarkan oleh negara," kata Hamid. Impunitas atas pejabat maupun aparat negara yang terindikasi melakukan pelanggaran HAM di beberapa kasus masih dipelihara.
"Begitu pula kritik dijawab dengan pembungkaman, dihadapi dengan penggunaan kekuatan berlebih dari aparat negara," kata Usman Hamid, dalam sebuah keterangan, 28 November 2023 lalu.
Kriminalisasi atas pembela HAM seperti yang dialami Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti maupun kepada warga lainnya yang terjerat oleh UU ITE masih terus berlangsung. Negara pun belum menunjukkan upaya yang transparan dan sungguh-sungguh untuk merevisi atau mencabut pasal-pasal karet UU ITE yang telah memakan banyak korban.
- Misi HAM Anies Baswedan dan Abdul Muhaimin Iskandar: "Memulihkan kualitas demokrasi, menegakkan hukum dan HAM, memberantas korupsi tanpa tebang pilih, serta menyelenggarakan pemerintahan yang berpihak pada rakyat"
- Misi HAM Prabowo Subianto dan Gibran Rakabunging Raka: "Memperkokoh ideologi Pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM)".
- Misi HAM Ganjar Pranowo dan Mohammad Mahfud MD: "Mempercepat pelaksanaan demokrasi substantif, penghormatan HAM, supremasi hukum yang berkeadilan, dan keamanan yang profesional"
Konflik-konflik agraria yang mementingkan agenda pembangunan pro-investasi namun mengorbankan masyarakat sipil seperti yang terjadi di Rempang, Nagari Air Bangis, hingga Flores kian menjadi-jadi. Konflik bersenjata selama bertahun-tahun masih berlanjut di Tanah Papua. Begitu pula penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang masih jauh dari harapan.
Dalam visi misinya masing-masing, semua kandidat capres-cawapres berlomba-lomba mengangkat jargon pro-rakyat dan fokus mensejahterakan rakyat. Seharusnya ini juga diikuti dengan komitmen penegakan hak asasi manusia. Karena sejatinya, kesejahteraan tak bisa dilepaskan dari pemenuhan hak asasi.
"Masa kampanye harus menjadi momen bagi mereka untuk menguatkan komitmen terhadap penghormatan dan penegakan HAM. Menyelesaikan kasus pelanggaran HAM, termasuk menuntut akuntabilitas aparat negara, secara adil dan transparan harus menjadi fokus utama dalam kampanye Pemilu 2024,” ujarnya.
Harus Berbeda dari HAM di Era Jokowi
Melirik ke belakang, pelanggaran HAM di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir masih terjadi. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI mencatat, sepanjang 2020 hingga Oktober 2023 menerima 231 aduan dugaan pelanggaran HAM, khususnya terkait isu lingkungan. Hak untuk Hidup menjadi hak yang paling banyak diadukan sebesar 137 aduan. Adapun pihak yang paling banyak diadukan adalah korporasi (111 aduan), pemerintah daerah (46 aduan), dan pemerintah pusat (17 aduan).
Direktur Hukum Yayasan Auriga Nusantara, Roni Saputra memprediksi masa depan HAM di Indonesia tidak akan banyak berubah, bila praktik-praktik yang dilakukan negara, yang di dalamnya melibatkan alat negara, masih mengandung potensi terjadinya pelanggaran HAM. Misalnya, ketika pemerintah menetapkan proyek-proyek strategis, yang kemudian memberikan ruang yang besar terjadinya pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berujung pada pelanggaran HAM.
"Mulai dari penggusuran misalnya, lalu tidak mengakomodir kepentingan masyarakat, dan mengesampingkan hak masyarakat. Yang lain, beberapa aturan yang dikeluarkan, terkait revisi UU ITE misalnya, yang diharapkan menghapus pasal-pasal karet tapi faktanya tidak demikian. Ada pasal yang ditambahkan, yang ujung-ujungnya juga pasal karet," ungkap Roni, Jumat (8/12/2023).
Tak hanya itu, Roni juga memberi catatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan investasi. Ia menyebut, peraturan perundang-undangan yang ada, walaupun normanya tidak begitu bermasalah, namun yang mengkhawatirkan justru penerapan dari normanya.
Pemerintah, hemat Roni, mestinya mengedepankan atau melahirkan suatu produk hukum yang memberikan perlindungan warga negara ketika sedang menegakkan HAM atau hak-hak lingkungan hidup. Walaupun hari ini ada Pasal 66 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), tetapi nyatanya pelaksanaan dari Pasal 66 itu tidak memberikan ruang besar untuk warga melakukan pembelaan dan bebas dari intimidasi dan kriminalisasi.
Kemudian mengenai kecenderungan aparat hukum dan keamanan yang bekerja sama dengan korporasi, dalam bentuk pengamanan, Roni mengatakan, hal tersebut mestinya tidak dilakukan. Harusnya, menurut Roni, kepolisian dan TNI kembali pada tugas pokok dan fungsinya.
"Bukannya menjadi penjaga atau pengaman korporasi, tetapi sebagai pengayom masyarakat. Pimpinan kepolisian harus menindak anggota-anggotanya yang terlibat di korporasi. Termasuk juga di TNI. Sehingga bila ada persoalan antara masyarakat dengan perusahaan, mestinya mereka bertindak sebagai penengah. Ini yang sudah terjadi bertahun-tahun dan harus dibenahi," kata Roni.
Roni juga berharap, dalam pemrosesan suatu laporan dugaan perbuatan hukum, kepolisian tidak boleh pilih-pilih. Baik laporan dari perusahaan maupun dari masyarakat, harus sama-sama diproses sampai tuntas.
Selain itu, Roni juga menyoroti bencana asap dan banjir yang kerap berulang kali terjadi, bahkan sudah menjadi musiman di Indonesia. Bencana alam seperti ini, imbuhnya, dapat mengakibatkan krisis kesehatan bagi publik, yang berujung pada hilangnya hak warga mendapatkan lingkungan yang bersih dan sehat.
Di tahun-tahun mendatang, masih kata Roni, negara melalui pemerintah, harus bisa mencegah terjadinya bencana asap dan banjir. Karena, baik bencana asap maupun banjir, merupakan bencana alam yang terjadi akibat perbuatan manusia. Bencana-bencana tersebut mestinya bisa dikendalikan.
"Yang harus dilakukan pemerintah adalah, selain mengeluarkan kebijakan tentu menerapkan kebijakan dan menindak pelaku secara tegas. Dan memastikan perusahaan-perusahaan yang ada tidak melakukan pembakaran lahan, memastikan perlindungan terhadap hutan dilakukan secara baik," tutur Roni.