Pepesan Kosong Kampanye Capres - Cawapres Soal Krisis Iklim
Penulis : Aryo Bhawono
Perubahan Iklim
Kamis, 21 Desember 2023
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Tiga pasangan capres cawapres dinilai kurang serius mengulas konsep dan gagasan isu krisis iklim dan transisi energi. Pernyataan mereka dianggap hanya reaktif belaka.
Yayasan Indonesia Cerah dan Markdata melakukan analisis big data pernyataan tiga pasangan capres-cawapres Pemilu 2024 terkait krisis iklim dan transisi energi. Hasilnya, mereka kurang serius mengulas konsep dan gagasan di isu krisis iklim dan transisi energi.
Analisis ini dimuat dalam laporan berjudul ‘Rekam Jejak Capres-Cawapres 2024 dalam Isu Krisis Iklim dan Transisi Energi’. Mereka menganalisis media pemberitaan, media sosial Instagram, dan dokumen visi misi pada rentang 25 Oktober 2022-25 Oktober 2023.
Teknik analisis konten dilakukan dengan klasifikasi pembobotan keyword kata kunci ke dalam tiga kategori yakni basic, moderate, dan advance. Teknik ini dilakukan untuk menilai seberapa sering dan dalam konteks apa berbagai kata kunci muncul dalam data yang dikumpulkan.
Karakteristik kata kunci basic adalah hal yang dikenal luas publik dan pengertiannya sudah disepakati bersama karena maknanya yang bersifat luas. Sementara kata kunci moderate memiliki karakteristik yang lebih dikenal oleh kelompok tertentu karena berkaitan dengan aspek-aspek khusus dari isu krisis iklim dan transisi energi.
“Adapun karakteristik kata kunci advance bersifat lebih teknis. Istilah-istilah ini umumnya berkaitan dengan aspek yang spesifik dan mendalam terhadap topik-topik tertentu sering perkembangan isu krisis iklim dan transisi energi,” kata Faisal Arief Kamil, CEO Markdata, saat menjelaskan metode penelitian, kemarin.
Pasangan nomor urut 1, Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar, tercatat paling sering membicarakan isu iklim dan transisi energi, baik dalam pemberitaan di media massa (585 temuan) maupun dokumen Visi dan Misi (64 temuan). Meski begitu, bobot narasi kedua isu tersebut sebagian besar masuk kategori basic, seperti “kendaraan listrik”, “polusi udara”, dan “kualitas udara”.
Sebaliknya, pasangan nomor urut 2, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming, paling sedikit membicarakan isu iklim dan transisi energi, baik dilihat dalam pemberitaan media massa (75 temuan) maupun dokumen Visi dan Misi (20 temuan). Pada pemberitaan, pasangan ini sering menyebutkan isu soal “kendaraan listrik” dan ‘PLTS’, sementara dalam Visi dan Misi kata kuncinya “ekonomi hijau” dan “perubahan iklim”. Kata kunci yang paling banyak ini masuk ke dalam kategori basic-moderate.
Sementara itu, pasangan nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, memiliki bobot narasi yang moderate dalam membicarakan isu iklim dan transisi energi, meski dari segi jumlah tidak terlalu banyak dengan 99 temuan dalam pemberitaan dan 20 temuan dalam Visi dan Misi. Isu “PLTS” menjadi yang paling banyak disebut dalam pemberitaan sementara “ekonomi hijau” terbanyak muncul dalam Visi Misi.
Kedua kata kunci baik dalam pemberitaan dan dokumen Visi Misi menjadikan pasangan ini memiliki bobot moderate paling besar dibandingkan kedua pasangan lainnya.
Just Energy Transition Associate Yayasan Cerah, Sholahudin Al Ayubi, mengungkap analisis ini menunjukkan belum ada kandidat yang serius mengulas secara mendalam konsep dan gagasan di isu krisis iklim dan transisi energi. Meskipun semua pasangan Capres-Cawapres telah membicarakan dan memasukkan isu iklim dan transisi energi dalam Visi dan Misi mereka, namun kualitas narasinya bersifat umum dan belum responsif terhadap perkembangan kebijakan terkini.
“Mayoritas topik yang paling banyak disebut dalam pemberitaan media massa dan dokumen Visi dan Misi tidak masuk kategori advance. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga pasangan Capres-Cawapres belum cukup responsif terhadap perkembangan isu kebijakan iklim dan transisi energi,” kata dia.
Direktur Eksekutif Yayasan Cerah, Agung Budiono, berharap temuan ini menajamkan gagasan dan ide mereka soal isu iklim dan transisi energi baik dalam Visi dan Misinya masing-masing, maupun saat debat Capres-Cawapres mendatang yang akan mengangkat isu tersebut.
“Kami melihat ada sejumlah gap yang ditutup dan didalami terkait gagasan mereka tentang iklim dan transisi energi. Misal bagaimana target pasangan kandidat untuk melepaskan Indonesia dari ketergantungan energi fosil dan menekan emisi, contohnya pada pandangan mereka terkait skema pensiun dini PLTU. Selain itu juga publik kaum muda, menanti gagasan kandidat Capres-Cawapres soal terbukanya peluang dari sektor pekerjaan hijau (green jobs), di mana sekarang ketersediaan informasi dan akses ke green jobs di Indonesia masih terbatas,” kata Agung.