Kolaborasi Riset Wanamina untuk Mengerem Perubahan Iklim

Penulis : Gilang Helindro

Lingkungan

Selasa, 26 Desember 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) meneliti optimalisasi penerapan wanamina atau silvofishery dalam mendorong pemberdayaan masyarakat pesisir. Handy Chandra, Kepala Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih BRIN mengatakan, riset ini bertujuan mengembangkan potensi serapan karbon bersamaan dengan meningkatkan aspek ekonomi dan bisnis masyarakat pesisir.

Wanamina merupakan kegiatan penanaman vegetasi hutan mangrove yang dikombinasikan dengan budidaya tambak rumput laut.

“Ini bertujuan untuk memberikan fungsi vegetasi sebagai strategi mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim," kata Handy dalam keterangan resminya, Jum’at, 22 Desember 2023.

Implementasi wanamina, kata Handy, terbukti meningkatkan kemampuan tanaman mangrove sebanyak lima kali lebih besar jika dibandingkan dengan hutan terestrial. “Selain mangrove, wanamina juga memberikan dampak ganda berupa penambahan serapan karbon dari rumput laut,” ungkap Handy.

Cagar Alam Morowali - Hutan mangrove teluk Tomori, Desa Tambayoli, Kecamatan Soyo Jaya, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Foto: Yudi/Auriga

Di sisi lain, penerapan wanamina juga memiliki keunggulan yang dapat dimaksimalkan sebagai alternatif pendapatan masyarakat, mengingat rumput laut merupakan komoditas dengan potensi nilai ekonomis yang cukup tinggi.

BRIN bekerja sama dengan organisasi iklim CarbonEthics terkait dengan riset optimalisasi penerapan wanamina tersebut.

Ruang lingkup kolaborasi riset itu menjadi sarana untuk meningkatkan produktivitas periset, baik dari segi intelektual maupun ekonomis karena rumput laut memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan sebagai solusi dalam mengatasi dampak perubahan iklim.

“Saya berharap kolaborasi riset ini merupakan langkah awal untuk menjalin potensi kerja sama pada bidang lain yang berujung pada tingginya nilai kemanfaatan bagi masyarakat," ungkap Handy.

Erlania dan I Nyoman Radiarta dalam risetnya di Journal of Geodesy and Geomatics Engineering menyebut rumput laut jenis Eucheuma denticulatum memiliki tingkat penyerapan karbon tertinggi, mencapai 16,08-68,43 ton C/ha/tahun.

Saat ini, rumput laut juga menjadi komoditas dengan nilai ekonomi tinggi, sehingga menarik untuk dibudidayakan oleh masyarakat. Rumput laut memiliki manfaat sebagai sumber pangan, bahan kosmetik, pakan maupun sebagai bahan dalam pembuatan pupuk organik. Oleh karena itu, budidaya rumput laut dapat menjadi kontributor dalam meningkatkan perekonomian masyarakat, terutama masyarakat pesisir yang jumlahnya dapat mencapai 60 persen dari total masyarakat Indonesia.

Berdasarkan peta jalan pengembangan rumput laut nasional tahun 2018-2021, luas lahan rumput laut yang dibudidayakan secara silvofishery hanya 4,5 persen dari luas potensi tambak sebesar 2,96 juta hektare. Angka tersebut menunjukan masih tersedianya lahan potensial untuk budidaya rumput laut di Indonesia.

“Penerapan teknologi yang sederhana, waktu panen cepat, serta permintaan pasar tinggi diharapkan dapat menjadi pendorong agar budidaya rumput laut dengan konsep silvofishery terus dikembangkan. Dengan begitu, akan mengungkit perekonomian masyarakat pesisir,” kata Erlania.

Konsep silvofishery dengan menggabungkan mangrove-rumput laut-ikan sudah pernah dilakukan, seperti di Desa Pesantren, Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah. Mangrove ditanam pada bagian pematang tambak, dalam tambak, serta pada saluran air, yang digabungkan dengan budidaya komoditas ikan bandeng (Chanos chanos), kepiting soka/soft shell crab, dan rumput laut. 

Petani dan petambak merasakan manfaat dari peningkatan kualitas lingkungan melalui implementasi konsep tersebut. Mangrove yang terjaga mampu meningkatkan populasi ikan, kepiting, dan udang, serta berdampak pula pada peningkatan ekonomi masyarakat.

Keberhasilan implementasi konsep silvofishery ini, kata Erlania, perlu diinformasikan untuk membentuk persepsi positif di kalangan masyarakat pesisir dan bahkan lebih luas lagi.