Ide Hilirisasi Capres Sudah Terjadi di Halmahera - Secara Harfiah

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Tambang

Kamis, 28 Desember 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Gagasan hilirisasi tambang yang diusung salah satu kandidat pilpres sudah terjadi di Halmahera Timur dan Halmahera Tengah dalam arti harfiah. Harfiah adalah makna yang sesungguhnya dari suatu kata.

Dilaporkan, laut di perairan pesisir Kecamatan Maba, Halmahera Timur (Haltim), Maluku Utara (Malut), berubah warna menjadi kuning kecoklatan, diduga karena tercemar ore tambang nikel. Perubahan warna air laut ini diduga karena sedimentasi lumpur tanah yang menghilir melalui Sungai Sangaji, Desa Maba Sangaji.

Dalam sebuah video yang direkam oleh warga pada Selasa, 25 Desember 2023, sekitar pukul 14.30 WIT, terlihat sejauh mata memandang air laut yang diduga terkontaminasi material ore tambang nikel. Menurut warga, warna air laut seperti itu sudah menjadi pemandangan sehari-hari, namun pencemaran kali ini terlihat sangat parah.

"Torang (kami) kaget lihat (kondisi perairan), ah bagaimana so begini, so parah sekali, tara (tidak) seperti biasanya. Bahkan kondisi ini lebih parah dari sebelum-sebelumnya, ore lumpur tebal sekali," ujar Said Marsaoly, warga Haltim, Selasa (27/12/2023).

Air laut di pesisir Kecamatan Maba, Halmahera Timur, Maluku Utara, beberapa hari lalu berubah warna kuning kecoklatan, diduga tercemar ore nikel. Foto: Istimewa

Menurut Said, pencemaran itu juga meluas hingga ke perairan pulau-pulau kecil sekitar. Seperti Pulau Mobon yang berjarak hanya sekitar 500 meter dari Desa Maba Sangaji. Padahal, pulau tersebut adalah salah satu destinasi wisata, selain juga ada beberapa makam yang dikeramatkan warga.

Saat air laut surut, kata Said, warga biasa mencari kerang dan sejenis rumput laut yang oleh warga setempat disebut kaolas untuk dikonsumsi. Ketika air laut pasang, warga ke Pulau Mobon memancing dan menjaring ikan. Tapi kini, aktivitas nelayan pun terhenti. Karena kondisi laut yang begitu parah dihajar ore tambang nikel.

Pemandangan yang kasat dengan pencemaran tersebut juga berbanding terbalik dengan keadaan cuaca sepekan terakhir yang mana tidak turun hujan. "Dan meskipun turun dengan intensitas tinggi pemandangan laut tidak sampai seburuk itu," kata dia.

"Dulu-dulu memang hujan deras tapi tara separah ini, dia pe lumpur tara melebar dan tebal begini, air laut masih terlihat terang-terang begitulah, tapi tadi ini macam dia parah sekali, jadi orang-orang kaget," kata Said.

Di sekitar wilayah Maba Sangaji, kata Said, terdapat perusahaan tambang nikel seperti PT Adhita Jaya Indonesia dengan luas konsesi 2.000 hektare, PT Wana Kecana Mineral seluas 24.700 hektare, dan PT Alngit Raya seluas 137,10 hektare. Beberapa di antaranya memiliki jetty atau dermaga pengangkutan ore nikel di sekitar kawasan Desa Wai Lukum.

Menurut Said, pencemaran ini bukan yang pertama, tapi sudah sering terjadi sejak PT Aneka Tambang (Antam) mulai beroperasi pada 2006. Limbah tambang dari wilayah operasi--letaknya di pegunungan, tak jauh dari pesisir dan laut--mengalir jauh hingga ke laut, wilayah tangkap nelayan. Fenomena yang terus berulang itu, imbuh Said, nyaris tak ada evaluasi, alih-alih ada penegakan hukum.

Said melanjutkan, selain daratan dan pesisir Kecamatan Kota Maba, sebelumnya, sejak 1979 hingga 2004, Antam telah beroperasi di  Pulau Gebe, salah satu pulau kecil yang berada di bagian selatan Pulau Halmahera Tengah (Halteng), di bagian timur berbatasan langsung dengan Papua Barat atau Kabupaten Raja Ampat.

Beberapa waktu lalu, tambah Said, perairan di selat Pulau Belemsi dan tanah besar atau daratan Haltim, tepatnya di depan Desa Maba Pura, tercemar BBM jenis oli yang bercampur lumpur hasil kerukan tambang. Kondisi itu berdampak pada alat tangkap nelayan bagan berupa pukat jenis kofo yang dipakai untuk menjaring ikan teri.

"Ini membuat nelayan bagan harus berpindah tempat. Padahal, perairan sekitar itu adalah tempat ikan teri dan kembung," ucapnya.

Dugaan hilirisasi juga terjadi di Halteng. Warga setempat, Adlun Fikri, mengatakan sejak Juli hingga Desember 2023, Sungai Sageyen tercemar aktivitas tambang. Air sungai berubah warna menjadi keruh-kekuningan, mengakibatkan ribuan warga kesulitan mengakses air bersih hingga melumpuhkan aktivitas pariwisata berbasis komunitas di Gua Boki Moruru. Teranyar pada Selasa, 25 Desember 2023 kondisi sungai kembali berwarna kuning-kecoklatan.

Adlun menjelaskan, Daerah Aliran Sungai (DAS) Sageyen memiliki luas 18.200,4 hektare dengan 3 anak sungai besar dan ratusan anak sungai lainnya. Di sekitar DAS Sageyen terdapat 5 IUP yang sebagian wilayah konsesinya masuk dalam DAS Sageyen, di antaranya PT Weda Bay Nickel seluas 6.858 hektare, PT Dharma Rosadi Internasional 341 hektare, PT First Pacific Mining 1.467 hektare, PT Karunia Sagea Mineral 463 hektare, dan PT Gamping Mining Indonesia 2.179 hektare.

Belakangan, kata Adlun, terungkap bahwa pencemaran Sungai Sageyen disebabkan kegiatan pembukaan lahan oleh PT Weda Bay Nickel dan PT Halmahera Sukses Mineral untuk pembuatan jalan hauling di kawasan hulu DAS Sageyen. PT Weda Bay Nickel adalah perusahaan pertambangan nikel yang terintegrasi dengan PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) dan memiliki luas konsesi sebesar 45.065 hektare, terbentang dari Halteng hingga Haltim.