Walhi Sumbar: Alih Fungsi Hutan Penyebab Jalan Sumbar-Riau Putus

Penulis : Gilang Helindro

Lingkungan

Kamis, 28 Desember 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Barat (Sumbar), menyoroti penyebab bencana banjir dan longsor yang memutus akses jalan Nasional dari Provinsi Sumbar menuju Riau di daerah Pangkalan, Kabupaten Lima Puluh Kota. Tommy Adam, Kepala Departemen Advokasi Walhi Sumbar mengatakan, penyebab banjir dan longsor akibat alih fungsi lahan secara masif dan terbitnya izin tambang galian C di dalam kawasan hutan. 

“Alih fungsi lahan yang terjadi di kawasan lindung tersebut telah terbukti  meningkatkan risiko terjadinya bencana banjir dan longsor ketika curah hujan mengalami peningkatan intensitas,” kata Tommy pada Rabu, 27 Desember 2023.

Tommy menyebut, faktor penyebab banjir dan longsor bukan hanya curah hujan, tapi juga alih fungsi lahan di areal hulu DAS Kampar. 

Tommy mengatakan, pihaknya telah melakukan kajian di Kabupaten Lima Puluh Kota, terkait dengan alih fungsi lahan. ”Selain pembukaan lahan akibat tambang galian C, juga pembukaan lahan perkebunan gambir yang menjadi komoditas utama di daerah itu,” ungkap Tommy.

Longsor di Kabupaten Lima Puluh Kota. Foto: BPBD Kab 50 Kota

Ekspansi perkebunan gambir, kata Tommy, belakangan cukup masif dan menghilangkan tutupan lahan kawasan hutan yang seharusnya menjadi areal tangkapan atau resapan air.

Selain itu, dari catatan Walhi Sumbar, ada 12 perusahaan tambang yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Pangkalan Koto Baru. Ini membuat Pangkalan jadi kecamatan paling masif dan paling banyak ditemukan izin tambangnya di Sumbar.

Tommy menjelaskan, Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) di Pangkalan seperti pertambangan sirtu, andesit, batubara, dan timah hitam, mencapai 1.799,41 hektare.

Walhi Sumbar mengkhawatirkan, aktivitas tambang di Pangkalan. Selain berdampak terhadap lingkungan, ungkap Tommy, aktivitas tambang di Kabupaten Lima Puluh Kota, termasuk PAD yang dihasilkan dari sektor tambang, tidak sebanding dengan biaya publik yang harus dikeluarkan untuk pemulihan dampak tambang.

“Banyak izin tambang galian C yang setelah kita overlay ternyata berada di kawasan hutan lindung. Ini tambang galian C legal berizin, namun jika berada di kawasan hutan lindung harusnya ditolak,” ungkap Tommy.