47 Kawasan Karhutla Disegel Gakkum KLHK pada 2023
Penulis : Aryo Bhawono
Karhutla
Senin, 08 Januari 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Sebanyak 47 kawasan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) disegel Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen Gakkum KLHK) sepanjang 2023. Meski demikian, pegiat lingkungan meragukan klaim bahwa penanganan hukum tersebut efektif, karena titik karhutla di kawasan korporasi terus berulang.
Sepanjang 2023, Ditjen Gakkum KLHK menyatakan telah memberikan sebanyak 353 surat peringatan kepada pihak yang dianggap bertanggung jawab atas karhutla, termasuk korporasi. Sebanyak 47 lokasi karhutla telah disegel.
Area penyegelan ini di antaranya berada di Provinsi Kalimantan Tengah (11 korporasi dan 5 area masyarakat), Sumatera Selatan (10 korporasi dan 4 area masyarakat), Kalimantan Barat (11 korporasi), Kalimantan Selatan (2 korporasi), dan Riau (4 korporasi).
Paparan yang diberikan oleh Dirjen Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani, menyebutkan direktoratnya telah menjatuhkan 8 sanksi administratif, dua penyelidikan, satu penyidikan, dan delapan gugatan perdata.
Ia menyebutkan perlu upaya konsisten untuk mendapatkan pertanggungjawaban hukum.
“Berkaitan dengan eksekusi karhutla, ada pertanyaan, kok belum ada setelah sekian tahun. Kami bekerja di lapangan, tahun ini ada perusahaan mulai membayar sanksi. Kami butuh enam hingga tujuh tahun untuk ‘perang’ di lapangan,” ucapnya dalam acara ‘Refleksi KLHK Tahun 2023: Harmoni Alam’ yang diunggah melalui Youtube pada Selasa (28/12/2023).
Setidaknya ada empat perusahaan telah membayar sanksi atas putusan perdata gugatan karhutla KLHK. Mereka adalah PT KA sebesar Rp 114,3 miliar, PT WA sebesar Rp 19,6 miliar, PT WGI sebesar Rp 16 miliar, dan PT SPS membayar tahap 1 sebesar Rp 68 miliar.
“PT Kalista Alam (KA) misalnya, mereka sudah membayar ganti rugi mereka. Kemudian PT SPS, dan banyak perusahaan akan membayar itu,” ucapnya.
Namun upaya ini dirasa kurang membuat jera korporasi pembakar hutan. Kepala Divisi Kajian dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Indonesia, Hendrikus Adam, mengungkapkan banyak titik panas tetap terjadi pada konsesi perusahaan yang disegel karena karhutla.
Menurutnya proses hukum masih senyap pascapenyegelan. Menurutnya klaim konsistensi dan efektivitas penanganan karhutla hanya mengada-ada dan berpotensi menyesatkan. Selain terjadi keterulangan kebakaran pada beberapa konsesi, proses hukum berikutnya juga sulit diketahui.
“Seringkali ramainya seusai penyegalan melalui pemberitaan media maupun publikasi yang diinisiasi. Sementara proses berikutnya hingga putusan finalnya malah kerap senyap,” ucap dia.
Ia mengaku langkah penyegelan konsesi sebagai tahap awal penindakan itu baik dilakukan. Namun kejelasan atas proses hukum berikutnya hingga pada vonis harus dilakukan terbuka agar publik turut mengawasi.