Konservasi Gajah di Bentang Alam Seblat Alami Kemunduran
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Biodiversitas
Senin, 08 Januari 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Konservasi gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Bentang Alam Seblat, dinilai mengalami kemunduran oleh Konsorsium Bentang Alam Seblat. Tercatat, dalam tiga tahun (2021-2023), tiga gajah ditemukan mati tak wajar di kawasan yang sudah marak dirambah tersebut.
Dalam pernyataan resminya, Konsorsium menjelaskan, kawasan hutan negara yang menjadi habitat gajah ini telah dibebani Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) atas nama PT Bentara Arga Timber (BAT). Melalui Surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.529 Tahun 2021 dengan luas konsesi 22.020 hektare, dengan jenis usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam.
Secara spesifik, dari total luasan konsesi PT BAT, wilayah yang masih dapat disebut hutan hanya 13.968,50 hektare, sisanya sudah menjadi belukar (3.485,16 hektare) dan kebun sawit (4.566,34 hektare). Pada Juni 2021 lalu di konsesi itu juga ditemukan bangkai gajah.
Berdasarkan analisis Konsorsium periode 2023, dari 80.978 hektare total luas kawasan Bentang Alam Seblat, tutupan hutannya hanya sebesar 49,7 ribu hektare (61,5%), dan sisanya 31,1 ribu hektare (38,5%) tidak berhutan.
"Wilayah gajah mati yang hilang calingnya tersebut berada di areal RKT (Rencana Kerja Tahunan) PT BAT. Gajah tersebut diperkirakan terdesak akibat maraknya perambahan dan penebangan. Hal ini dibuktikan dengan lokasi temuan gajah mati tersebut tidak berada di jalur konektivitas (gajah)," ujar Egi Saputra, Direktur Genesis Bengkulu, Sabtu (6/1/2024) kemarin.
Ketua Kanopi Hijau Indonesia sekaligus Penanggungjawab Konsorsium Bentang Alam Seblat, Ali Akbar menambahkan, kondisi tutupan lahan di Bentang Alam Seblat ini menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dan pihak perusahaan dalam mengamankan kawasan hutan. Buktinya, aktivitas perambahan dan penguasaan hutan ilegal yang di Bentang Alam Seblat.
Di Bentang Alam Seblat, katanya, lahan tak berhutan itu didominasi oleh perkebunan sawit seluas 15 ribu hektare (48,1%), kemudian semak belukar 7,9 ribu hektare (25,6%), perkebunan perusahaan 5,4 ribu hektare (17,5%), dan lahan terbuka 2 ribu hektare (6,6%).
"Dilihat dari data analisis periode 2020-2023, tutupan hutan Bentang Alam Seblat telah hilang seluas 8,8 ribu hekare. Tutupan lahan sekunder menjadi yang paling besar, seluas 8,8 ribu hektare. Di mana 5,6 ribu hektar (64,5%) dirambah menjadi lahan pertanian sawit," kata Ali.
"Atas kejadian ini, Konsorsium Bentang Alam Seblat menyatakan bahwa negara harus membuka informasi secara lengkap atas kondisi hutan dan segera melakukan penindakan terhadap kejahatan satwa gajah,"
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kata Ali, juga harus melakukan tindakan untuk memastikan tidak terjadi lagi kematian gajah non alami, apalagi kematian gajah yang beberapa hari lalu terindikasi dibunuh.
Dengan kasus kematian terbaru ini, maka sudah ada 3 gajah yang ditemukan mati di Bentang Alam Seblat dalam 3 tahun terakhir. Dua lainnya, ditemukan mati pada 25 Mei 2021 juga di areal PT BAT di Hutan Produksi (HP) Air Teramang, dan 13 September 2022 di areal PT Anugrah Pratama Inspirasi (API), di kawasan HP Air Rami.
Lubang bekas tembakan peluru tajam di kepala gajah
Di hari yang sama, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu akhirnya merilis hasil pemeriksaan dan nekropsi (bedah bangkai) gajah yang mati di konsesi PT BAT itu. Hasilnya, gajah tersebut berjenis kelamin betina dengan perkiraaan umur di usia indukan (lebih dari 20 tahun).
Kondisi Bangkai sudah terjadi proses pembusukan dengan usia kematian diperkirakan 6-7 hari yang lalu. Ditemukan lubang berukuran + 15 mm dari bagian bawah rahang tembus sampai ke os frontalis, yang diperkirakan merupakan lubang bekas peluru tajam yang ditembakkan.
Kemudian, kedua caling hilang dan ditemukan adanya upaya dilepas secara paksa menggunakan benda keras, di mana tulang rahang di sekitar tempat menempelnya caling pecah.
Adanya indikasi kegiatan perburuan di lokasi yang diperkuat dengan ditemukannya jerat seling di sekitar lokasi yang masih aktif. Terhadap bangkai dilakukan penguburan secara manual, dan sampel yang berhasil dikumpulkan terdiri-dari beberapa bagian antara lain: usus, lambung beserta isinya dan limpa.
BKSDA Bengkulu menguraikan, Hutan Produksi Terbatas (HPT) Air Ipuh I merupakan salah satu kawasan hutan yang merupakan habitat/kantung gajah yang berada di Lansekap (Bentang Alam) Seblat yang dibangun sebagai koridor gajah sumatera di Provinsi Bengkulu yang menghubungkan kawasan hutan Taman Wisata Alam (TWA) Seblat dengan Taman Nasional (TN) Kerinci Seblat.
Saat ini kawasan tersebut mendapat perhatian dan menjadi salah satu prioritas kegiatan pelestarian gajah oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu dan KLHK dalam hal ini BKSDA Bengkulu, Balai Besar TN Kerinci Seblat (TNKS), Direktorat Jenderal KSDAE, serta para mitra, yakni baik lembaga di tingkat lokal, nasional maupun internasional, pihak swasta dan desa penyangga.
Para pihak tersebut telah tergabung dalam Forum Kolaborasi Pengelolaan Koridor Gajah Sumatera Lansekap Seblat Bengkulu, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Bengkulu Nomor S.497.DLHK Tahun 2017 tanggal 22 Desember 2017.
"Hal ini menyebabkan perlindungan gajah dan habitatnya di Lansekap Seblat termasuk HPT Air Ipuh I adalah sangat penting dan mendesak untuk dilakukan, karena populasi gajah sumatera yang semakin berkurang di Provinsi Bengkulu," kata BKSDA Bengkulu dalam rilisnya.
Sebelumnya, satu ekor gajah sumatera liar ditemukan mati pada 31 Desember 2023, sekira pukul 11.47 WIB, dengan posisi tertelungkup. Gajah ini ditemukan di sekitar koordinat 2°50'2.09"S - 101°39'31.07"E tak jauh dari jalan logging. Lokasinya berada dalam kawasan HPT Air Ipuh1 register 65, sekitar 3,5 kilometer dari batas TN Kerinci Seblat, di Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu.