KRPB Bengkulu: Cabut Izin Tambang Pasir Besi di Pasar Seluma!

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Tambang

Selasa, 16 Januari 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Masyarakat sipil Koalisi Rakyat Pesisir Barat (KRPB), Bengkulu, kembali menyuarakan keresahannya atas hak atas lingkungan yang baik dan sehat yang selama ini dianggap diabaikan oleh negara. Mereka meminta izin tambang pasir besi, berikut persetujuan lingkungan yang diberikan kepada perusahaan tambang dicabut.

Itu disampaikan melalui aksi damai yang digelar di Simpang 6 Tais Kabupaten Seluma, bersama perwakilan komunitas, pemuda, nelayan, organisasi masyarakat sipil dan desa-desa di pesisir barat Seluma, Sabtu (13/1/2024) kemarin.

Dalam rilisnya, mereka mengatakan, negara seharusnya bertanggung jawab atas perlindungan, pemenuhan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 28I ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yang berarti, setiap kegiatan yang bersinggungan langsung dengan lingkungan harus menghormati hak asasi lingkungan, untuk melindungi hak-hak masyarakat terutama masyarakat terdampak seperti halnya dampak kegiatan pertambangan.

Warga menganggap negara telah mengabaikan hak azasi ini dengan melegalkan kegiatan tambang pasir besi PT Faminglevto Bakti Abadi (FBA) di pesisir Desa Pasar Seluma yang merupakan sumber ekonomi masyarakat dan merupakan wilayah konsevasi sekaligus wilayah zona merah bencana.

Masyarakat sipil pesisir barat Seluma, termasuk nelayan, menggelar aksi damai di simpang 6 Tais Kabupaten Seluma, Sabtu (13/1/2024) kemarin. Mereka meminta izin tambang pasir besi di daerahnya dicabut.

Negara juga dinilai tidak memperdulikan tuntutan pencabutan izin PT FBA oleh masyarakat yg secara turun menurun hidup di pesisir Desa Pasar Seluma. Negara dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) justru mengeluarkan persetujuan lingkungan.

Koordinator aksi lapangan, Zemi Sipantri, mengatakan masyarakat pesisir barat Seluma menginginkan agar tambang pasir besi angkat kaki dari Desa Pasar Seluma. Pihaknya sudah mengajukan keluhan kepada pemerintah, baik pemerintah daerah sampai ke pemerintah pusat, namun sampai sekarang keluhan mengenai tambang pasir besi itu tidak juga mendapat respon.

"Pemerintah seakan-akan mengabaikan suara rakyat, maka sampai hari ini masyarakat pesisir barat Seluma tidak percaya terhadap pemerintah,” kata Zemi, Sabtu (13/1/2024) kemarin.

Selain itu, warga juga beranggapan negara justru menambah kerentanan pesisir dan laut dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang juga berpotensi diimplementasikan di pesisir Seluma.

Masyarakat yang tergabung dalam KRPB selaku pemilik wilayah sampai saat ini konsisten menolak adanya pertambangan pasir besi. Selama proses penolakan, ancaman intimidasi, serta konflik sosial masyarakat dialami oleh masyarakat penolak tambang. Namun hingga hari ini, negara masih abai terhadap permasalahan warga Pasar Seluma. pemerintah gagal memberikan kesejahteraan bagi warga Seluma, khususnya nelayan.

KRPB kemudian mendesak negara untuk mencabut IUP PT FBA di Desa Pasar Seluma yang merugikan nelayan Pasar Seluma, mencabut Persetujuan lingkungan PT FBA, mencabut PP nomor 26 Tahun 2023, dan mendesak pemerintah untuk mengakui dan melindungi wilayah tangkap nelayan.

"Masa aksi adalah masyarakat dan perempuan pesisir Indonesia yang terdiri dari nelayan tradisional dan atau nelayan skala kecil, perempuan pelestari ekosistem pesisir dan laut," kata Puji Hendri Julita Sari, Manager Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bengkulu, Sabtu (13/1/2024).

Menurut Puji, masyarakat ini merupakan pemilik sah Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar yang dikenal sebagai negara maritim, tapi hari ini mereka sedang berteriak karena haknya yang dijamin oleh konstitusi belum terpenuhi bahkan sedang di rampas oleh kepentingan investor.

Apalagi hingga saat ini belum ada peraturan yang mengakui dan melindungi wilayah tangkap nelayan sehingga nelayan mengalami banyak ancaman, seperti nelayan Pasar Seluma yang wilayah tangkapnya terancam hilang, karena adanya aktivitas perusahaan tambang pasir besi di wilayah mereka.

"Pemerintah harus mengutamakan hak nelayan dalam membuat kebijakan, Karena jika identitas masyarakat sebagai nelayan hilang maka hilanglah kedaulatan Indonesia," ujar Puji.